16. Broken Heart

22.8K 2K 88
                                    

Jisoo sebenarnya sangat ingin jika harinya tidak direcoki dengan berbagai berkas pekerjaan. Berangkat pagi, pulang sore bahkan terkadang malam membuat Jisoo sedikit tertekan. Hei, dia baru berumur 23 tahun. Tapi sudah memiliki tanggung jawab yang begitu besar. Seandainya dulu dia tak mengikuti keinginan sang ayah, mungkin Jisoo tidak sepusing ini.

"Sajangnim, ada yang ingin bertemu." Sekretarisnya muncul dari balik pintu, membuat Jisoo melepas kacamatanya dan memijat pangkal hidungnya. Semoga kali ini bukan rekan bisnis yang akan protes.

"Silahkan, Tuan." Sekretaris Jisoo mempersilahkan orang itu masuk. Dan membiarkan Jisoo dan pria itu memiliki ruang mengobrol berdua dengan meninggalkan ruangan.

"Chagiya,"

Tuhan, rasanya Jisoo ingin berteriak sekencang-kencangnya. Pria itu, benar-benar ingin Jisoo bunuh sekarang juga karena sudah menghancurkan moodnya yang memang sudah jelek dari awal.

Brakk

"Berani kau menampakkan wajah brengsekmu di depanku?!"

Jisoo menggebrak meja. Melontarkan cacian yang membuat Jinyoung terkejut bukan main. Ini bukan Jisoonya yang dulu, sungguh.

"Ji-Jisoo-ya?"

Jisoo bangkit dari duduknya, meraih segelas air putih dari atas meja kerja dan menyiramkan isinya ke wajah Jinyoung.

"Kau ingin mati di tanganku hah?!" Jisoo berteriak, membanting gelas yang mulanya dia genggam.

"Ji-Jisoo-ya, kau ini sebenarnya kenapa?" tanya Jinyoung gemetar. Baru kali ini dia melihat Jisoo murka. Selama mereka menjalin hubungan, Jinyoung mengenal Jisoo sebagai pribadi yang pendiam dan lembut.

Jisoo mendesis marah. Tangannya menarik kerah kemeja Jinyoung, membuat lelaki itu merasa sedikit terkekik karena ulahnya.

"Kau... Kau sudah berani menghianatiku, dan sekarang kau muncul dengan seenaknya. Kau pikir aku sudah tidak sakit hati? Tidak tahu diri!" Jisoo melepaskan kerah pakaian Jinyoung, lalu menamparnya keras hingga tangannya berbekas di pipi Jinyoung.

"Pergi! Atau kau akan menyesal karena berani bermain dengaku." Jisoo berbalik mengusap wajahnya yang terasa panas. Tak berapa lama, sebuah pelukan dari belakang membuatnya terkejut.

"Jisoo-ya, jangan seperti ini. Aku minta maaf. Aku hanya lelah dan butuh bermain sejenak saat itu. Tapi percayalah, cintaku hanya padamu." Jinyoung meletakkan dagunya di atas bahu Jisoo, berusaha mencari kenyamanan disana.

"Lepas!"

Jisoo menjauh, meraih gagang telepon dan menghubungi bagian keamanan. Tak lama, 4 security masuk dan memberi hormat pada Jisoo.

"Bawa pria gila ini. Aku muak melihatnya," ujar Jisoo sembari duduk di kursi kebesarannya.

Empat security itu tak langsung mengikuti perintah Jisoo. Ada rasa takut karena Jinyoung adalah salah satu anak pembisnis ternama, ditambah mereka tahu jika Jinyoung adalah kekasih pimpinan mereka.

"Kalian ingin ku pecat?" Jisoo sudah geram dan keempat security itu langsung nenyeret Jinyoung yang terus meneriaki nama Jisoo.

"Aku bisa gila," gumang Jisoo. Dia berpikir sejenak, lalu kembali meraih gagang telepon kantornya.

"Putuskan kontrak dengan JY Group. Jangan banyak tanya dan cukup lakukan tugasmu." Setelah terputus, Jisoo melempar telepon kantornya asal.

"Ku harap dia tak merecoki ku lagi."

.....

Lisa menghentikan laju mobil putihnya diparkiran sebuah cafe. Mengusap sejenak stir mobil kesayangannya itu. Tidak mudah untuknya bisa membawa kendaraan ini sendirian. Dia harus mengancam anggota keluarganya dahulu agar bisa menunggangi kesayangannya ini.

Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang