Penggalan XLII.

2.7K 268 8
                                    

          "Sydney, kau yakin tidak mengingatku?" tanya Luigene berhasil membuat Sydney berbalik menatap pria itu datar, masih dengan Kaysca dalam gendongannya. Setiap kali ia melihat wajah Luigene, hatinya merasa tidak tenang.

Dan lagi, pertanyaan pria itu sangat aneh–berbicara seolah mengenal Sydney bahkan memanggil namanya dengan enteng seakan mereka teman. "Untuk apa aku harus mengingatmu dan memangnya kita pernah bertemu?"

"Apa kau tidak mengenali wajahku?"

"Tidak," dahinya berkerut merasa tidak nyaman, "Dari mana kau mengetahui namaku?"

"Romeo."

Bahkan memanggil nama Romeo dengan begitu saja? Bahkan Armand tidak memanggil pria itu hanya dengan nama, betapa kurang ajarnya pria ini.

"Pertama Romeo memanggilku Anaraya dan kedua, aku yakin dia tidak memperbolehkan pengawal sepertimu memanggilku dengan nama begitu saja."

"Lalu aku harus memanggilmu apa?"

"Terserah!" jawab Sydney sedikit kesal membuat Kaysca dalam gendongannya terbangun, ia bahkan lupa jika sedang menggendong putrinya.

Melihat Kaysca yang terbangun dan akan menangis membuat Sydney segera melesat pergi, ia rasa urusannya dengan pria kurang ajar ini juga telah selesai.

"Mengapa kau kesal?" Namun Luigene tidak menyerah begitu saja dan justru mengikuti Sydney.

"Berhenti berbicara denganku seolah kita dekat, dan jaga batasanmu anak muda."

Langkah Luigene kembali terhenti kali ini diiringi gelak tawa, "Siapa yang kau panggil anak muda? Usiaku jauh lebih tua dibandingkan dirimu."

Hanya karena Sydney sudah memiliki anak tidak membuat wanita itu lebih tua ketimbang Luigene.

"Oh, aku tidak bertanya dan tidak peduli." Tanpa menghentikan langkahnya Sydney melengos pergi karena Kaysca mulai menangis.

Wanita itu segera berjalan masuk ke arah kamarnya dan menidurkan kembali putrinya, dibantu oleh pengasuh.

Hal yang sering terjadi saat menidurkan dan menyusui putrinya adalah Sydney yang ikut tertidur, meski tidak melakukan aktivitas yang berat namun tubuhnya jadi mudah lelah, apa lagi setelah ia menyusui rasanya energi dalam tubuhnya ikut terkuras tetapi ia sangat senang ketika bisa menyusui putrinya.

Petang menjelang malam, barulah Sydney keluar dari kamarnya, itu pun setelah dibangunkan oleh pengasuh Kaysca untuk makan, wanita itu mungkin tidak akan makan jika tidak diingatkan oleh Romeo atau para pelayan. Seperti yang Romeo katakan saat menggoda Sydney, sebenarnya tugas pengasuh Kaysca itu merawat Sydney bukan putri mereka karena Sydney lebih perlu dirawat ketimbang Kaysca.

"Apa pengawal itu masih ada di sini?" tanya Sydney pada seorang pelayan yang tengah menghindangkan makanan.

"Kau mencariku?" Sydney terpelonjak, jantungnya hampir saja berpindah dari tempatnya melihat sosok Luigene yang entah dari mana muncul.

"Ya, aku baru saja ingin mengusirmu. Pulang saja, kau tidak perlu menginap di sini. Lagi pula Romeo tidak ada di sini, aku tidak akan melaporkanmu kepadanya, kau bisa pulang dan beristirahat di rumahmu."

"Ma'am, aku di sini karena Romeo sedang tidak ada di sini, tugasku adalah menjagamu dan putrimu."

"Ma'am?"

"Kau tidak ingin dipanggil Sydney jadi aku memanggilmu ma'am, apa ada yang salah?"

Sydney memicingkan matanya kesal, sudahlah! Terserah pria itu ingin memanggilnya apa.

"Menjaga kami dari apa?" tanya Sydney menyuap beberapa sendok makanan ke dalam mulutnya tanpa mempersilahkan Luigene yang tengah berdiri di sampingnya untuk duduk, "Memangnya ada perang di luar sana?"

"Apa kau memang sekeras kepala ini?" Spontan Sydney menoleh ke arah Luigene, tidak ada pengawal yang seberani ini kepadanya. Anehnya, ia merasa senang ketika mendapati pria itu terdengar mulai kesal kepadanya.

"Dari para pelayan dan pengawal yang ada, kau yang paling banyak bicara dan berani kepadaku. Jujur saja, siapa dirimu? Aku ragu jika kau seorang pengawal biasa."

"Luigene," pria itu memperkenalkan diri dan menyusul duduk di meja makan, meski Sydney tidak memintanya, "Dahulu aku seorang prajurit khusus."

"Siapa bilang kau boleh duduk di sini?"

"Kakiku pegal dan perutku lapar."

"Makanya aku menyuruhmu pulang untuk makan."

"Kekayaan kalian tidak akan habis hanya dengan memberiku makan, mengapa kau sangat pelit? Lagi pula kau tidak bisa menghabiskan semua makanan ini sendirian."

"Kau kemarin untuk bekerja atau mengemis?"

"Untuk menjaga dan menemanimu, pasti kau bosan dan merasa kesepian harus berada di rumah sebesar ini."

Exactly! Itu yang Sydney rasakan, terutama saat Romeo tidak ada di rumah ini dan Kaysca tidur.

Tentu saja Sydney bahagia namun terkadang ia juga merasa hampa, hal itu selalu ia kubur agar Romeo tidak perlu mengetahuinya. Entahlah, rasanya seperti ada yang hilang atau kurang, satu-satunya hal yang membantu menepis perssaan itu adalah tidur, hal ini lah yang membuatnya lebih banyak tidur bahkan sampai lupa untuk makan.

Meski tidak menyukai Luigene namun Sydney mulai bersedia menerimanya, ucapan pria itu benar dan setidaknya untuk makan malam hari ini ada yang menemaninya.

Mata Sydney memicing meneliti tampang pria yang sekarang berada tepat di sebelahnya. "Apa kau dan Romeo berteman?"

Berteman? Bagaimana Luigene menjelaskan situasi dan hubungannya dengan Romeo kepada wanita itu.

"Dia mempercayaiku untuk menjagamu."

"Kalau begitu kalian pasti dekat, dari mana dan bagaimana kau bisa mengenal Romeo?"

Sejujurnya Sydney lebih penasaran bagaimana seorang prajurit khusus bisa bersikap begitu santai seolah tidak memiliki tata krama dan kesopanan meski Romeo sendiri yang memerintahkannya langsung untuk menjaga Sydney.

Meski berperang dengan batinnya, namun Sydney tetap mendorong beberapa piring lauk mendekat ke arah pria itu.

"By an accident, hanya sebuah kebetulan."

"Siapa namamu tadi?"

"Luigene," jawab Luigene seakan memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya ke arah Sydney, "Luigene Edsel Jo, senang bisa mengenalmu."

Luigene?

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang