'Akhir yang bahagia', kalimat itu cocok untuknya. Apakah ia bisa menjadi akhir yang bahagia untuk perempuan itu atau malah sebaliknya? Pertanyaan tanpa jawaban itu terus terngiang dalam benaknya setiap kali menatap perempuan cantik di hadapannya.
Tak masalah jika ia memang tidak bisa berada di sisi perempuan itu lebih lama. Orang lain akan berada di sisinya dan menjadi akhir yang bahagia untuknya, bukan?
Melihatnya bahagia sudah lebih dari cukup, ia tidak akan berani meminta lebih.
Ia bersimpuh menatap wajah polos yang sedang terlelap di atas sofa itu, tak tega untuk membangunkannya. Sydney pasti tertidur saat menunggunya pulang.
"Persis seperti desert eagle," gumam Luigene menyamakan perempuan itu dengan sebuah senjata api, "Cantik dan mematikan, tidak sembarang orang bisa memilikinya."
Setelah puas mengamati setiap lekuk wajahnya, Luigene membawa tubuh perempuan itu dalam gendongannya dengan hati-hati, berusaha untuk tidak membangunkannya.
"Kau sudah kembali?" tanya Sydney tepat saat Luigene menaruh tubuhnya di atas tempat tidur.
"Maaf karena sudah mengganggu tidurmu." Mendudukan tubuhnya di sisi perempuan itu. "Lain kali jangan menungguku dan tidurlah di kamar."
Bagaimana jika ia tidak kembali?
"Aku sudah berjanji untuk menunggumu."
"Nyatanya kau tertidur," ledek Luigene mencubit hidung perempuan itu gemas.
Seperkian detik kemudian air wajah perempuan itu berubah teringat bagaimana pria itu berpamitan sebelumnya. "Kau baik-baik saja bukan?" Secara spontan menarik kaos yang Luigene kenakan, ingin memastikan langsung jika pria itu tidak terluka.
"Ternyata kau semesum ini?" Tawa Luigene membuat wajah Sydney memerah malu, menyadari apa yang tengah ia lakukan. "Apa kau sedang berusaha melucutiku?"
"Hilangkan pikiran kotormu, aku hanya ingin memastikan jika kau tidak terluka."
"Aku yakin kau ingin melihat tubuhku."
Seketika kekhawatiran Sydney lenyap, ia memukul tubuh pria itu dengan kesal. "Kau terlalu percaya diri."
"Ini sudah sangat larut, kembalilah tidur." Merebahkan tubuhnya, kali ini Luigene ikut berbaring.
"Elus kepalaku," pinta Sydney memeluk tubuh Luigene erat.
"Manja." Meski begitu, ia tetap mengelusnya. "Apa kau tidak bosan terkurung di rumah ini?"
"Ketika kau pergi tadi, aku merasa bosan."
"Besok aku akan membawamu pergi."
"Apakah akan aman jika kita keluar?" Pertanyaan itu seakan menampar Luigene. Kehidupan seperti inikah yang akan ia berikan kepada Sydney?
Bersamanya tidak membuat Sydney mendapatkan kebebasan yang perempuan itu inginkan. Sebaliknya justru membawanya hidup dalam persembunyian seperti yang selalu ia lakukan.
"Tak perlu mengkhawatirkan apa pun, aku sudah memastikannya."
"Lujin, kau pernah berkencan sebelumnya?"
"Aku tak memiliki banyak waktu untuk melakukan itu." Faktanya ia memang tidak pernah berkencan atau mengencani siapa pun.
"Menyedihkan." Ada sedikit perasaan senang ketika mendengarnya, tak bisa membayangkan perempuan lain mendapatkan perlakuan manis dari pria itu. "Kalau begitu apa kau pernah mencintai seseorang?"
"Hm," gumam Luigene mengiyakan. Pria itu juga manusia yang memiliki hati, tentu ia pernah mencintai seseorang.
"Siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Luigene: SECRET SENTINEL
Любовные романы[COMPLETED] Kisah ini diambil dari surat-surat milik mantan Putri Mahkota Inggris, Sydney Anaraya dalam buku hariannya. Hingga saat ini tak ada yang tahu pasti keberadaan Putri Sydney setelah surat terakhirnya yang tak pernah selesai-meninggalkan n...