BAB 17

4.7K 162 2
                                    

"Kata Tibra, kamu ngevlog?" Tanya Radit, ia melirik Linggar, membuka topik pembicaraan.

"Iya, mas udah lihat vlog aku?,"

"Belum, nanti pasti mas akan lihat," Radit masih fokus dengan setir mobilnya, ia memasuki mall Plaza Indonesia yang letaknya Jl. M.H Thamrin dekat dengan bundaran HI.

Linggar melirik Radit, "Mata mas, minus berapa?" Tanya Linggar penasaran.

Jujur laki-laki mengenakan kaca mata terlihat lebih menarik dan begitu seksi menurutnya. Kaca mata yang di kenakan Radit bukan terkesan kutu buku, culun atau kuper, melainkan terlihat pintar, intelektual dan berwawasan luas, entahlah terlihat berkharisma seperti abang iparnya, Tibra.

Ia juga beranggapan bahwa laki-laki ini terlihat misterius dan tidak banyak bicara. Ya, ia akui bahwa laki-laki di sampingnya ini terlihat tegas dan dapat di percaya. Terkesan sangat dewasa dan sangat tenang. Ini merupakan alasan yang kuat, ia penasaran dengan laki-laki dewasa ini.

"Enggak minus, ini kacamata radiasi, mas kerja di lapangan, sedikit tidaknya mengurangi radiasi sinar UV, dari matahari ke mata," ucap Radit, ia memarkir mobilnya di basement.

"Owh gitu,"

Radit mematikan mesin mobil, dan membuka handel pintu. Begitu juga dengan Linggar, berjalan menyeimbangi langkah Radit menuju lobby.

"Kamu suka film apa?" Tanya Radit.

"Suka film apa saja, enggak ada spesifikasi sih mas. Aku bukan jenis penggemar film, dengan genre tertentu. Bagiku semua film mempunyai kesan tersendiri bagi penikmatnya," ucap Linggar.

"Kalau mas suka film apa?," tanya Linggar lagi, ia melirik Radit.

"Mas juga bukan penikmat film, sama seperti kamu. Tapi film itu sebuah hiburan yang layak diapresiasikan. Semua film memiliki sensasi tersendiri, horor, membuat perasaan puas, mamacu adrenalin tinggi. Begitu juga dengan drama, memiliki emosi dan chemistry yang baik, kita lebih mengenal karakter seseorang, dan tentu saja melihat belahan dunia yang tidak ketahui," ucap Radit.

"Jadi sekarang kita nonton apa?" Tanya Linggar.

"Kita lihat saja mana yang terbaik," ucap Radit.

Beberapa menit kemudian, Linggar sudah berada di lantai enam. Mereka melihat poster yang tercantum di depan lobby. Linggar dan Radit, memandang poster di hadapannya. Ada dua film yang di tayangkan, dan suasana lobby masih sepi pengunjung, hanya ada dirinya dan beberapa orang di sana.

"Bagus nih mas," ucap Linggar, menunjuk salah satu film garapan universal pictures dan Legendary entertainment.

"Ya, ini sepertinya bagus, mas sudah lihat tarilernya. Kurang lebih mirip transformer, tapi sepertinya gabungan transformer dan power ranger," ucap Radit.

"Oke," ucap Radit, mengikuti pilihan Linggar, dan lalu berjalan menuju counter tiket.

Radit memesan tiket The Premier, letaknya di dalam Cinema XXI, di bagian tengah nomor tiga bagian dari atas B3 dan B4 karena inilah posisi terbaik. Petugas loket memberi ticket berwarna perak kepada Radit. Ini hari senin mungkin tidak terlalu banyak orang yang menonton, ia berdoa semoga saja hanya dirinya dan Linggar berdua di dalam teater ini.

"Enggak apa-apa kan menunggu satu jam, soalnya mulai jam dua belas,"

"Enggak apa-apa kok mas, kita jalan-jalan aja dulu. Siapa tahu mas khilaf beliin aku sepatu," ucap Linggar diselingi tawa.

"Jangankan sepatu, seperangkat perhiasan mas, Kamu pinta, mas beliin,"

"Beneran nih, nanti aku seriusin mas nanti kalap, kapok jalan sama aku lagi,"

CINTA SELEBGRAM DAN TUAN CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang