Eunha menghembuskan napas berat sebelum memasuki ruang tari di kampusnya. Dengan wajah kaku, dia melangkahkan kaki ke dalam ruangan itu, walaupun rasanya terlalu berat.
"Saem, mari adakan audisi dan cari pengganti Lisa."
Semua tentu terkejut dengan penuturan Eunha. Pasalnya setelah mendengar kabar Lisa keluar dari klub dance, Eunha lah yang paling keras untuk menarik kembali Lisa untuk bergabung bersama mereka.
"Apa yang kau bicarakan? Bukankah kau sendiri yang bersikeras mengajak Lisa kembali? Apa kau sudah putus asa?" Bambam berbicara dengan nada tak suka. Selain Eunha, Bambam lah yang juga menolak keras Lisa keluar.
"Ne, dan tak ada gunanya kita memaksa Lisa." Ujar Eunha sedatar mungkin. Menutupi perasaan gundahnya saat ini.
"Jika kau sudah putus asa, biar aku yang membujuknya. Jangan biarkan orang lain menempati posisinya." Ujar Bambam penuh emosi, lalu meraih tas ranselnya dan melangkah ingin keluar dari ruangan itu. Tapi sayangnya, sebelum dia menyentuh pintu, tangan Eunha mencekal lengannya kuat.
"Aku bilang jangan memaksanya lagi." Geram Eunha yang entah mendapatkan rasa emosi dari mana.
"Aku harus." Kekeuh Bambam menghempaskan tangan Eunha dan berjalan keluar dari ruangan itu. Mengabaikan Eunha yang mengacak rambutnya frustasi.
.....
Jisoo sesekali membalas sapaan karyawannya dengan senyuman tipis. Lalu meletakkan ponsel pada telinga ketika sambungannya dengan Jennie terhubung.
"Tunggulah di dalam. Aku sedang membeli cemilan di seberang kantormu." Selain suara Jennie, Jisoo dapat mendengar berisiknya klakson mobil dan deru mesin beroda. Apakah Jennie membeli jajanan pinggir jalan? Tumben sekali.
"Aku akan menyusul. Akan ku ajak kau mencoba yogurt di depan kantorku. Rasanya enak,"
"Eoh, jeongmal? Cafenya terlihat sangat ramai."
"Tenang. Aku memiliki koneksi," Jisoo bisa mendengar Jennie mendesis kesal. Jisoo memang selalu sombong.
"Eoh, aku melihatku. Ku tutup, ne?" Jisoo memutuskan sambungan teleponnya dengan Jennie ketika dia sudah berada di trotoar jalan depan kantornya.
Jennie melihatnya, dan melambai dengan senyum lebar. Jisoo pun membalas lambaian itu dan ketika lampu lalu lintas berubah menjadi merah, Jisoo berjalan menyebrang dengan zebra cross bersama beberapa orang yang hendak menyebrang.
Kawasan yang memang terdapat banyak gedung kantor dan tempat makan, menjadikan zebra cross itu ramai. Bahkan tak jarang Jisoo mendapati karyawannya yang ikut menyebrang bersamanya , hendak makan siang di cafe seberang.
Sibuk mengamati Jennie yang juga menatapnya dengan senyuman, Jisoo tak memperhatikan jalan sehingga menabrak seseorang. Saat Jisoo hendak meminta maaf, orang itu sudah tak terlihat lagi.
"Sshh," ingin kembali melangkah, tetapi gadis itu merasakan perih di area perutnya. Dan saat dia memegang area itu, tangannya terasa basah.
Dia mendengar orang-orang berteriak ketika dia mengangkat tangannya. Menampakkan darah di telapak tangan itu.
"Da-Darah?" gumang Jisoo tak percaya.
"Unnie!"
Jisoo mendongak, melihat Jennie berlari kencang ke arahnya dengan wajah yang sangat panik. Jisoo ingin menyahut, mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Tapi rasa lemas menjalar ke seluruh tubuhnya. Hingga hanya gelap yang kini menyapanya.
.....
"Selidiki pelakunya. Setelah mengantar Chaeyoung dan Lisa, aku akan ke rumah sakit."
"Siapa yang sakit, Oppa?" saat hendak mengantongi ponselnya, Kris dikejutkan dengan suara Lisa yang menyapanya dari belakang. Mendadak lelaki itu gugup bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...