Tepat jam tujuh pagi, Linggar sudah berada di rumah Hanum. Ia melirik Aska, keponakannya yang berusia empat bulan, itu masih tertidur di ruang keluarga. Kata mbak Hanum, jangan pernah mencoba membanguni Aska tidur. Padahal ia kesini dengan niat untuk bermain-main dengan Aska. Ia ingin peluk peluk dan cium-cium pipinya, yang menggemaskan itu.
Sekarang yang ia lakukan adalah, membantu bi Ijah. Ia memilih memotong wortel, karena bahan ini lah yang paling bersih, di antara sekumpulan kentang.
Beberapa menit kemudian, Linggar melirik mbak Hanum berjalan mendekatinya, sambil membawa kantong plastik berwarna putih yang mempunyai lebel Matahari, dan ia letakkan bungkusan itu di atas meja.
"Apa itu mbak?" Tanya Linggar penasaran.
"Bumbu soto, kue Pai buah, sama brownies" ucap Hanum, ia mengeluarkan tampat Tupperware di meja.
"Owh, mbak pesan?" Tanyanya Linggar.
"Mbak minta buatin sih sama tante Widi,"
"Siapa tante Widi mbak?" Tanya Linggar penasaran, ia menyudahi irisan wortel, karena ia sudah menyelesaikan tugasnya
"Bundanya Radit, kamu kenal kan,"
"Owh tante yang baik itu,"
Hanum tersenyum, "Iya, Radit yang ngantar ke sini, Radit nya ada di depan sama Tibra,"
"Tante Widi enggak ke sini?"
"Nanti mau ke sini sih, siang,"
Alis Linggar terangkat, ia mengangguk mengerti, "owh gitu,"
"Oiya kamu buatin teh ya dua, untuk Radit sama mas kamu,"
"Kok Linggar sih mbak," sungut Linggar.
Hanum bertolak pinggang memandang sang adik. Adiknya mengenakan dress coklat berbahan katun. Linggar melihat Hanum seperti itu, ia lalu dengan cepat mengambil gelas di meja kabinet.
"Cuma becanda kok mbak, pasti aku buatin, tenang aja,"
"Di suruh buat teh aja susah bener, tinggal tuangkan air di dispenser sama teh celup, kasih gula," gerutu Hanum. Ia menyusun kue Pai, dan brownies di piring.
Linggar mengikuti perintah Hanum, ia membawa nampan berisi teh buatannya dan kue. Linggar melangkahkan kakinya menuju teras depan. Ia mendengar suara tawa dua orang laki-laki di sana. Tawa itu terhenti atas kehadirannya.
Linggar memandang laki-laki berkaca mata yang memperhatikannya. Ia tidak percaya bertemu lagi dengan laki-laki ini di sini. Ia lalu meletakkan cangkir itu di meja, bersama piring kue.
"Kalian udah saling kenalkan," ucap Tibra.
"Iya udah mas," ucap Linggar kikuk.
"Kamu temani Radit dulu ya, mas soalnya mau mandi," ucap Tibra menegakkan tubuhnya.
"Owh, iya deh mas," ucap Linggar, memandang Tibra yang hanya mengenakan kaos dan celena pendek yonex. Terlihat jelas abang iparnya itu memang belum mandi, rambutnya masih berantakkan, dan baru bangun tidur.
Semenit kemudian, Tibra sudah hilang dari pandangannya. Jujur ia canggung jika berduaan dengan laki-kaki dewasa ini. Ada perasaan resah dan gelisah, mungkin, karena laki-laki itu baru ia kenal.
"Kita enggak jodohkan bertemu lagi sini," ucap Radit, memecahkan kesunyian, melirik Linggar.
"Eh," Linggar lalu menoleh ke arah Radit. Ia mengerutkan dahinya.
"Kamu enggak kuliah?"
"Enggak ada mata kuliah lagi mas," ucap Linggar.
"Berarti lagi nyusun skripsi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SELEBGRAM DAN TUAN CEO (SELESAI)
Romance"Itu mantan lo," ucap Tita, mencoba memastikan. "Ya, dia si brengsek itu," Tita melirik Linggar, "Dia makin tampan Ling," gumam Tita. Linggar mengerutkan dahi dan melirik Tita, "Tampan dari mana," "Sumpah sekarang dia lebih hot," Linggar yang menden...