Suasana makan malam dikala itu sangatlah terasa tegang. Dua diantara anak gadis Kim sedang menahan amarah yang sedari tadi menggebu. Sedangkan dua kembar Kim berusaha menikmati makan malam mereka ditengah perasaan takut akan kedua kakak mereka.
"Jisoo, Jennie sudahlah. Yang terpenting semuanya baik-baik saja." Yonha sudah tidak tahan dengan tingkah keempat anaknya.
"Geure. Lisa tidak akan selalai itu dalam meminum obatnya. Lagipula ada Chaeyoung yang mengingatkan." Ibu mereka ikut menimpali. Karena memang suasananya benar-benar tak nyaman.
Bermula ketika Jisoo pulang dari kantornya dengan wajah terkekuk karena teleponnya diabaikan oleh Lisa. Gadis itu hanya khawatir, saat jam di tangannya berbunyi dan dia berniat menghubungi Lisa namun hanya operator yang menjawab. Begitu seterusnya hingga Jisoo rela meninggalkan berkas-berkasnya dan bergegas pulang.
Sesampainya di mansion, ternyata Lisa sudah di ceramahi oleh Jennie. Juga mengabaikan panggilan teleponnya hingga berkali-kali. Alasannya dia tidak membawa ponsel saat ke ruang musik.
"Arraseo. Aku selesai," Jisoo bangkit, mendorong kursinya kasar dan melangkah lebar menjauhi ruang makan.
Melihat hal itu, Lisa meletakkan sendoknya. Menyisir rambutnya kebelakang dengan wajah frustasi. Merasa tak berguna karena selalu merusak suasana hati saudara-saudaranya bahkan terkadang hanya karena masalah sepele. Seperti sekarang.
"Aku juga." Jennie ikut bangkit, melengos begitu saja meninggalkan meja makan.
Sedangkan Chaeyoung milirik saudara kembarnya penuh arti. Antara ragu dan harus untuk memberitahu perihal Lisa yang bereaksi tidak biasa ketika obatnya tidak diberikan tepat waktu.
"Appa, sebenarnya tadi--"
"Sebenarnya tadi latihan kami belum selesai. Aku harus berdiskusi bersama Chaeyoung sekarang." Lisa memaksakan senyuman pada orangtuanya, lalu menarik kasar tangan Chaeyoung dan berjalan menuju kamar.
Belum sempat masuk, Chaeyoung menghempaskan tangan kurus Lisa begitu saja. Membiarkan tubuh mereka berdiri di depan pintu kamar Lisa yang sudah sedikit terbuka.
"Kau ini kenapa? Aku hanya ingin memberitahu mereka apa yang terjadi padamu." Chaeyoung bersuara kesal.
"Untuk apa?" tanya Lisa tajam.
Chaeyoung bingung akan sikap Lisa kali ini. Kenapa saudara kembarnya itu harus bertanya? Bukankah jawabannya sudah jelas agar dia bisa ditangani secara benar.
"Kau ini kenapa?" tanya Chaeyoung dengan pertanyaan yang sama, namun kali ini dengan nada penekanan.
Lisa menghela napas. Memegang kedua bahu Chaeyoung dan menatap manik matanya dalam.
"Dengar,"Merasa bibirnya kering, Lisa memilih menjeda ucapannya hanya untuk membasahi bibirnya dengan lidah.
"Kau hanya cukup percaya padaku. Apa yang kau lihat tadi bukan hal yang serius. Sedikit lagi, Chaeyoung. Kita akan berdiri di panggung yang sama.""Lisa-ya," mata Chaeyoung mulai berair. Dia tidak bisa memikirkan hal itu sekarang. Dia takut, hanya takut jika Lisa akan pergi darinya.
"Kita akan mendapatkan tepuk tangan yang paling meriah. Percaya padaku,"
.....
Senin pagi terasa sangat menyebalkan untuk Lisa. Hujan turun dan dia harus nerasakan beberapa tetes air saat turun dari mobilnya. Ralat, mobil Chaeyoung karena saat ini Lisa tidak diperbolehkan mengendarai mobil.
Lisa sebenarnya tidak mengerti, kenapa jadwal kuliahnya dengan Chaeyoung banyak yang sama. Sehingga dia harus sering berangkat bersama Chaeyoung. Bukan tak suka, tapi Lisa hanya sedikit kesal karena pasti Chaeyoung akan menceramahinya hingga mereka tiba di kampus. Kalimat peringatan yang sama disetiap harinya. Sungguh membosankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...