Sydney tersadar kala tubuhnya seperti melayang di udara, kepalanya yang masih terasa sedikit sakit menyadari jika ia berada di dalam gendongan seseorang.
Samar ia bisa mendengar suara pria itu, "Kenapa mabuk sampai seperti ini?" Helaan nafas berat mengakhiri kalimat pria itu.
Sydney bisa melinat jika pria itu memakai kemeja berwarna putih tetapi penglihatannya yang saat itu buram membuatnya tak bisa mengenali dengan jelas siapa sosok yang memopong tubuhnya saat ini.
Ingatan terakhirnya pun mengingatkannya kembali pada Luigene, terakhir kali ia sedang bersama Luigene artinya pria yang sedang memopong tubuhnya sekarang adalah Luigene, siapa lagi jika bukan pria itu?
Tangan gemulainya terangkat mengelilingi leher pria yang sedang menggendongnya sebagai pegangan, ia membenamkan wajahnya merasa nyaman dalam bopongan pria itu.
Hingga akhirnya tubuh Sydney terhempas pelan di atas kasur miliknya–Oh, ini kamar tidurnya artinya sekarang ia berada di dalam apartemennya sendiri.
Pria itu ingin melepaskan tangan Sydney yang melingkar pada lehernya tetapi Sydney dengan tenaga yang tersisa menariknya hingga ia sekarang berada di atas Sydney.
Hembusan nafas keduanya saling beradu karena jarak mereka yang begitu dekat. Sydney kembali menarik leher pria itu dengan kedua tangannya dan berbisik, "Kamu bebas untuk menciumku kembali tetapi juga bebas untuk tidak membalasnya."
Hanya ada satu nama yang terbesit di kepalanya saat ini, Luigene. Pria itu berada di hadapannya dan Sydney tak bisa menahan dirinya, ia perempuan dewasa.
"Untuk menciummu kembali, kau harus melakukannya," jawab pria itu membuat Sydney mengulas senyumnya senang. Bukankah itu lampu hijau untuknya?
Perlahan tapi pasti Sydney menarik tengkuk pria itu, menekan bibirnya dalam berusaha memangut dan mengubahnya menjadi lingering kiss, berlangsung cukup lama hingga akhirnya pria itu mulai kehilangan kontrolnya sendiri dan mencumbu Sydney sedikit buas kemudian menjelajahi dan mencecap setiap sudut mulutnya.
"Buka bajuku," pinta Sydney lembut yang tak langsung digubris oleh pria itu. Ia hanya terdiam memandangi Sydney yang berada di bawah tubuhnya karena jelas perempuan itu masih berada di bawah pengaruh alkohol.
"Kau yakin?" tanyanya ragu.
"Sangat, apa kau hanya hebat dalam menggunakan senjata tetapi canggung dalam hal seperti ini?"
"Jangan meminta maaf atau menyesali ini setelahnya, kau sedang mabuk tetapi kau juga yang memintanya," ujar pria itu memperingati Sydney.
Sydney tak mengindahkan peringatan itu dan menganggapnya sebagai candaan, terbukti ketika ia tertawa sambil mencubit wajah pria itu gemas.
Tawa pelan Sydney terbungkam kala pria itu kembali mencumbunya, tangannya bergerak membuka helai demi helai tipis yang menutupi tubuh Sydney, menyentuh setiap bagian tubuh Sydney hingga kulitnya terbangun dengan sukacita yang berdebar.
Kekehan geli keluar dari sela bibir Sydney diikuti dengan lenguhan panjang bersamaan dengan setiap rangsangan-rangsangan kecil yang diberikan, seperkian detik kemudian keduanya sudah sama-sama polos tanpa sehelai benang pun.
Segala makanan pembuka itu mengantarkan keduanya pada makanan utama ketika pria itu berada di antara kedua kaki Sydney dan mereka menjadi satu, tubuhnya keduanya menyatu dan jiwanya berbaur.
Bibir itu mengeluarkan lenguhan dan terkadang terdengar seperti nyanyian merdu.
Kenikmatan yang mereka berdua rasakan perlahan mulai menguasi, kemudian mengangkat mereka dengan tinggi dalam ekstasi hingga akhirnya tiba pada puncak gelombang kenikmatan yang mendorong kembali membuat tubuh keduanya runtuh bersama.
Kini nafas mereka saling beradu meraup oksigen sebanyak mungkin, berusaha untuk mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan pergulatan panas mereka.
Wajah Sydney yang semula terasa hangat akibat alkohol kini menjadi sangat panas, setiap sentuhan yang Luigene berikan terasa memabukan dan dominan.
Ya, Luigene...
Iya yakin jika pria yang sekarang memeluknya adalah Luigene. Pria itu selalu memperlakukannya dengan lembut seperti malam ini, Sydney tidak mungkin salah.
"Biarkan aku beristirahat sebentar," Sydney meninggalkan kecupan singkat pada bibir pria itu.
Atas permintaan Sydney, keduanya beristirahat untuk sebentar sebelum akhirnya kembali melanjutkan pergulatan panas mereka.
Malam itu, semua menjadi sangat panas dan berantakan. Dinginnya suhu kamar pun tak lagi mampu membendung keringat keduanya.
Sprei yang semula tertata begitu sempurna kini terlihat sangat kacau seolah terjadi pergulatan hebat di atas sana.
Kedua insan itu terus bergerak, sibuk menikmati dunia mereka sendiri.
"Anaraya, moya zhemchuzhina," bisik pria itu dengan aksen Rusianya yang begitu kental, suaranya yang terdengar rendah dan serak membuat Sydney tak menyadari jika itu adalah bahasa Rusia. "Ya nachal lyubit' tebya."
⊱ ────── ⋆ Dear, Luigene ⋆ ────── ⊰
Langit sudah mulai gelap ketika Sydney belum juga sadar dari mabuknya, ia masih tertidur pulas bahkan ketika Luigene sudah selesai membersihkan apartemennya.
Luigene pikir perempuan itu akan segera sadar karena alkohol yang dikonsumsinya tak terlalu banyak, nyatanya beberapa jam berlalu dan Sydney masih juga belum sadarkan diri.
Hal itu membuat Luigene tak memiliki pilihan lain selain membopong Sydney dan memindahkannya ke dalam kamar tetapi niatnya terhenti kala ia mengingat bahwa kediaman Sydney berada tepat di seberangnya.
Luigene segera membawa tubuh kecil itu keluar dari apartemennya, sebelumnya ia mengambil kartu akses masuk yang berada di dalam saku perempuan itu.
Ia tidak bermaksud kurang ajar, hanya berniat untuk mengantar perempuan itu kembali.
Sekilas Luigene melihat ke arah kamera keamanan yang telah ia pasangkan sebelum masuk ke dalam apartemen Sydney.
Dengan lembut ia membaringkan tubuh mungil itu pada sofa yang berada di ruang tengah dan segera berpamitan, "Selamat malam, aku harap mimpimu indah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Luigene: SECRET SENTINEL
Storie d'amore[COMPLETED] Kisah ini diambil dari surat-surat milik mantan Putri Mahkota Inggris, Sydney Anaraya dalam buku hariannya. Hingga saat ini tak ada yang tahu pasti keberadaan Putri Sydney setelah surat terakhirnya yang tak pernah selesai-meninggalkan n...