Sebenarnya Luigene ingin langsung pulang untuk beristirahat namun niatnya ia urungkan tatkala dirinya mendapati sosok Romeo yang tengah duduk sendirian pada koridor rumah sakit yang tampak sepi, bahkan tidak ada satu pun yang lewat. Untuk beberapa saat Luigene memperhatikan gerak-gerik Romeo yang menenggak sebotol alkohol yang ia pegang pada tangannya.
"Jangan minum sendiri," hingga akhirnya Luigene menghampiri pria itu kemudian duduk tepat di sebelahnya.
"Enyahlah, sejak kapan aku mengizinkanmu duduk di sini?" usir Romeo tidak ramah, enggan menatap ke arah Luigene.
"Jangan menyangkalnya, kau membutuhkan teman."
Setelah tidak sengaja mendengar percakapan Romeo dan Egor saat itu, pandangan Luigene terhadap Romeo seketika berubah. Jika mereka tidak bertemu dalam situasi seperti ini mungkin keduanya bisa menjadi teman baik.
"Kau bukan temanku," ketus Romeo kembali menenggak alkohol membuat wajahnya semakin memerah karena mulai mabuk, penampilannya cukup berantakan dan kusut.
"Tidak takut ada yang melihatmu? Besok fotomu mungkin akan beredar dan menjadi headline berita," dengan sekali tarik ia merebut botol alkohol yang ada di tangan Romeo. Tanpa ada penjagaan dan dalam kondisi mabuk, seseorang seperti Romeo bisa saja dalam bahaya.
"Semua yang aku lakukan dan ucapkan akan menjadi headline dan bahan pembicaraan, jadi aku tidak peduli lagi."
"Seharusnya saat ini aku yang terlihat kacau, mengapa justru terbalik? Begini caramu merayakan sesuatu?"
Romeo terkekeh mengejek mendengar pertanyaan Luigene. "Apa yang harus dirayakan?"
"Sydney sudah sadar dan bahkan melupakanku, kau pasti sangat senang."
"Aku terlihat begitu?"
"Tidak," jawab Luigene cepat, itu juga menjadi pertanyaan dalam benaknya. "Apa yang membuatmu minum?" Tidak mungkin bukan jika Romeo minum hingga sekacau ini tanpa alasan yang pasti.
"Melihat Anaraya seperti ini membuat hatiku sakit."
"Seharusnya kau senang karena dia melupakanku, orang ketiga dalam hubungan kalian."
"Kau tidak mengerti," sahut Romeo, "Dia menderita dan tertekan selama ini, semua itu karena aku. Dan bahkan saat ini, ingatannya hilang juga karena aku."
Jadi karena itu Romeo mabuk hari ini, pria itu merasa bersalah terhadap apa yang Sydney alami.
"Kau benar, aku tidak bisa menjaganya," timpal Romeo lagi membuat Luigene menatapnya intens.
"Kalau begitu kau akan melepaskannya?" tanya Luigene, sejujurnya ia hanya ingin membuat Romeo kesal dan memiliki semangat hidup. Namun ia justru dibuat tak percaya dengan jawaban pria itu.
"Ya," jawaban Romeo sontak membuat Luigene terdiam. "Setelah dia mengingat segalanya, aku akan melepaskannya. Berjanjilah untuk menjaganya."
Hal seperti ini tidak pernah ada dalam benak Luigene, ia tidak menyangka jika hari di mana Romeo memintanya untuk menjaga Sydney akan tiba. Apa pria itu sedang bersungguh-sungguh? Atau ia hanya membual karena mabuk?
"Apa perasaanmu sudah berubah?" tanya Luigene lagi, berusaha untuk mengorek lebih dalam.
"Sejak awal perasaanku tidak pernah berubah, bahkan sedetik pun dalam keadaan terburuk, aku tidak pernah berhenti mencintainya."
"Lalu mengapa kau ingin melepasnya?"
"Sekarang aku memahami perasaanmu saat itu." Romeo kembali merebut alkoholnya yang ada di tangan Luigene. "Saat itu kau menjaga Anaraya untukku, hingga hari pernikahan kami. Saat ini aku menjaga Anaraya untukmu, hingga dia mendapatkan kembali ingatannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Luigene: SECRET SENTINEL
Roman d'amour[COMPLETED] Kisah ini diambil dari surat-surat milik mantan Putri Mahkota Inggris, Sydney Anaraya dalam buku hariannya. Hingga saat ini tak ada yang tahu pasti keberadaan Putri Sydney setelah surat terakhirnya yang tak pernah selesai-meninggalkan n...