38. Destiny

15.6K 1.8K 133
                                    

Keempat gadis itu berlari sekuat tenaga untuk menghindari Daehi dan anak buahnya yang kini mengejar mereka. Langkah-langkah kaki yang cepat itu menelusuri hutan yang gelap. Baru menyadari jika mereka disekap di gudang yang berada jauh dari jalan raya.

Merasa Daehi tak terlihat lagi, Lisa menghentikan larinya. Diikuti ketiga kakaknya.

"Kita tidak bisa seperti ini terus-menerus," ujar Lisa dengan napas yang memburu. Berlari adalah salah satu pantangannya, membuat dia kini merasa oksigen disekitar semakin menipis.

"Maksudmu, Lisa-ya?" tanya Jennie tak mengerti.

"Kita berpencar. Jika kita terus bersama, kita akan semakin lama mencari jalan keluar."

Jisoo menggeleng cepat. Sungguh tidak setuju dengan usulan adik bungsunya.
"Tidak. Aku tidak mau mengambil resiko yang besar. Kau sedang tidak baik, Lisa-ya. Saling berpencar adalah pilihan yang buruk."

Lisa meraih tangan Jisoo. Mengusapnya untuk meyakinkan sang kakak jika mereka tak punya pilihan lain.

"Jika kita bergerombol seperti ini akan lebih menarik perhatian mereka. Kita akan terbagi dua. Aku pergi bersama Chaeyoung. Kalian bisa menghubungi ponsel Chaeyoung jika menemukan jalan keluar terlebih dahulu. Ponselku mati," Lisa terdiam sejenak. Mengangkat ponselnya yang kini kehabisan daya.

"Unnie, kumohon. Ini demi kita semua. Kau tidak ingin kan, kita mati sia-sia disini?" tanya Lisa memohon. Gadis itu sudah putus asa dengan lebarnya hutan itu. Jika mereka tetap memilih bersama, resikonya akan lebih besar.

"Arra, jaga diri kalian baik-baik. Unnie berjanji kita semua akan selamat." Ujar Jennie akhirnya. Membuat Jisoo mau tak mau harus menyetujui usulan adik bungsunya itu.

"Chaeng, ponselmu masih berfungsi kan?" tanya Lisa.

Chaeyoung mengangguk, menunjukkan ponselnya yang masih menyala. Lalu ketika mendengar langkah kaki semakin mendekat, buru-buru dia memasukkan ponselnya ke saku celana belakang. Tak menyadari jika ponsel itu tidak berhasil masuk, namun jatuh begitu saja ke atas dedaunan kering.

"Ayo!" keempatnya berlari menghindari Daehi yang kini telah melehat mereka. Terbagi ke dua arah yang berbeda dan mengerahkan semua tenaga untuk berlari kencang di tengah dinginnya embun pagi.

.....

Daehi berhenti sejenak. Menggeram marah karena kehilangan jejak keempat keponakannya di dalam hutan itu. Penerangan masih sangat minim karena matahari belum memunculkan dirinya karena jam masih menunjukkan pukul 4 pagi, membuat Daehi terasa sulit untuk menemukan keempat gadis itu.

"Bedebah! Kalian berpencar dan temukan mereka!" Perintah Daehi penuh amarah.

Keempat pria berbadan besar itu berlari terbirit-birit meninggalkan Daehi sendiri. Mencari apa yang membuat Tuan mereka murka.

Usianya yang tak lagi muda membuat Daehi merasa sangat lelah karena telah berlari terlalu jauh. Ditambah kepala serta tengkuknya yang masih terasa sakit akibat pukulan dari Lisa.

Kali ini, lelaki itu benar-benar berlaku diluar batas. Menyekap keempat keponakannya adalah hal yang tak akan diampuni oleh keliarganya. Tapi Daehi sudah terlalu murka, hingga akal sehatnya memudar karena rasa sakit yang dia terima.

"Jennie, Yonha. Aku akan menghancurkan kalian hingga titik terendah. Aku bersumpah," geram Daehi lalu mengusap wajahnya yang penuh keringat.

Lalu ketika telinganya mendengar suara ranting terinjak, Daehi mengedarkan pandangannya. Tersenyum sinis pada sebatang pohon besar yang tak bisa menutupi tubuh dua orang secara sempurnya.

Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang