Tetesan pada infus itu masih menjadi pemandangan menarik untuk Lisa. Merasa semuanya begitu membosankan sampai infus itu dia jadikan fokusnya saat ini.
Hingga suara pintu kamar mandi terbuka mampu mengalihkan pandangan Lisa.
"Kajja, Eomma akan bersihkan tubuhmu." Hanna muncul dari dalam kamar mandi, membawa satu wadah ditangannya beserta handuk kecil di pundaknya.
Lisa hanya bisa pasrah ketika Hanna membantunya untuk duduk. Lalu membuka satu persatu kancing piyamanya dengan dia bersandar pada Hanna. Tubuhnya masih sangat lemas, entah kenapa.
Tangan Hanna berhenti pada kancing ketiga. Ketika garis lurus di dada anaknya terlihat, membuat mata wanita itu tiba-tiba panas. Hingga tanpa sadar, dia menyentuh garis itu. Membuat Lisa yang tadinya sedang memejamkan mata, langsung menoleh ke arah apa yang disentuh ibunya.
"Eomma?" Hanna tersentak, lalu setetes air mata jatuh begitu saja. Mengenai pipi Lisa.
"Mian, Sayang." Hanna kembali melakukan kegiatan awalnya, meneruskan membuka kancing piyama Lisa.
"Nan gwenchana," ujar Lisa dengan senyuman di bibir pucatnya. Berusaha menyampaikan pada sang ibu jika saat ini dia masih baik-baik saja.
"Eomma tau, Lisa adalah anak yang kuat. Eomma percaya Lisa tidak akan meninggalkan eomma, eoh?"
Lisa tersenyum lebar dan mengangguk cepat.
"Ne!"Hanna terkekeh, lalu membasuh tubuh Lisa dengan handuk basah. Sangat hati-hati dan lembut, seperti takut merusak sebuah permata yang rapuh dan mudah hancur.
.....
"Nona!"
Ketika Jennie hendak membuka pintu mobilnya, seorang pria berbaju serba hitam berlari menghampirinya. Jennie tahu dia adalah salah satu bodyguard keluarganya.
"Wae?" tanya Jennie malas. Dia ingin pulang dan mandi, serta merapihkan penampilannya yang saat ini sedang lusuh. Gadis itu harus menjalankan tanggung jawabnya di kantor, terlebih kantor itu sedang dilanda masalah penggelapan dana.
"Jangan menggunakan mobil ini." Ujar bodyguard itu dengan napas terengah.
"Mwoya? Kau melarangku untuk menggunakan mobilku sendiri? Kau waras hah?" Jennie memaki bodyguard itu. Merasa kesal tiba-tiba.
"A-Aniyo. Bukan seperti itu."
Jennie mendesis marah, lalu kembali meraih pintu mobilnya yang sudah terbuka.
"Sudahlah. Aku ingin pulang,""Nona, dengarkan aku!" Bodyguard itu berseru frustasi, lalu menarik tangan Jennie keras.
"Yak! Kau berani berlaku kasar padaku?" tanya Jennie tak percaya sambil menghempaskan tangan bodyguard itu.
"Aku... Baru saja mengecek Cctv disini, dan aku melihat ada yang memotong rem mobil ini." Penjelasan bodyguard itu membuat Jennie heran. Dan tanpa basa-basi dia merunduk, melihat bagian bawah mobilnya.
Mata kucingnya membulat tatkala ada yang menetes dari bagian bawah mobilnya.
"Apa-apaan ini,"Jennie bangkit dengan wajah merah, menatap bodyguard di depannya dengan tatapan nyalang.
"Cari tahu siapa pelakunya. Aku akan pulang dengan taksi,"Setelah melihat bodyguard itu mengangguk, Jennie berjalan tergesa meninggalkan area parkir rumah sakit. Pikirannya benar-benar kacau hingga salah satu nama terpikirkan olehnya. Membuat Jennie tak sabar untuk tiba di kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...