BAB 21

4.2K 138 0
                                    

"Gue mau balik men," ucap Darka, kepada Liam.

Liam menyesap coffe, dan di letakkan cangkir itu di meja, "sudah selesai kerjaan?" Tanya Liam.

"Selesai enggak selesai, gue harus balik. Hati gue enggak tenang, sumpah," ucap Darka.

Ia tahu bahwa hampir semua orang mengalami kecemasan. Tapi saat ini hatinya berkata lain, sehingga kegelisahan yang berlebihan. Kekhawatiran berulang-ulang hingga tahap bosan, sehingga ia sulit untuk tidur. Perasaan itu seperti menguasi hatinya.

Ia percaya, kecemasan ini pasti ada sebabnya. Perasaan itu seakan ada sesuatu hal buruk terjadi terhadap dirinya.

"Lo ada masalah sama Linggar?" Tanya Liam.

"Enggak sih, hanya hati gue enggak tenang," ucap Darka.

"Itu hanya perasaan lo aja men,"

"Kalau perasaan gue enggak seperti ini, gue masih tenang. Tapi ini beda men,"

"Gue temani lo balik,"

"Makasih men," ucap Darka, ia menyesap coffe itu.

"Lo udah kasih tau Linggar, bahwa lo mau balik,"

"Belum, tapi nanti gue kasih tahu,"

"Jangan khawatir gitu lah, yakin aja Linggar enggak kenapa-napa. Lagian kalian juga saling cinta,"

"Tapi cinta aja enggak cukup, untuk buat bahagia. Adakalanya cinta itu bisa kalah dengan rasa nyaman,"

"Makanya lo harus buat Linggar nyaman,"

"Ya, sudah seharusnya,"

"Gue kemarin seharusnya langsung ke Jakarta, bukan ke New York,"

"Sudahlah men, itu hanya perasaan lo aja," Liam menenangkan Darka.

Liam melirik Darka, "Kenapa enggak nikah aja sih lo,"

"Mau gue sih gitu, tapi enggak sesimpel itulah men,"

"Simpel kali men, gue kemarin langsung ngomong sama keluarga Dian, besoknya langsung jadi,"

"Itu lo men. Keluarga gue lain lah," ucap Darka, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 20.13 menit.

"Balik yuk, gue mau packing,"

"Oke,"

************



"Mas sudah lihat vlog kamu," ucap Radit, ia melirik Linggar yang berada di sampingnya.

"Owh ya, gimana menurut mas?" Tanya Linggar, ia menyandarkan punggungnya di sofa empuk.

Kini ia berada di rumah Radit, karena Radit mengajaknya. Rumahnya tidak terlalu besar, tapi begitu asri dan menenangkan.

"Kualitas gambarnya bagus, dan kamu nya cantik,"

Linggar tersenyum, dan ia memandangi foto Radit berukuran besar sambil menunggangi kuda, lengkap dengan standar safety helmet, dan sepatu boot. Ia melirik Radit, mencari siaran film, pada remote.

"Mas suka berkuda?" Tanya Linggar.

"Ya, tentu saja, itu salah satu hobi mas sejak kecil,"

"Kok mas, bisa mempunyai hobi itu, gimana ceritanya?"

"Awalnya dulu kecil, mas suka banget naik ojek kuda. Bunda dan ayah melihat bakat alami mas, dan beliau lalu memasukan mas sekolah menunggang kuda,"

"Kenapa memilih berkuda?"

"Secara alamiah, kuda itu adalah hewan yang sangat kuat dan liar. Banyak abad pertengahan film Eropa, Arab, para ksatria semua menunggangi kuda, di setiap pertempuran,"

CINTA SELEBGRAM DAN TUAN CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang