"Katakan sejujurnya, seberapa jauh kau sudah mengingatnya?" Suara Luigene terdengar menggema seolah melesat masuk menembus pendengaran Sydney, kepalanya pusing berharap bahwa ia salah mendengar.
"A-Apa maksudmu?" tanya Sydney terbata masih berusaha menjaga perannya dengan sempurna, "Mengingat apa?"
"Untuk apa berbohong lebih lama? Aku sudah mengetahuinya, sejak saat aku melihatmu menangis di rumah sakit. Untuk apa berbohong dan berpura-pura kehilangan ingatanmu?"
Bagai panah yang menembus ulu hatinya, ia terkejut bukan main mendengar semua ucapan Luigene, pria itu sudah mengetahui segalanya dan tetap diam.
Luigene mengetahui segalanya saat melihat Sydney menangis di rumah sakit, hari di mana ia mendapatkan kembali beberapa ingatannya. Sydney pikir tidak ada yang melihatnya, ternyata Luigene mengetahuinya.
"Selama ini aku berusaha untuk memahamimu, mempertanyakan alasanmu melakukan itu tetapi aku tidak bisa mengerti, mengapa?"
Berusaha menyangkal tuduhan yang Luigene layangkan, "Aku tidak berbohong."
"Kau mengingatku, kau mengingat semuanya, kau mengingat apa yang terjadi, lalu berpura-pura tidak mengingatnya."
"Setelah tersadar, aku memang sempat melupakan sebagian ingatanku, tetapi aku mengingatnya kembali."
"Lalu mengapa? Mengapa kau tidak memberitahu semua orang dan berpura-pura memainkan peranmu?"
Sydney tertunduk, tak bisa menjawab.
"Apa kau sangat membenciku?" tanya Luigene lagi sontak membuat wanita itu mengadah, menatap Luigene.
"Lui," panggil Sydney lembut, "Ini tidak ada hubungannya denganmu," berusaha meluruskan kesalahpahaman itu, secara tidak langsung ia mengakui segala ucapan Luigene tadi.
"Lalu mengapa? Apa alasannya, setidaknya beritahu aku," desak Luigene, "Jangan biarkan aku tenggelam dengan tanda tanya dan perasaan bersalah."
"Sekarang aku memiliki Kaysca, sekarang aku adalah seorang ibu, Lui," jelas Sydney berusaha untuk merajut kata yang tepat, "Semua kekacauan yang terjadi akibat kebodohanku di masa lalu, Romeo berusaha memperbaikinya sedangkan aku? Aku tidak memiliki cara lain untuk melindungi putriku dan rumah tanggaku selain berpura-pura."
"Kebodohanmu di masa lalu? Apa mencintaiku adalah kesalahan dan kebodohan bagimu?"
Sydney menggeleng, "Perasaanku untukmu bukanlah sebuah kesalahan maupun kebodohan, tetapi caraku yang salah."
"Apa menurutmu ini cara yang terbaik untuk memperbaikinya? Dengan membodohi Romeo, dia melakukan berbagai upaya untuk menyembuhkanmu."
"Aku tidak bermaksud untuk membodohi Romeo, aku hanya berusaha untuk memperbaiki rumah tangga kami."
Sydney tau betapa jahat dirinya karena melakukan semua ini, tetapi satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan putrinya dan rumah tangganya hanyalah memainkan peran.
Sejujurnya, kehilangan ingatannya adalah berkah tersendiri untuknya. Malam di mana ia mendapatkan kembali ingatannya adalah kutukan untuk Sydney, karena ia tidak bisa menahan rasa duka dan kesedihan yang menyelimutinya.
Berbagai penyesalan atas kebodohannya sendiri di masa lalu menciptakan kekacauan yang merugikan banyak pihak, sementara itu Romeo lah yang harus sibuk memperbaikinya.
"Jadi ini keputusanmu, meski Romeo melepasmu, kau tetap akan bertahan di sisinya?"
Sydney memang mencintai Luigene, tetapi keadaan sudah berbeda. Saat itu, yang ia pikirkan hanyalah menyelamatkan putrinya yang tidak bersalah, Sydney tidak bisa mengorbankan masa depan putrinya. Dan, saat itu ia merasa bersalah pada Romeo, satu-satunya cara untuk membalasnya adalah memainkan peran sebagai istri yang mencintai pria itu.
"Bukankah ini yang kau mau Sydney, berpisah dari Romeo? Bagaimana dengan semua rencana yang kau buat bersamaku, semua hal yang sudah kau janjikan kepadaku?"
Lagi dan lagi, Sydney hanya bisa diam. Lidahnya terlalu keluh untuk memberikan jawaban, bahkan untuk sekedar mengangguk rasanya berat.
"Untuk terakhir kalinya, apa kau tetap akan memilih Romeo?"
Namun, semua ini tidak akan berakhir jika Sydney terus diam. Satu-satunya cara adalah memberikan kepastian pada Luigene, maka dari itu dengan mantap Sydney mengangguk.
"Ya, Lui."
Dua kata itu sukses membuat bahu Luigene merosot, sudut bibirnya tercubit, memaksa dirinya untuk tersenyum.
Ia tidak bisa memaksa, dan ia tidak ingin memaksa. Namun jelas, Luigene merasa cukup kecewa dengan jawaban yang wanita itu berikan.
Mereka bisa bersama, namun Sydney enggan memperjuangkannya. Hanya Luigene yang masih memperjuangkan wanita itu.
Tanpa mengatakan apa pun, Luigene kembali melajukan mobilnya. Suasana di dalam mobil menjadi sangat hening karena Sydney juga tidak mengatakan apa pun, ia bisa merasakan kemarahan dan kekecewaan Luigene.
Sydney tidak tau ke mana Luigene akan membawanya, mobil terus melaju semakin kencang dan tak dipungkiri, ia masih trauma dengan kecelakaan hari itu.
Sesaat tangan Sydney terasa hangat tatkala Luigene menggenggam tangannya, seakan berusaha menenangkan Sydney yang takut. "Sebentar lagi sampai."
Benar saja, tak berapa lama mobil berhenti tak jauh dari hamparan pantai.
Luigene, pria itu membawanya ke pantai.
"Berikan aku kesempatan terakhir," ujar pria itu menoleh ke arah Sydney masih betah menggenggam tangannya, "Hanya untuk hari ini, tolong berpura-puralah menjadi kekasihku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Luigene: SECRET SENTINEL
Romance[COMPLETED] Kisah ini diambil dari surat-surat milik mantan Putri Mahkota Inggris, Sydney Anaraya dalam buku hariannya. Hingga saat ini tak ada yang tahu pasti keberadaan Putri Sydney setelah surat terakhirnya yang tak pernah selesai-meninggalkan n...