Kaki Yonha maju selangkah, dan kedua tangannya langsung menarik kerah jas putih milik Dokter Choi. Mata pria itu kian memerah dan tak lama meneteskan air mata kesakitan.
"Apa maksudmu? Bukankah kau bilang akan menyembuhkan anakku? Bukankah kau sudah berjanji, Chungsa-ya?" tatapan Yonha penuh dengan amarah, tapi suaranya amatlah lirih hingga Dokter Choi tak samggup untuk melihatnya.
"Arra," Dokter Choi menelan salivanya kuat-kuat sebelum melanjutkan ucapannya.
"Kau yang bilang sendiri jika sampai kapanpun kau tidak akan menyetujui operasi bypass pada jantung Lisa. Dan sekarang, hanya operasi itu satu-satunya jalan."
Pandangan Yonha buram karena air mata yang mengumpul. Langkahnya mundur dan dengan lemas melepaskan kerah jas Dokter Choi yang sudah kusut.
"T-Tapi Lisa--"
"Diseumur hidupnya, aku harus bilang jika kali ini adalah kondisi Lisa yang paling terburuk. Jika operasi itu tidak dilakukan, bahkan untuknya bertahan 24 jam saja akan sulit." Dokter Choi meringis ketika air matanya menetes. Melihat keadaan Lisa tadi, hatinya benar-benar teremas hingga hampir hancur.
Yonha mendongak, menatap Dokter Choi tak percaya. Berharap sahabat di depannya ini hanya bercanda mengenai kondisi sang anak.
"Naneun museowo."
"Berjanjilah untuk tidak menyetujui operasi itu apapaun yang terjadi."
Suara Lisa benar-benar memenuhi otak Yonha dan memporak-porandakan hatinya. Kali ini Yonha harus bagaimana? Dia sudah terikat janji oleh Lisa. Tapi dilain sisi, Yonha tidak mau Lisa meninggalkannya.
"Tapi yang perlu kau tau, operasi itu kemungkinan berhasil hanya sebatas 10%,"
Detik itu, Di di depan ruang ICU yang sepi kini sudah dipenuhi oleh raungan Jennie. Sedangkan Yonha, merasa dunianya sudah runtuh dan dia tak bisa menggapai apapun untuk berdiri tegak.
"Maka dari itu Yonha-ya, aku tidak akan memaksakanmu lagi. Ayo lepaskan Lisa dari kesakitan dan biarkan dia bahagia di tempat lain."
Yonha menggeleng pelan, tubuhnya meluruh ke lantai. Berlutut di depan Dokter Choi dan meremas celana bagian bawah milik sahabatnya itu.
"A-Aku mohon, selamatkan anakku. Apapun yang kau minta akan kuberikan. Tolong aku, Chungsa-ya. Aku tidak mau kehilangan Lisa," Yonha menangis, meratapi keputus asa'annya. Ingin menyalahkan takdir tapi sayangnya dia tak mampu.
Dokter Choi menggigit bibir bawahnya. Merasa sakit melihat sahabatnya seperti kehilangan segala hal dalam hidup. Kemudian, Dokter Choi berjongkok. Menyamai posisinya dengan sang sahabat. Memegang kedua bahu ayah 4 anak itu.
"Yonha-ya, Lisa sudah terlalu banyak berjuang, selama ini. Dan mungkin, dia sudah lelah. Aku tidak bisa melihatnya terus dipaksa untuk tetap bersama kita. Kali ini, jangan pikirkan egomu. Pikirkan kebahagiaan Lisa."
Tangis Yonha semakin keras. Dia menatap lantai rumah sakit yang kini basah oleh air matanya. Meremas lengan sahabatnya ketika di otaknya penuh dengan segala hal tentang Lisa. Bagaimana anaknya itu tertawa, menangis, dan merajuk. Semua kini berputar bagai kaset rusak.
"A-Aku--"
"Aniyo!" Jennie berteriak membabi buta. Membuat Yonha dengan tenaga tersisa berdiri tegak. Menghampiri Jennie yang kini sudah begitu kacau.
"Appa, setujui operasi itu. Walaupun keberhasilannya hanya 1% sekalipun, tetap lakukan untuk Lisa." Ujar Jennie menggebu-gebu.
"Jennie--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...