5. Ramen and Cola

28.9K 2.8K 87
                                    

Hanna baru saja tiba di mansionnya pukul 3 sore setelah melakukan perjalanan bisnis ke Paris. Wajahnya terlihat lelah dengan tangan yang sedari tadi memijat tengkuk.

"Ingin kubuatkan teh hangat, Nyonya?" salah seorang maid menatap kasihan majikannya itu.

"Tidak. Aku hanya perlu air dingin." Hanna berjalan kearah lemari pendingin. Namun saat tangannya hendak meraih botol air mineral, matanya malah teralihkan pada banyaknya kaleng soda di dalam lemari es itu.

"Bibi Ahn!" Hanna berteriak memanggil kepala maid di mansion itu. Tak lama, seorang wanita paruh baya berlari terpogoh-pogoh menghampirinya.

"Ada apa, Nyonya?" Bibi Ahn menatap takut pada Hanna yang terlihat marah. Padahal setahunya dia maupun anak buahnya tak melakukan kesalahan hari ini.

"Siapa yang menaruh soda sebanyak ini?" Hanna membuka pintu lemari es lebar-lebar agar Bibi Ahn dapat melihatnya.

"I-Itu..." Bibi Ahn tergagap. Tangannya mendadak gemetar takut untuk menjawab.

"Bibi Ahn?" mata Hanna kini dipenuhi kilat amarah, namun dengan sekuat tenaga ia tahan. Biar bagaimana pun Bibi Ahn sudah bekerja untuknya sebelum anak-anak lahir. Dia harus menghargai kesetiaan wanita paruh baya itu.

"I-Itu.. Milik anak-anak." Bibi Ahn meringis dalam hati. Ini baru pertama kalinya Hanna pergi ke dapur sendiri dan membuka lemari es yang berisi stok soda milik anak gadis di rumah itu. Hanna sangat melarang anak-anaknya mengkonsumsi makanan maupun minuman yang tidak sehat. Tapi semenjak dia sibuk bekerja, dia tak terlalu ketat mengawasi anak-anaknya. Bahkan dia bisa kecolongan seperti ini.

"Bibi Ahn, kenapa kau tidak melarangnya? Tidak baik mengkonsumsi soda sebanyak ini untuk mereka." Nada suara Hanna mulai melembut, namun tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Dia sudah mempercayai Bibi Ahn untuk menjaga anak-anaknya.

"Maafkan aku, Nyonya." Bibi Ahn menunduk. Sedangkan Hanna menghela napas pasrah seraya berjalan mundur untuk bersandar di meja dapur. Tapi kakinya menyandung sesuatu dibawah meja. Membuat wanita empat orang anak itu menunduk. Menarik salah satu kardus di bawah sana.

Bibi Ahn terbelalak melihat tangan majikannya meraih dua bungkus ramen instan dari kardus itu. Mengangkatnya tinggi-tinggi dua bungkus itu dengan wajah memerah.

"Kau tau kan aku sangat membenci makanan seperti ini? Tapi kenapa sekarang ada banyak sekali di dalam mansionku? Kau bisa menjelaskannya Bibi Ahn?"

Bibi Ahn merutuki dirinya sendiri. Dia sudah melanggar peraturan Nyonya besarnya yang melarang adanya makanan instan di mansion itu. Walaupun nyatanya itu milik anak majikannya sendiri.

"Maafkan aku, Nyonya. Aku sangat bersalah." Bibi Ahn berujar lirih. Tak tahu lagi kata apa yang harus dia keluarkan selain maaf.

"Milik siapa ini?" tanya Hanna tegas. Jika makanan itu milik salah satu maidnya, maka dengan senang hati dia akan mengeluarkan makanan sekaligus pemiliknya keluar dari mansion itu.

"Mi-Milik anak-anak juga, Nyonya."

Tangan Hanna melemas. Lalu wanita itu tertawa miris. Membanting dua bungkus ramen instan itu ke lantai.

"Eomma? Ada apa?" Jisoo berlari dari ruang tamu menuju dapur setelah mendengar suara yang cukup keras.

Tapi bukannya mendapatkan jawaban, Jisoo malah mendapatkan tamparan keras di pipi kirinya. Sangat perih hingga dia meneteskan air mata.

"Ny-Nyonya?" Bibi Ahn tergagu menyaksikan betapa kasarnya tamparan itu mengenai pipi Jisoo.

"Kau tau kesalahnmu apa?"

Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang