Lisa membuka matanya perlahan. Menatap sendu langit ruang rawat yang sudah ditempatinya 2 hari ini. Merasa hampa karena tak menemukan satu orangpun di sampingnya.
Ini sudah 3 hari sejak dia sadar, tapi Lisa merasa tidak baik sama sekali. Merasa mengenaskan dengan semua peratan yang Lisa sangat benci menempeli tubuhnya.
Dia memejamkan mata, dan saat itu pula air mata meluncur dari sudut matanya. Menahan isakannya karena jika dia menangis, dia akan semakin tersakiti.
Lisa merasa saat ini adalah titik terendahnya. Dimana dia merasa sangat tidak berguna menjadi seorang manusia. Dia merasa, yang hanya bisa dia berikan hanyalah kesakitan dan tangis untuk orang-orang tersayangnya. Bukan tawa, bukan juga kebahagiaan.
"Uljima," suara lirih itu membuat Lisa membuka nata kembali. Merasakan tangan lembut milik Chaeyoung mengusap air matanya lembut.
"Jangan pernah merasa sedih. Aku akan merasa lebih sedih jika melihatmu seperti ini," ujar Chaeyoung sendu.
.....
"Sial! Gadis ingusan itu memecatku di depan banyak orang." Ucap seorang pria paruh baya dengan kemarahan luar biasa.
"Appa, lebih baik kita pergi jauh dari Seoul. Aku tidak mau berurusan dengan keluarga kakakmu itu." Itu Nancy. Dia datang dengan gurat kekhawatiran perihal ayahnya yang baru saja dipermalukan oleh Jennie.
"Tidak. Sebelum aku menghancurkan keluarganya."
Kedua tangan Daehi mengepal. Mengingat bagaimana dengan enteng Jennie tiba-tiba datang dan memecatnya di tengah rapat. Melemparkan bukti penggelapan dana yang dia lakukan beberapa minggu lalu.
Daehi tidak akan pernah melupakan kejadian itu. Dia sangat tersakiti walaupun disini memang dia yang salah.
"Tunggu saja, aku akan menghancurkan semuanya."
.....
"Kau benar-benar siap untuk melepasnya?" Dokter choi bertanya dengan lembut. Mengusap surai kecoklatan milik Lisa. Dan harus menghela napas pasrah ketika yang ditanya mengangguk pelan.
Tubuh Dokter Choi menegak. Memandang Yonha, Hanna serta ketiga anaknya yang berwajah tegang.
"Jika tidak kuat melihatnya, kalian bisa keluar." Ujar Dokter Choi pada keluarga itu. Biar bagaimanapun, proses ekstubasi atau pelepasan selang di mulut Lisa sangatlah menyakitkan kan kemungkinan besar yang menyaksikan juga akan merasa sakit.
"Aku akan tetap disini." Ujar Jennie mantap dan diangguki semua orang yang ditanya Dokter Choi.
"Baiklah. Dokter Shin, mari kita lakukan." Dokter wanita yang memang bertugas melakukan ekstubasi pada Lisa mengangguk. Dan ketika tangan Dokter itu ingin menyentuh plaster di mulut Lisa, gadis itu melenguh. Memandang kearah tiga saudaranya yang berdiri agak jauh.
Lisa ketakutan. Tapi dia tak mau terus-menerus disusahkan dengan selang yang membuatnya ingin tersedak ketika bergerak itu.
Tangannya terulur, dan secepat kilat Jennie berlari lalu menggenggam tangan dengan infus itu. Menggenggamnya erat, seakan tahu bagaimana ketakutan Lisa.
Ini bukan pertama kali Jennie menyaksikan Lisa melakukan ekstubasi. Tapi ini untuk pertama kalinya setelah 5 tahun berlalu. Jennie kira dia tak akan menyaksikan hal menyakitkan ini, tapi dia salah besar.
"Bolehkah aku disini?" tanya Jennie pada Dokter Shin, dan Dokter wanita itu mengangguk dengan senyum lembut.
"Lisa-ya, dengarkan aku. Jangan merasa panik dan tetap tenang apapun yang kau rasakan, hm?" Dokter Choi memegang lengan Lisa. Kembali berujar lembut agar Lisa mudah mengerti dan mau menurutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...