Penggalan XLV.

2.6K 257 23
                                    

Setelah melihat sosok Romeo, Sydney segera berhambur ke pelukan suaminya. Cukup lama Romeo menenangkan dan mendekap tubuh ringkih wanita itu, hingga akhirnya Sydney menjadi lebih tenang dan kembali tertidur. Wanita itu terus menangis sembari menceritakan mimpi yang menurutnya sangat nyata, membuat Romeo sampai tidak tega hati mendengar suaranya.

Kecupan kecil Romeo tinggalkan di atas puncak kepala Sydney, sebelum perlahan beranjak pergi dari kamar itu untuk menghampiri sosok Luigene yang berada di balkon luar.

"Kau melihat kami tadi," ujar Luigene dengan sebatang rokok yang belum terbakar di tangannya.

Sekilas Romeo menatap Luigene dan rokok di tangannya bergantian, sebelum kembali memandang lurus. "Tidak masalah, aku mengerti. Lagi pulang memang itu yang aku harapkan, jika ada perkembangan maka lebih baik."

Luigene menawarkan sebatang rokok namun Romeo menggeleng menolak, ia tidak merokok.

"Situasi ini sangat aneh untukku," ucap Luigene membakar ujung rokoknya.

"Begitupun denganku," aku Romeo, "Aku tidak menyangka akan membiarkanmu secara terang-terangan mendekati istriku sendiri."

"Seandainya situasinya berbeda."

"Lui," panggil Romeo terdengar melunak, "Untuk kehidupan selanjutnya, aku tidak ingin kita bertemu lagi pada situasi dan kebetulan mana pun, aku tidak ingin kita mencintai wanita yang sama lagi."

Sudut bibir Luigene tertarik kecil dengan kepala sedikit tertunduk, pria itu tidak membantah maupun menyetujui ucapan Romeo.

"Ceritakan tentang pertama kalian bertemu," ucap Romeo lagi, membuat Luigene kembali menatap Romeo.

"Saat itu kami tidak banyak bicara, dia sedikit canggung."

"Anaraya kurang pandai bergaul, sejujurnya dia tidak suka bertemu dengan orang baru."

"Kau mengenalnya dengan baik."

"Kami tumbuh bersama."

Luigene mengangguk kecil, tidak membalas ucapan Romeo. Lagi pula wajar jika pria itu mengetahui banyak hal tentang Sydney, Romeo adalah teman sejak kecil dan suami Sydney.

"Ini pertama kalinya Anaraya kembali memimpikan kecelakaan helikopter yang pernah menimpanya, tetapi ada beberapa kejanggalan yang dia rasakan," Romeo kembali membuka pembicaraan, kali ini masuk ke dalam topik utama yang ingin ia bicarakan.

"Kejanggalan?" tanya Luigene penasaran.

"Dalam mimpi itu dia tengah hamil besar dan terdapat beberapa sekelibat adengan yang tidak pernah ia ingat sebelumnya," jelasnya kembali menceritakan mimpi yang diceritakan oleh Sydney sebelumnya.

"Apa mungkin itu adalah ingatannya tentang kecelakaan terakhir dan bukan kecelakaan helikopter?"

"Mungkin saja ingatannya berusaha untuk mendobrak keluar tetapi Anaraya menolaknya sehingga terjadi peperangan dalam dirinya sendiri."

"Dia terlihat sangat takut, panik, sedih, dan marah saat terbangun tadi," tutur Luigene menambahkan, ia belum sempat memberitahu Romeo sebelumnya.

"Ini pertama kalinya dia seperti itu, tepat setelah kau datang. Mungkin kehadiranmu bisa memicu ingatannya."

"Apa itu membahayakan untuk Sydney? Aku tidak tega jikalau harus melihatnya seperti tadi."

"Anaraya menolak untuk meminum obatnya karena ingin menyusui Kaysca, aku sudah menyarankan dan mempersiapkan ibu pengganti tetapi dia menolak."

"Dia memang keras kepala dan sekarang semakin keras kepala," ucap Luigene seolah menemukan hal baru pada wanita yang ia cintai.

"Kau baru menyadarinya?"

Keduanya tertawa seolah saling menyetujui satu sama lain.

"Apa semua baik-baik saja di sana?" tanya Luigene, kali ini lebih mengkhawatirkan Romeo.

"Aku masih bisa pulang ke sini artinya semua masih terkendali, entah sampai kapan aku bisa memegang kendalinya."

"Sydney terus menunggumu pulang."

"Simpan saja sendiri, jangan beritahu aku," balas Romeo. Sebaiknya memang ia tidak mengetahui apa pun agar tidak berat untuknya meninggalkan Sydney.

"Setelah semua ini berakhir, cari dan temuilah wanita baik yang mencintaimu."

"Setelah semua ini berakhir, aku hanya akan fokus kepada putriku."

"Kau akan sendirian sampai tua?"

"Lihat siapa yang berbicara? Setidaknya aku sudah pernah menikah, bagaimana denganmu pak tua?" sarkas Romeo.

"Untuk apa menikah jika pada akhirnya kau menjadi duda?"

"Aku menjadi duda karenamu, pak tua."

"Berhenti memanggilku tua."

"Memang kau tua."

"Kaisar Agung Rusia rupanya tidak memiliki sopan santun kepada orang yang lebih tua."

Keduanya kembali tertawa, candaan yang terdengar gelap dilontarkan dengan begitu ringan.

"Pasti menyenangkan hidup sebagai orang biasa, yang memiliki pilihan atas hidupnya sendiri."

"Gelar agungmu sangat membebani bukan?" tanya Luigene prihatin, "Orang-orang tidak akan tau apa yang kau rasakan dibalik gelar agungmu itu, mereka pasti berpikir bahwa hidupmu seagung gelarmu."

Semakin dalam mengenal Romeo, ia jadi lebih bisa memahami pria itu. Bagaimana kerasnya sosok Romeo yang sekarang terbentuk, menjadi sebuah tameng untuk melindungi dirinya sendiri.

"Anaraya menulis banyak surat tentangmu."

"Surat?" tanya Luigene tampak tertarik.

"Dia memiliki buku harian, semuanya berisikan tentangmu, mau membacanya?"

"Apa itu legal?"

Luigene terkekeh melihat ekspresi Romeo, pria itu seperti anak kecil yang sedang menawarkan untuk membocorkan rahasia temannya.

"Dia menulisnya seolah sengaja agar aku membacanya." Romeo terkekeh, "Sebentar, biar aku ambilkan."

Dengan penuh antusias Romeo kembali ke kamarnya untuk mengambil surat yang telah ia bawa pulang dari istana.

Dahulu, surat itu adalah neraka untuknya. Setiap melihat Sydney menulis surat atau setiap saat mereka habis bertengkar, lembaran surat itu akan menjadi teman Sydney mengadu, wanita itu akan menekuk batang hidungnya kesal sembari menulis puluhan surat.

Dan sekarang perlahan Romeo berdamai dengan semua surat itu, ia akan membacanya saat merindukan Sydney.

Dengan perlahan Romeo membuka pintu kamar utama agar tak membangunkan Sydney, ia berjalan dengan mengendap agar suaranya tak mengganggu tidur wanita itu. Akan tetapi, tubuhnya justru dibuat mematung tatkala melihat sosok wanita yang hinggap dalam bayangannya sejak tadi, tengah berdiri membelakanginya sembari memegang beberapa lembaran surat yang Romeo bawa sebelumnya.

"Anaraya?" panggil Romeo tak menyembunyikan keterkejutannya, karena jelas tadi wanita itu sudah tertidur dan sekarang ia tengah terjaga sembari membaca surat-surat miliknya sendiri.

Pandangan Romeo mengarah pada kopernya yang sudah terbuka, ia yakin jika Sydney mendapat surat-surat itu dari dalam kopernya, Romeo memang belum sempat mengeluarkan semua barang-barangnya.

Melihat itu membuat satu pertanyaan terbesit pada benak Romeo, "Apa kau sudah mendapatkan kembali ingatanmu?"

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang