Awal musim dingin selalu menjadi momen berharga untuk setiap orang. Dimana mereka bisa menikmati pemandangan salju yang mulai turun hingga menghabiskan waktu dengan keluarga untuk saling menghangatkan.
Waktu itu, saat Lisa pulang bersama Chaeyoung dan kembarannya itu berkata jika salju akan turun ternyata tidak terjadi. Nyatanya hingga pagi menjelang, mereka tidak mendapati salju turun.
Dan ternyata, salju itu turun hari ini. Dimalam yang Lisa harapkan akan menemukan bintang di langit sana. Dengan duduk di kursi balkon kamar sambil memegang secangkir teh hangat.
Tapi yang Lisa dapati ternyata awan mendung beserta satu persatu salju yang turun. Membuat suhu disekitarnya mendingin. Untunglah gadis itu memegang minuman hangat yang cukup untuk membuat tangannya tidak mendingin.
Asap dari teh itu mengepul dan Lisa hanya meniupnya sesekali tanpa berniat meminumnya. Dengan kaki yang dia naikkan ke atas bangku dan meletakkan cangkir tehnya di atas lutut membuat Lisa dengan jelas melihat kepulan asap minuman panas disana yang cukup membuatnya hangat.
Lisa menoleh ke arah meja di sampingnya, tepat pada ponsel yang berkedip sedari tadi.
Bambam is Calling
Itu adalah panggilan dari Bambam yang berpuluh kali Lisa abaikan. Sebenarnya tidak hanya Bambam, tapi teman-teman club dance serta pelatihnya sedari tadi menelpon. Tapi Lisa tidak ada keinginan untuk mengangkatnya.
Jika ada yang mengira Lisa akan baik-baik saja dengan fakta yang baru saja terjadi. Itu salah besar. Nyatanya, yang paling terpuruk disini adalah Lisa.
Sudah 1 hari dia divonis oleh Dokter Choi, dan 1 hari pula dia menjadi seseorang yang tidak memiliki semangat hidup. Manusia mana yang akan baik-baik saja jika impiannya yang sudah dia bangun mati-matian akan hancur? Tidak ada.
Sedang memikirkan nasibnya yang miris, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh cangkir tehnya. Mengambil alih lalu meletakkan ke atas meja.
"Ayo masuk, disini dingin." Lisa mendongak dan mendapati wajah Jisoo yang biasanya selalu cerah kini mulai meredup. Kantung matanya sangat terlihat dan begitu lesu.
"Kajja," Jisoo menarik tangan Lisa lembut. Mengajaknya duduk di sofa yang ada di kamar adiknya itu.
"Bagaimana jika kita menonton film? Unnie punya beberapa pilihan film yang cukup bagus,"
Lisa mengangguk saja, dan setelahnya memperhatikan Jisoo yang meraih salah satu DVD di atas meja nakasnya. Sejak kapan tumpukkan DVD itu ada disana? Mungkin Jisoo baru saja membawanya.
Sesaat setelah film dimulai, Jisoo menyelimutinya dengan selimut yang kakaknya ambil dari dalam lemarinya. Lalu mereka duduk berdampingan, menyaksikan dengan serius film tersebut.
Film yang dipilih Jisoo bergenre komedi. Membuat keduanya sesekali tertawa. Sejenak melupakan masalah serius yang ada di kepala masing-masing.
Baru setengah film berjalan, tapi Lisa sudah terlelap di bahu Jisoo. Anak tertua keluarga Kim itu membenarkan posisi Lisa. Meletakkan kepala adiknya ke dadanya lalu memeluknya. Dia ingin membangunkan Lisa dan menyuruhnya pindah ke atas ranjang, namun Jisoo memilih untuk menundanya karena ingin menyelesaikan menonton film yang sebentar lagi akan selesai.
.....
Jari-jari lentik itu menari cepat di atas keyboard laptop dan mata yang memicing memandang layar terang laptop yang membuatnya sakit mata.
"Ah, sial!" Jennie meminggirkan laptopnya dan memegang kepala yang rasanya ingin pecah. Pekerjaannya begitu menumpuk ditambah permasalahan yang baru saja keluarganya dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...