Romeo POV

2.7K 289 43
                                    

          Bangun dan bertahan hidup untuk putri dan putranya, adalah hal yang sudah Romeo lakukan selama beberapa tahun ini. Kepadatan jadwal yang semula ia keluhkan justru ia syukuri sekarang karena hanya dengan itu Romeo bisa mengalihkan pikirannya.

Selain itu, Romeo bersyukur memiliki Kaysca dan Edern di dalam hidupnya. Ya, Romeo memutuskan untuk membawa Edern bersamanya dan menjadi ayah untuk anak itu. Awalnya Edward, Shaleeya, dan Egor tidak menyetujuinya tetapi akhirnya mereka mengalah, juga satu-satunya yang bisa merawat dan menjadi ayah legal secara hukum bagi Edern hanyalah Romeo.

Romeo menutup rapat fakta bahwa Edern bukanlah anak kandungnya, beberapa tahun yang lalu ia mengumumkan kepada publik bahwa Edern adalah putra kandungnya, tanpa pernyataan pendukung lainnya. Hal itu Romeo lakukan agar Edern tidak tumbuh dengan beban dari lingkungan sekitarnya, kelak mereka akan lebih menghormatinya jika Edern adalah putra kandung Romeo, sebagai seorang Romanoff. Edernley Lois Romanoff, anak keduanya.

"He's gonna be okay," ucap Anastasia lembut, menghampiri putranya yang tengah berdiri di depan kamar Edern dengan khawatir. "Dia sangat senang bisa tidur di kamarnya sendiri, bukankah dulu Kaysca juga mengalami hal yang sama?"

"Tetap saja aku khawatir, apa dia bisa tidur sendirian? Bagaimana jika dia terbangun dan menangis, I'll go sleep in his room, mama."

"Tidak Romeo," tolak Anastasia tau jika Romeo tidak akan tega membiarkan putranya itu tidur sendiri, "Sama seperti Kaysca dulu, Edern juga harus belajar, bahkan dulu kau sudah tidur sendiri saat usiamu masih satu tahun."

"Membiarkan Kaysca tidur sendiri adalah hal yang berat untukku, tidak kusangka aku harus mengulangi hal yang sama dengan membiarkan Edern tidur sendiri."

"Dulu saat kau mulai tidur sendiri, papamu melakukan hal yang sama, dia terus mengintip di depan pintu kamarmu hingga aku berpikir untuk memindahkan kasur ke depan kamarmu."

Siapa sangka jika orang sedingin dan setegas Egor juga melakukan hal yang sama? Mencemaskan putra kecilnya.

"Kembalilah ke kamarmu Romeo."

"Jika aku mendengar Edern menangis maka aku akan berlari ke sini dan membawanya kembali ke kamarku, deal?"

"Percayalah dia tidak akan menangis Romeo, putramu itu sangat pemberani. Mungkin kau yang akan menangis malam ini karena harus tidur sendirian, carilah seorang istri untuk menemanimu."

"No, I'm good," tolak Romeo lembut sebelum kembali ke kamarnya. Ya, tidak pernah terpikirkan oleh Romeo untuk menikah lagi atau mencari kekasih.

Romeo tidak pernah mencari atau bahkan sekedar memikirkan hal itu, beberapa kali Egor dan Anatasia berusaha menjodohkannya lagi tetapi Romeo seperti batu, hatinya tidak tergerak sedikitpun.

Lagi pula Romeo bisa membesarkan kedua anaknya sendiri, meski beberapa kali Eleanore menawakan bantuan. Sedikit lucu bukan? Kini mantan kekasihnya membantunya menjaga anak-anaknya, dan mereka cukup dekat dengan Eleanore terutama Edern.

Tetapi Romeo tidak pernah berpikir untuk kembali bersama Eleanore, selain karena ayahnya masih tidak merestui mereka, Romeo juga berpikir bahwa lebih baik hanya berteman dengan Eleanore, perempuan itu juga berpikir sama.

Bagaimana dengan perempuan lain? Sejujurnya Romeo takut jika kelak ia memiliki istri lagi, cintanya mungkin tidak akan tulus kepada anak-anak Romeo.

Dengan mengendap Romeo masuk ke dalam kamar Kaysca, putrinya yang kini sudah berusia tujuh tahun. Sejak menginjak usia dua tahun, Kaysca memang sudah tidur sendiri, sedangkan Edern baru belajar untuk tidur sendiri saat usianya menginjak lima tahun.

Seperti biasa, Romeo akan mengecup puncak kepala Kaysca sebagai ucapan selamat malam kemudian beberapa saat memperhatikan wajah terlelap putrinya.

Cantik, itu pikir Romeo.

Semakin bertambahnya usia, wajahnya semakin mirip dengan ibunya, Sydney, putrinya seperti duplikat ibunya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Satu-satunya hal yang bisa Romeo lakukan saat merindukan mendiang mantan istrinya itu hanyalah memperhatikan wajah putri mereka.

"Putri kita sekarang sudah besar, dan dia sangat cantik seperti kamu. Jika kamu sekarang di sini, kamu pasti akan sangat bangga dengannya. Kaysca juga sangat menyayangi Edern, dia selalu menjaga dan melindunginya."

Kepada siapa Romeo berbicara? Kepada dirinya sendiri, ia tidak memiliki teman untuk bercerita. Terkadang Romeo membayangkan jika Sydney masih bisa mendengarnya.

"Sejujurnya aku tidak siap melihatnya tumbuh dewasa, bagaimana jika dia bertemu dengan seorang pria lalu jatuh cinta? Dia akan segera meninggalkanku untuk menikah, mungkin ini yang dirasakan oleh ayahmu dulu saat aku memintamu kepadanya."

Wajah Romeo tampak murung membayangkannya, jika hari itu tiba pasti akan menjadi patah hati terhebatnya.

"Rasanya baru kemarin Kaysca lahir, tubuhnya sangat kecil dan ringkih, saat itu aku takut dia tidak bisa bertahan. Ternyata putri kita sangat kuat sepertimu, kita terjaga sepanjang malam saat merawatnya," Romeo tertawa pelan tanpa membangunkan Kaysca, "Beberapa bulan yang aku habiskan bersamamu adalah hal terindah dihidupku, aku tidak menyesali apa pun."

Beberapa saat Romeo hanya diam memandangi wajah putrinya, sebelum ia bangkit untuk kembali ke kamarnya.

Langkahnya setiap malam terasa berat, mengetahui tidak ada siapa pun yang menunggunya di dalam kamar. Romeo kesepian, ia tidak memiliki teman bercerita, teman yang menghiburnya saat hari terasa melelahkan.

Teman hidupnya telah tiada, meski begitu selamanya wanita itu akan tetap berada di hati Romeo.

Dengan perasaan berkecamuk, Romeo membuka nakas meja rias milik mendiang mantan istrinya dahulu–ya, Romeo masih menempati kamar mereka, ia tidak ingin pindah atau mengubah apa pun dari dalam kamar itu, bahkan sisir milik Sydney masih ada di sana.

Surat-surat peninggalan Sydney pun masih ia simpan sampai sekarang. Bahkan surat terakhirnya yang tak pernah selesai, meninggalkan satu nama pada surat itu: Dear, Luigene. Sydney tidak pernah bisa menyelesaikan surat terakhirnya karena wanita itu telah tiada, hingga detik ini tidak ada yang tahu pasti keberadaannya, ia hilang bagai ditelan bumi.

Surat terakhir itu adalah surat yang diberikan oleh kedua orangtua Sydney saat mengemasi barang-barang peninggalan putrinya, lalu memberikannya kepada Romeo.

Ternyata Sydney tidak berhenti menulis surat setelah ia menikah dengan Luigene. Semua suratnya berisikan hari-hari yang ia jalani selama menikah, wanita itu menuliskan betapa ia sangat bahagia dan mencintai suaminya, Luigene.

Apa Romeo terluka? Tidak, ia ikut bahagia membacanya, setidaknya di detik terakhirnya, wanita itu menjalani kehidupan yang bahagia.

Sydney benar-benar mencintai Luigene, wanita itu mungkin tidak bisa hidup tanpa Luigene, oleh sebabnya ia ikut pergi bersama pria itu, untuk selama-lamanya.

Mereka adalah cinta sejati, untuk satu sama lain.

Romeo memeluk surat itu dengan erat, seperti dia memeluk mendiang mantan istrinya. Aroma tubuh wanita bahkan itu masih melekat pada surat itu.

"Anaraya, berbahagialah di atas sana."

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang