Musim gugur tiba tepat setelah satu minggu kepergian Lisa. Daun-daun mulai berguguran, angin lembut mulai bertiup, dan suasana musim gugur ini tak akan seindah tahun lalu atau tahun-tahun sebelumnya. Musim kesukaan Lisa. Yang kini menggambarkan diri Lisa saat ini. Mulai berguguran seiring berjalannya waktu.
Kehilangan seseorang yang sangat kau sayangi adalah ujian hidup terberat. Dimana kau rasanya tidak memiliki tujuan hidup, dan selalu mengutuk Tuhan serta takdir. Merasa hidup ini begitu tak adil.
Tangan putih itu meraih frame foto yang ada di meja kerjanya. Duduk bersandar seraya memandangi wajah Lisa yang tercetak dengan senyum manis disana.
"Kenapa? Kenapa harus Uri Lisa? Kenapa tidak orang lain saja?" itulah kalimat yang selalu Jisoo ucapkan ketika merasa begitu sakit kehilangan Lisa. Tidak terima. Tentu saja, siapa yang terima jika orang tersayangmu direnggut oleh kematian? Bahkan kau tidak bisa memeluknya lagi, tidak bisa berbicara dengannya lagi, dan tidak bisa saling melempar senyuman hangat seperti biasa.
"Aku menyayangimu, Unnie,"
"Aku lebih menyayangimu Lisa-ya." Jisoo menggigit bibir bawahnya ketika dia mulai mengingat suara Lisa.
"Aku bahagia memiliki kakak sepertimu,"
"Aku lebih bahagia memiliki adik sepertimu, Lisa-ya." air mata Jisoo mulai meluncur keluar satu persatu ketika bayangan wajah Lisa mulai tampil di kepalanya.
"Jika aku dilahirkan kembali, aku akan memilih tetap menjadi adikmu."
Jisoo meraba pipi kirinya. Dimana seminggu yang lalu Lisa mengecupnya untuk yang terakhir kali. Seketika itu, tangis Jisoo pecah. Memeluk frame Lisa dengan erat. Seakan ada yang ingin merebut benda itu darinya.
"Aku merindukanmu. Tidak bisakah kau kembali?"
.....
Berbeda dengan Jisoo yang memilih berdiam di kantor, Jennie enggan untuk mengurus kantornya. Membiarkan kekacauan terjadi dan dirinya yang mungkin sudah dicaci oleh pemegang saham perusahaan itu.
Pagi itu mansion memang cukup sepi. Jennie dengan langkah gontai berjalan menuju kamar Lisa. Melewati begitu saja kamar Chaeyoung, dimana ada suara adiknya yang terus menangis disana.
Jennie memutar knop pintu dengan ragu. Ini pertama kalinya sejak Lisa pergi, dia memasuki kamar itu. Aromanya masih sama dan tidak memudar sama sekali. Aroma buah-buahan yang manis, yang selalu melekat ditubuh adik bungsunya.
Kedua mata Jennie memandangi seluruh isi kamar megah itu. Terdapat beberapa piala kejuaraan dance terpajang. Mengingatkan Jennie akan impian besar Lisa.
Air matanya menetes, namun Jennie tidak terisak. Dia masih mampu mengendalikan dirinya. Lalu memilih berjalan kearah lemari pakaian Lisa. Membukanya dan meraih salah satu hoodie Lisa.
"Apakah kau akan marah jika Unnie belum mengikhlaskanmu?" Jennie menunduk ketika air matanya semakin banyak yang berjatuhan. Meremas hoodie itu ketika rasa sakit akan kehilangan mulai timbul lagi.
"Bogoshipo," lirih Jennie kemudian memeluk hoodie berwarna hijau tua itu. Menghirup aroma Lisa yang begitu melekat. Hingga rasanya Jennie seperti sedang memeluk Lisa.
.....
Frame foto itu masih setia dia peluk. Tentu dengan diiringi isak tangis yang sulit sekali Chaeyoung hentikan. Gadis itu sakit, gadis itu putus asa, hingga Chaeyoung benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Sekarang aku harus bagaimana, Lisa-ya?" lirih Chaeyoung dengan suara gemetar. Tidak ingin makan, tidak ingin tidur, dan tidak ingin melakukan apapun selain menangis dan memeluk frame Lisa membuat gadis itu seperti mayat hidup. Kadang kala histeris mencari Lisa, namun kadang kala diam dengan pandangan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Ties ✔
FanfictionSeberapapun jarak yang akan menghalangi mereka, mereka tetaplah saudara sedarah. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun. "Maafkan aku." - Kim Jisoo/Jisoo Kim "Aku menyayangi kalian." - Kim Jennie/Jennie Kim "Aku iri." - Kim Cha...