Penggalan XI.

5.2K 358 12
                                    

          "You're doing so good," puji Sydney menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh pria itu, ia tak bisa menahan senyumnya sendiri memikirkan apa yang baru saja mereka lakukan.

"Are you sure?" Terdengar nada kekhawatiran ketika pria itu memeluk tubuhnya sembari mengusap lembut surai pirang Sydney. "Apakah ada tubuhmu yang sakit?" Mengingat bagaimana buas dan kasarnya mereka tadi saat bermain.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu." Kepala Sydney terangkat menatap Luigene, kini menopang dagunya di atas tubuh polos pria itu. "Kau baru saja terluka, obatnya bahkan belum kering tapi sudah memaksakan diri."

Ya, Luigene.

Pria yang ada bersamanya sekarang adalah Luigene.

Perdebatan mereka sebelumnya berakhir dengan sangat panas dan gila tetapi Sydney menyukainya.

"Aku tidak terpaksa melakukannya." Sebuah kecupan singkat mendarat pada bibir Sydney. "Kau bahkan lebih aktif dariku," lanjut Luigene membuat mata Sydney melebar.

"Don't mention it!"

"Berbaringlah lebih lama, aku masih ingin memelukmu." Luigene kembali menarik tubuh polos Sydney saat perempuan itu akan bangkit dari atasnya.

"Tubuhmu tidak sakit? Setidaknya oleskan obat."

"Memelukmu seperti ini membuat rasa sakitnya hilang."

Sebuah senyum hangat kembali melukis wajah cantik Sydney, hatinya ikut menghangat mendengar kalimat manis yang keluar dari mulut Luigene.

Ia tau jika Luigene tak bermaksud untuk merayunya, pria itu hanya berusaha mengekspresikan keinginannya.

Dengan senang hati Sydney kembali membaringkan tubuhnya, kulitnya yang bersentuhan dengan kulit Luigene membuat dirinya merasa sangat aman dan nyaman. "I hope you're not going anywhere."

"I'm not going anywhere."

"You make me feel safe."

"And you make me feel alive."

Luigene tidak berbohong ketika mengatakan itu. Hidupnya memang hanya hitam putih kemudian Sydney hadir dengan begitu polosnya memberikan setitik warna pada hidupnya.

Yang mana Luigene tak menyangka jika setitik warna itu justru membuatnya menginginkan lebih, membuatnya ingin membuang kehidupan hitam putihnya dan melukis kehidupan baru yang lebih berwarna dan hidup.

"Luigene," panggil Sydney–tak lagi memanggil namanya dengan salah, ia memainkan jarinya pada kulit Luigene yang penuh luka. "Mari kita pergi sejauh mungkin dari sini."

"Kau tidak suka rumah ini?"

"Aku ingin meninggalkan semuanya di sini dan memulai kehidupan baru."

Itu juga keinginan Luigene.

"Ke mana kau ingin pergi?"

"Suatu tempat yang sangat jauh, di mana tidak ada satu pun yang mengenal kita, aku ingin memulai semuanya bersamamu."

Diamnya Luigene membuat Sydney harus bersusah payah mengangkat kepalanya menatap pria itu, tiba-tiba saja hatinya terasa berat–takut jika pria itu tak menyukai idenya.

"Kau keberatan?" tanya Sydney dengan berat hati, takut jika pria itu kembali berubah pikiran.

"Aku hanya sedang membayangkannya," jawab Luigene membuat senyum Sydney mengembang lebih lebar, ia tak menyangka jika pria itu akan membayangkannya.

Betapa manisnya Luigene, bagaimana ia bisa tak jatuh cinta dengan pria semanis dan sepolos itu?

"Apa aku terlihat cantik di dalam bayanganmu?"

"Ada yang lebih cantik."

"Bukankah jawabanmu keterlaluan, siapa perempuan yang lebih cantik itu!"

"Perempuan yang ada di hadapanku sekarang."

"Kau memiliki bakat merayu perempuan."

"Aku hanya membicarakan fakta."

"Jangan berhenti bicara, aku suka mendengar suaramu."

Sontak Luigene membungkam bibirnya rapat, seolah menolak permintaan Sydney.

"Mulai sekarang aku akan menciummu setiap kali kau diam sampai kau mau berbicara."

"Kalau begitu aku akan berhenti bicara untuk selamanya."

"Bilang saja jika kau ingin dicium."

Satu kecupan singkat dan manis mendarat, kali ini pada bibir ranum milik Luigene.

"Luigene," panggil Sydney lagi, tak bosan memanggil nama pria itu.

"Ya..." Dan jawaban pria itu–suara serta reaksi pria itulah yang Sydney tunggu setiap kali ia memanggilnya.

"Beberapa hari yang lalu saat aku mabuk, kau bilang aku tidak bisa jatuh cinta kepadamu, apa alasannya karena latar belakangmu itu?"

"Hm," gumam Luigene mengiyakan.

"Lalu sekarang kau berubah pikiran dan mengungkapkan semua perasaanmu, kau memberitahuku segalanya, kau juga menjadi sangat manis dan lembut, aku jadi takut."

"Apa yang kau takutkan?"

"Aku takut kau akan berubah pikiran lagi dan meninggalkanku." Tidak, ia tidak ingin itu terjadi, jika memang semua ini adalah mimpi maka Sydney akan lebih memilih untuk tidur selamanya. "Just tell me everything's gonna be okay, Luigene."

"Semua akan baik-baik saja, Sydney." Pelukkan hangat pria itu mengerat dan Sydney bisa merasakannya.

Luigene harap pelukkan itu bisa menenangkan Sydney meski untuk sementara karena ia juga tidak tau apakah semua akan baik-baik saja.

Ia tau jika apa yang ia lakukan sekarang adalah kesalahan besar dan sebuah bentuk pengkhianatan tetapi Luigene juga tak bisa menahan dirinya lebih lama, ia juga ingin merasa dicintai dan belajar mencintai–rasa yang ia dapatkan dari Sydney saat ini.

Sebagai seorang pria yang mencintai Sydney, ia ingin menjanjikan dunia dan segalanya kepada perempuan itu tetapi sebagai seorang prajurit–ia tidak bisa melakukannya.

Selama ini yang Luigene lakukan adalah bertahan hidup untuk hari ini dan detik ini, bukan untuk besok atau lima menit yang akan datang. Ia bertahan hidup untuk menjaga naratamanya tanpa mempedulikan nyawanya sendiri, tak peduli apakah dirinya harus mati asal ia bisa melindungi naratamanya–itulah salah satu keegoisan dari tugas yang ia jalankan.

Namun sekarang ia juga ingin hidup, ia ingin melindungi dirinya dan juga Sydney, meski terdengar mustahil namun ia tetap ingin mencobanya.

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang