12. Request

23.8K 2.2K 47
                                    

Lisa memasukkan alat tulisnya ke dalam tas, dan berjalan keluar kelas mengikuti teman-temannya yang lain. Tapi tanpa disangka, sebuah tangan mencengkram lengannya sangat erat. Membuat Lisa terkejut sekaligus meringis.

"Kita perlu bicara." Suara datar Bambam membuat Lisa merinding. Seumur-umur baru kali ini dia mendengar Bambam berbicara sedatar itu. Oh ayolah, lelaki itu dikenal sangat ceria dikalangan teman-temannya.

"Tidak perlu menarikku. Bicaralah sekarang." Lisa menghempaskan tangan Bambam ketika mereka sampai di koridor kampus.

"Kau tidak mau memberiku alasan mengapa kau meninggalkan group dance kita?" tanya Bambam dengan wajah memerah. Apakah lelaki itu marah?

"Tidak ada."

Bambam menggertakkan giginya, lalu meraih kembali lengan Lisa dan meremasnya kuat. Membuat Lisa meringis kesakitan.

"Kau mempermainkan kami?"

"Tidak bisakah kau mengerti tanpa harus bertanya, Bambam-ah?" Lisa melirih. Dia tidak mau Bambam mengetahui alasannya keluar dari group dance, tapi disatu sisi Lisa ingin Bambam mengerti dan tidak menuduhnya yang tidak-tidak.

Sahabat lelaki Lisa itu mengendurkan genggaman pada lengannya, lalu menghela napas berat.
"Maka dari itu beritahu aku, dan aku akan mengerti."

Lisa menggeleng pelan, membuat Bambam merasa sangat kecewa. Dia melepaskan lengan Lisa lalu meninggalkannya tanpa berucap apapun.

"Mianhae, Bam-ah."

Setelah mengatakan itu, Lisa merasakan seseorang memeluknya. Dari aroma yang ia hirup, itu adalah aroma milik saudara kembarnya.

"Jangan terlalu sedih, kontrol emosimu." Ujar Chaeyoung sambil mengusap punggung Lisa.

"Aku sedih Chaeyoung-ah. Tidak bisakah aku menangis sekeras mungkin?" suara Lisa bergetar, membuat Chaeyoung tidak bisa menahan airmatanya untuk keluar.

"Aniyeo."

Chaeyoung merasakan jika Lisa menarik napasnya. Mungkin berusaka mengatur emosional di dalam dirinya. Ada rasa sesak yang Chaeyoung rasakan. Disaat seseorang sedih, maka dia harus menangis sesukanya untuk melegakan perasaan itu. Dan sebaliknya, jika orang bahagia maka dia harus tertawa sepuasnya. Tapi Lisa tidak bisa melakukan itu. Emosionalnya harus terus terjaga stabil jika tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi. Dia tidak bebas.

.....

Rapat itu sudah berjalan hampir satu jam, tapi Jennie tidak bisa memfokuskan dirinya. Beberapa kali dia salah bicara, bahkan salah membuka file presentasinya pada client.

"Nona Jennie, jika begini caranya aku membatalkan untuk menaruh modal di perusahaanmu." Client itu lalu berjalan pergi tanpa ucapan pamit. Meninggalkan Jennie dengan beberapa staff kantor dan petinggi perusahaan itu.

"Kinerjamu sangat buruk, Jennie-ssi." Yang bersuara sinis itu adalah sepupu Jennie. Anak kandung dari pamannya. Namanya Nancy Kim.

Jennie hanya bisa memijat pelipisnya. Benar-benar frustasi dan hampir gila. Hanya untuk memikirkan adiknya saja Jennie bisa sehancur ini.

"Kau tampaknya lelah. Jika tak sanggup, berikan posisimu pada ayahku saja." Jennie mendesis mendengar ujaran sepupunya itu. Benar-benar busuk. Sedari dulu keluarnya memang mengincar posisi Jennie. Bahkan Jennie tahu jika ayah Nancy pernah menyewa pembunuh bayaran untuk mencelakainya, tapi lihatlah. Jennie masih kokoh di posisinya sekarang. Jika Jennie ingin, dia bisa melaporkan kegilaan pamannya itu pada sang ayah. Tapi Jennie sangat baik hati, dia tak mau keluarga besar Kim Jihwang hancur hanya karena berebut kekuasaan.

Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang