42. Selfish

17.6K 1.8K 73
                                    

Dari balik kaca bening itu, Jisoo bisa melihat betapa tersakitinya Chaeyoung saat ini. Sudah 2 jam lamanya gadis itu berada di ruangan Lisa. Menggenggam tangan pucat adiknya.

Chaeyoung sebenarnya sudah menyalahi aturan rumah sakit. Karena jam besuk di dalam ruang ICU hanya 1 jam, namun ketika gadis itu diminta bahkan dipaksa untuk keluar, Chaeyoung akan menangis histeris. Tak ingin dipisahkan dengan Lisa walau 1 centimeter pun.

Jisoo menghela napas. Tidak tahu lagi harus berbuat apa. Pasalnya, Chaeyoung masih butuh banyak istirahat karena baru saja sadarkan diri. Tapi ketika melihat raut wajah Chaeyoung saat ini, Jisoo tahu rasanya bagaimana. Keputus asaan yang berusaha mereka tutupi dengan pemikiran positive memang lebih menyakitkan.

"Sebaiknya aku kemari 30 menit lagi," ujar Jisoo akhirnya. Karena ketika setengah jam lagi, Jisoo tak akan memandang kasihan Chaeyoung. Jisoo benar-benar akan menyeret adiknya itu untuk keluar dari ruangan Lisa.

Kaki kecilnya melangkah menjauhi ruangan Lisa. Membuka pintu ruang ICU, namun menahan tubuhnya untuk keluar ketika mendengar suara sang ayah sedang berdebat dengan Dokter Choi

"Bukankah kau bilang cuci darah akan membuatnya baik?"

Jisoo menelan salivanya kuat ketika merasa sesak yang sedari dua minggu selalu hilang timbul. Apalagi mendengar keputus asaan dari suara ayahnya.

"Yonha-ya..."

Jisoo tidak tahu apa sebabnya, tetapi air matanya sulit untuk ditahan hingga menetes begitu saja.

"Aku tidak bisa melihat Lisa kesakitan seperti ini. Aku tidak bisa memberi kalian harapan yang sia-sia," suara Dokter Choi terdengar lelah.

"Sia-sia, maksudmu?" sepertinya kali ini Yonha akan marah.

"Bisakah kau menandatanganinya saja? Ini sudah dua minggu tetapi kondisinya tidak membaik sama sekali."

"Jaga bicaramu!"

Jisoo menutup mulutnya. Menahan suara isakannya terdengar oleh dua orang yang berdiri tak jauh dari pintu ICU.

"Aku... Aku akan bertaruh apapun untuk keembuhan Lisa. Kau dengar itu? Jadi, jangan harap aku akan mengikhlaskannya begitu saja."

"Yonha-ya, lihatlah jika dia sekarang sudah menyerah. Dia sudah terlalu lelah. Kau tidak merasakan betapa sakitnya dia melakukan segala hal yang bisa membuatnya, setidaknya bernapas sampai saat ini!"

Teriakan-teriakan di lorong itu sangat menyakitin hati Jisoo. Hingga yang hanya bisa gadis itu lakukan ketika lututnya melemas adalah duduk bersandar pada sebagian pintu yang terbuka.

"Aku tidak peduli! Lakukan apapun yang bisa membuat Lisa tetap bersamaku! Kau dengar itu, Chungsa-ssi?"

Setelahnya, terdengar suara derap langkah menjauh yang Jisoo yakini adalah milih sang ayah.

"Mianhae, Lisa-ya. Unnie akan tetap memilih egois. Maaf membuatmu sakit."

Jisoo memeluk kedua lututnya erat. Ketika merasakan hatinya panas, disertai sakit yang luar biasa. Yang Jisoo sendiri pun tidak tahu cara meredamnya.

.....

Tenggorokannya terasa panas ketika minuman beralkohol itu berhasil dia teguk. Memberikan reaksi tak biasa. Menenangkan tetapi hanya mampu sesaat.

Gadis itu menggeleng, melempar gelas yang semula dia genggam. Mengakibatkan suara gaduh di ruang kerja yang kini berantakan.

"Nona, Gwenchana?" suara Bibi Ahn menelusup ke ruangan itu. Samar-samar, Tapi jelas terdengar jika wanita tua itu khawatir.

Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang