Hal pertama yang Sydney lihat saat membuka matanya ada seorang pria yang tengah tertidur pulas tepat di sisinya. Senyum Sydney merekah saat melihat wajah pria itu, pria yang ia cintai. Apakah ini mimpi? Jika iya, maka biarkan Sydney bermimpi lebih lama.
Ia tidak menyangka jika akan melihat pria itu lagi. Entah apa dan bagaimana, Sydney tidak peduli. Yang terpenting adalah pria itu kini tengah bersamanya.
Luigene, pria itu tengah tertidur pulas tepat di sisinya. Bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, serta rahangnya yang tegas. Bagian mana yang tidak Sydney sukai? Ia sangat menyukai setiap detail pria itu.
Sydney tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatkan dirinya, rasanya ia ingin memeluk pria itu dan mengungkapkan betapa dirinya merindukan pria itu.
"Aku merindukanmu," bisik Sydney lembut, mendekap tubuh pria itu dengan pelan, berusaha untuk tidak membangunkannya. "Lujin."
Jari-jemarinya yang lentik terangkat ke arah wajah pria itu, berusaha untuk menyentuh wajahnya.
Namun niatnya terurungkan tatkala pria itu menahan tangan Sydney agar tidak menyentuhnya.
"Romeo Romanoff," ralat pria itu masih dengan mata yang terpejam, "Itu namaku, pria yang tidur di sampingmu, suamimu, Anaraya."
Sejak tadi Romeo memang sudah bangun, ia menyadari jika Sydney terus memandanginya. Meski janggal, namun Romeo tak pernah menyangka jika Sydney akan salah mengenalinya.
Bagaimana perempuan itu bisa mengenalinya sebagai Luigene? Apa dia sangat merindukannya, sampai harus membayangkan Luigene, pria lain yang sedang tidur bersamanya, alih-alih Romeo.
Bukanya Sydney sudah cukup keterlaluan?
"Sadarkanlah dirimu," membuang tangan Sydney kasar. Pria itu segera membalik tubuhnya membelakangi Sydney.
Rasanya Romeo ingin segera bangkit dan pergi, namun ia tidak bisa melakukannya. Hatinya merasa sangat sakit saat mendengar Sydney menyadarinya sebagai pria lain bahkan dengan jelas memanggil nama pria itu.
⊱ ────── ⋆ Dear, Luigene ⋆ ────── ⊰
Bunyi anak panah yang terus melesat mengenai papan target membuat Sydney sedikit ragu untuk mendatanginya. Namun tekadnya untuk menghampiri pria itu, ia bulatkan mengingat ada hal penting yang harus ia bicarakan. "Maaf atas apa yang terjadi tadi pagi." Kepalanya sedikit tertunduk merasa malu dan menyesali kebodohannya tadi pagi.
"Romeo," panggil Sydney lantaran pria itu tak menggubrisnya. "Bisa kita bicara sebentar?"
"Dari tadi kau sedang berbicara."
"Aku minta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya."
Satu panah terakhir milik Romeo melesat dengan kencang hingga menembus badan anak panah lain yang telah tertancap pada papan target, membuat Sydney terkejut.
Pria itu berbalik, kini beralih menatap Sydney dengan tatapan dingin andalannya. "Kau boleh merindukannya dan menyebut namanya sesuka hatimu. Hanya saja, jangan pernah menyebut namanya di dalam kamar kita."
"Itu di luar kendaliku, aku tidak bermaksud untuk menyinggungmu."
Ya, untuk apa ia sengaja melakukannya? Tadi pagi jelas ia melihat wajah Luigene di sisinya, membuatnya berpikir bahwa itu adalah mimpi. Siapa yang sangka jika Sydney menyebutnya dengan jelas dan secara terang-terangan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Luigene: SECRET SENTINEL
Romance[COMPLETED] Kisah ini diambil dari surat-surat milik mantan Putri Mahkota Inggris, Sydney Anaraya dalam buku hariannya. Hingga saat ini tak ada yang tahu pasti keberadaan Putri Sydney setelah surat terakhirnya yang tak pernah selesai-meninggalkan n...