Jisoo yang semula terfokus pada layar ipadnya, langsung menoleh ke arah Lisa yang kini duduk bersandar dengan sesekali terbatuk. Merasa adik bungsunya kurang baik, Jisoo meletakkan ipad itu ke dalam tas nya, lalu bergeser kearah Lisa.
"Gwenchana?" tanya Jisoo khawatir. Sedangkan adiknya itu hanya mengangguk sambil melihat ke arah jendela mobil yang menampakkan gedung-gedung tinggi kota Seoul.
Saat ini kedua gadis itu sedang berada dalam perjalanan pulang menuju mansion. Jisoo memang hari ini mengambil cuti kerja untuk menemani Lisa melakukan cuci darah dan juga check up. Mereka berangkat pukul 8 pagi dan baru pulang menjelang sore.
"Apa kau memakan atau meminum sesuatu yang aneh tadi?" tanya Jisoo penuh selidik. Takut jika Lisa mengkonsumsi sesuatu yang dilarang untuknya.
"Aniya, Unnie. Aku kan bersamamu terus," ujar Lisa yang membuat Jisoo kembali berpikir keras.
"Ini batuk biasa. Sepertinya aku akan flu," ujar Lisa berusaha menyamankan diri di bangku mobil itu.
.....
"Kau sedang membuat apa, Unnie?" malam itu Jennie baru saja tiba di mansion setelah seharian berada di kantor. Tak sengaja melihat sang kakak sedang berkutat dengan sesuatu di dapur saat dirinya hendak mengambil air dingin.
"Lemon tea hangat. Sedari sore Lisa terus batuk, tidak berhenti."
Jennie yang ingin minum, seketika menghentikan aktifitasnya. Melangkah mengikuti Jisoo dari belakang dengan langkah yang sama cepat dengan sang kakak.
"Sudah memanggil Dokter Choi?" tanya Jennie panik. Ketika pintu kamar Lisa terbuka, dia langsung mendapati sang adik bungsu batuk dengan napas berat serta Chaeyoung yang terus mengusap punggungnya.
"Uhuk-- uhuk," Jisoo duduk di pinggir ranjang Lisa. Membantu adiknya bangun dan meminumkan Lemon tea yang baru saja dia buat.
"Sudah. Aku juga sudah menghubungi Eomma dan Appa," setelah mengatakan itu, Jisoo hendak membantu Lisa berbaring kembali. Namun sang adik menolak, lebih memilih duduk bersandar pada kepala ranjang.
"Wae?" tanya Jisoo semakin khawatir ketika Lisa memejamkan mata dengan kerutan di dahinya.
"Aniya, Unnie..." Lisa terlihat menarik napasnya yang terdengar berat.
"Nan gwenchana," mata bulat itu kembali terbuka. Dengan senyum yang dipaksakan untuk muncul walaupun terasa sangat berat.
"Aku benci ini." Lirih Chaeyoung menatap tajam Lisa. Lalu berjalan keluar dari kamar kembarannya. Menimbulkan tiga tatapan sendu yang terfokus pada kepergian gadis blonde itu.
Lisa lebih dulu melepaskan pandangan dari arah pintu. Mengepalkan tangannya begitu erat hingga tangan putih itu perlahan berangsur menjadi merah. Lalu kembali memejamkan matanya menahan air mata yang begitu ingin keluar karena diakibatkan rasa sakit di hatinya. Bukan. Bukan karena tatapan Chaeyoung, bukan karena ucapan Chaeyoung, juga bukan karena Chaeyoung pergi begitu saja dari hadapannya. Tapi Lisa merasa sudah terlalu jauh menjadi seorang pengecut di muka bumi ini. Pengecut yang dengan seenaknya menciptakan luka di masing-masing hati kakaknya. Seandainya Lisa adalah gadis normal, dia tak akan sefrustasi sekarang. Tak akan senaif sekarang. Yang terus berucap jika dirinya baik-baik saja, tapi kenyataannya tidak.
"Jangan dipikirkan. Chaeyoung hanya lelah," Jisoo mengusap tangan kanan Lisa yang terkepal. Menggenggamnya erat ketika kepalan itu tak kunjung berhenti.
"Aku akan bicara pada Chaeyoung." Jennie menatap tangan Lisa yang masih terkepal dengan tangan Jisoo di atasnya sejenak, lalu beranjak keluar mengejar Chaeyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...