BAB 12

6.6K 198 1
                                    

Linggar mengikat rambutnya kebelakang. Ia memandang iris mata tajam Darka, dan mendongakkan rahang tegas itu agar sejajar dengannya. Sementara Darka hanya diam, memperhatikan sang pujaan hati, yang akan segera mencukur rahangnya.

"Sayang," ucap Darka.

"Hemmm," ucap Linggar, ia menggunting bulu-bulu halus itu.

"Kamu sepertinya sudah terbiasa megang gunting,"

"Kamu lupa bahwa aku perawat, sudah aku terbiasa dengan gunting menggunting, dan jahit menjahit," ucap Linggar, ia tersenyum memandang Darka.

"Kamu masih takut kotor," tanya Darka, penasaran.

"Aku memang masih menomor satukan kebersihan. Tapi ketika aku mulai dinas, Aku sudah terbiasa dengan hal-hal, yang dulu membuatku jijik, kini malah sudah bagian dalam hidupku. Setidaknya dengan begini, menghilangkan phobia aku terhadap kotor. Aku belajar bagaimana menangani pasien yang banyak, dalam satu hari. Berbagai jenis penyakit yang mereka keluhkan. Kebanyakan melibatkan darah, organ internal tubuh. Jujur awalnya aku nangis, tidak sanggup menjalani ini semua, dan akhirnya aku mulai terbiasa,"

Darka tersenyum mendengar itu, "Kamu hebat," gumam Darka.

"Selama yang aku alami di rumah sakit, Aku banyak mendengar keluh kesah pasien, bahkan banyak yang curhat, yang tidak aku mengerti permasalahan hidupnya. Awalnya, aku salah satu wanita tidak suka ikut campur urusan orang lain. Di sini aku belajar, bagaimana menghargai orang lain," ucap Linggar.

"Seorang perawat bukanlah pekerjaan glamor, tapi suatu pekerjaan mulia, menurut aku,"

"Kamu sudah selesai Dinas?," tanya Darka lagi.

"Iya sudah, sekarang aku mengerjakan Karya Tulis Ilmiah," ucap Linggar, ia meletakkan gunting berbahan stenlees di wastafel.

Linggar memencet cream wajah di tangannya, dan mengoleskan cream di rahang Darka.

Darka merasakan tangan lembut Linggar di permukaan wajahnya.

"Ketika di rumah sakit, apa ada dokter yang suka kamu?" Tanya Darka.

Linggar melirik Darka dan lalu tersenyum, "Apakah kamu ingin tahu,"

"Ya tentu saja,"

Linggar menarik nafas, "Ada, banyak malah," ucap Linggar, ia mulai mencukur rahang itu dari sebelah kiri.

Alis Darka terangkat, bohong sekali para laki-laki tidak menyukai Linggar.

"Enggak hanya dokter muda, tapi para perwira polisi juga banyak yang suka sama aku," ucap Linggar lagi, mencukur rahang itu secara perlahan.

"Terus kamu mau,"

"Kalau aku mau, aku sudah pacaran salah satu dari mereka," Linggar membersihkan pisau cukur itu dengan air.

Ada terbesit bahagia mendengar ucapan Linggar, "Beri aku alasan, kenapa kamu mencintai aku," ucap Darka.

Linggar kembali berpikir dan memandang iris mata tajam itu. Ia sebenarnya bingung kenapa ia bisa mencintai laki-laki di hadapannya ini.

"Aku sebenarnya tidak terlalu tahu dengan defenisi cinta itu apa. Aku pernah bertanya kepada mbak Hanum, katanya cinta itu tentang suatu pengorbanan. Kata mas Tibra, cinta itu soal hati yang harus di rasakan setiap detiknya. Kamu juga pernah bilang, cinta itu pilihan yang harus di perjuangkan,"

"Aku yakin sahabat kamu, Liam dan Daniel pasti punya cara pandang tersendiri cinta itu apa. Karena aku pikir cinta itu soal rasa. Hanya orang itu sendiri yang merasakannya,"

"Cinta itu suatu rasa maha dahsyat yang di buat oleh sang Pencipta, yang di simpan di hati manusia yang paling dalam,"

"Dan aku merasakan rasa maha dahsyat itu hanya pada kamu," ucap Linggar, ia lalu mengambil tisu di dekat wastafel. Ia membersihkan rahang Darka, secara perlahan.

CINTA SELEBGRAM DAN TUAN CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang