BAB 48

3.3K 101 0
                                    

Radit menunggu kehadiran Tibra dan Alan. Radit melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 14.01 menit. Ini sudah lewat dari satu menit dari jam yang di janjikan. Beberapa menit kemudian ia memandang laki-laki masuk dari arah pintu masuk, berjalan ke arahnya. Ia tahu bahwa laki-laki berjas itu adalah Alan. Alan tidak sendiri ia bersama Tibra sahabatnya. Ternyata ke dua laki-laki itu datang tepat waktu. Radit pikir mereka tidak datang tepat waktu. Radit menegakkan tubuh menyambut kehadiran Alan dan Tibra.

"Selamat siang, senang berkenalan dengan anda," ucap Radit, ia mengulurkan tangan kepada pengacara kondang itu.

"Senang berkenalan dengan anda juga Radit," ucap Alan.

Radit menatap Tibra, lalu menepuk bahu sahabatnya. "Thanks bro,"

Mereka bertiga lalu duduk, sepertinya pembahasan kali ini akan cukup serius. Waitress datang membawa kopi yang telah ia pesan sebelumnya. Siang-siang seperti ini kopi lah sebagai teman terbaik untuk berdiskusi.

"Sebaiknya kita ke inti masalahnya saja," ucap Radit, ia menyerahkan amplop coklat itu kepada Alan.

Alan melirik Radit, ia tahu permasalahan yang di alami laki-laki itu. Karena ia sudah melihat tayangan video itu di media.

"Itu laporan test, Kirana bukan anak saya, dan saya ingin nama saya bersih dari media," ucap Radit tenang, menatap Alan.

"Oke, kata Tibra kamu akan menuntut kasus ini," ucap Alan, Tibra lah yang menghubunginya, untuk memecahkan kasus ini.

Radit melirik Tibra, laki-laki itu masih nampak tenang. Jujur ia belum membicarakan perihal, agar kasus ini di tutup saja, ia tidak menuntut apa-apa pada kasus ini.

"Sebenarnya saya tidak menuntut apapun pada si penyebar video, baik yang di sengaja atau tidak. Walaupun saya tahu siapa dalang itu," ucap Radit.

Tibra mengerutkan dahi, jelas saja ia tidak terima. Jika dari awal ia tabu seperti ini, ia tidak berkorban begitu banyak untuk Radit. Untuk apa ia menyuruh anak buahnya menyelidiki cctv, dan mengambil sampel darah. Semua yang di lakukan itu tidaklah mudah. Sekarang Radit mengatakan ingin berdamai, apakah ia salah dengar?

"Enggak bisa gitu bro, mereka harus dapat balasan setimpal, mereka harus di penjara lah," ucap Tibra, ia menyesap kopi itu.

Radit meletakkan cangkir kopi di meja. Ia menatap Tibra, ia tahu sahabatnya pasti tidak terima atas tindakkan itu. Sementara Alan hanya menatap ke dua sahabat itu.

"Gue lupa cerita sama lo bro, ini serius," ucap Radit.

"Cerita apa,"

"Begini, ada alasan kenapa gue seperti ini. Gue maunya si Darka masuk penjara, tapi Linggar marah sama gue. Kalau sampe gue nuntut ke jalur hukum, Linggar ngancam bakalan mutusin hubungan gue. Kebayang enggak sih lo, gue sayang sama dia, terlebih dia lagi hamil anak gue,"

Tibra hampir saja menyemburkan kopi yang ada di mulutnya. Ia menatap Radit tidak percaya, cepat sekali bocah kecil itu hamil. Hanum saja masih menunggu berapa bulan mencapai tahap seperti itu.

"Hamil !," ucap Tibra tidak percaya.

"Gue serius bro, Linggar hamil, kebawaanya marah terus sama gue. Gue enggak mau nyakitin dia dan anak gue. Lo tau lah wanita hamil itu kayak apa," ucap Radit asal, padahal ia mengetahui kehamilan itu kemarin, seolah-olah ia berpengalaman menangani wanita hamil.

Radit menarik nafas menatap Tibra mencoba memohon pengertian,

"Kemarin gue bertengkar hebat sama Linggar. Linggar mau kita damai-damai aja. Jangan terlalu di besar-besarkan karena ini hanyalah masalah video. Dia mau klarifikasi aja, dan setelah itu selesai, nikah dengan tenang. Gue bisa gila kalau Linggar mutusin hubungan gue, kebayang enggak sih lo, tiba-tiba gue yang stress, di tinggal Linggar," ucap Radit, menceritakan apa yang terjadi pada dirinya.

CINTA SELEBGRAM DAN TUAN CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang