Penggalan XXXIII.

2.5K 246 17
                                    

          Beberapa jam berlalu dan Romeo hanya bisa menunggu dengan perasaan yang bercampur aduk, hati dan pikirannya sudah terasa sangat kacau sampai akhirnya kesedihan yang sudah ia tahan sejak tadi meledak begitu melihat bayi mungil yang sudah ia tunggu kehadirannya selama beberapa bulan kini berada di dalam inkubator dengan ventilator, feeding tubes, bahkan selang infus yang menempel pada tubuh bayi yang sangat mungil itu.

Romeo menangis sekaligus merasa bersalah karena telah gagal menjaga buah hatinya, jika saja kecelakaan ini tidak terjadi maka bayi itu sekarang tidak harus berada di dalam inkubator berjuang untuk hidupnya.

"Maafkan papa," gumam Romeo dengan dada yang terasa sesak, menempelkan dahinya pada kaca tebal yang menjadi penghalang–Romeo bahkan tidak bisa menyentuh atau melihat buah hatinya dari dekat. "Papa sudah gagal melindungi kalian. Tapi papa mohon bertahan dan berjuanglah sedikit lagi, anak papa yang hebat dan kuat."

Bayi kecil itu belum memiliki nama, Romeo tidak bisa memberinya nama karena Sydney tak kunjung sadar setelah menjalani operasi besarnya, wanita itu masih berada dalam keadaan yang kritis.

Tetapi Romeo yakin jika Sydney bisa melewati semua itu, wanita itu harus melihat anak mereka yang sudah ditunggu selama ini. Romeo tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa sosok ibu, tidak akan.

"Dia kuat seperti ibunya, dia pasti bisa melewatinya."

Suara itu terdengar begitu familiar, membuat Romeo menoleh dan mendapati sosok Luigene yang tengah berdiri tepat di sampingnya, menatap lurus ke arah bayi kecil yang terbaring di dalam inkubator.

"Untuk apa kau kemari?"

"Melihat anakku," jawab Luigene dengan penuh percaya diri membuat Romeo menatapnya dengan tak percaya.

"Anakmu? Jangan bermimpi," Romeo berdecih menatap pria yang telah menghancurkan hidupnya. Jika bukan berada di rumah sakit mungkin Romeo sudah langsung melayangkan bogem mentahnya pada pria itu.

Luigene tak lagi menjawab, ia tau jika sekarang keadaan mental Romeo sedang tidak stabil. Lagi pula Luigene tidak ingin mencari ribut, ia hanya ingin melihat anaknya. Sama seperti Romeo, Luigene juga merasa sangat terpukul dengan keadaan ini namun pria itu lebih pandai menyembunyikannya.

"Nyawa Anaraya harus menjadi taruhan karena kebodohanmu, mengapa? Aku sudah meminta kalian untuk berhati-hati tetapi kalian tidak pernah mendengarkanku."

"Aku akan segera mengakuinya lalu menjelaskan semuanya kepada keluargaku dan keluargamu."

"Apa aksi heroikmu akan menyelesaikan masalah? Kau hanya akan semakin membahayakannya, berhentilah bertindak sesukamu dan enyahlah."

"Mulai sekarang aku akan bertanggung jawab untuk melindunginya, lepaskan Sydney."

"Apa?"

"Mulai sekarang aku yang akan menjaganya," ulang Luigene lagi menegaskan niatnya.

Romeo menatap Luigene tak percaya, pria itu tertawa mengejek, "Apa kau mendengarkanku?"

"Kau mungkin bisa menjaganya dari publik tetapi tidak akan bisa menjaganya dari kekaisaran, kecelakaan kali ini bukan murni kecelakaan, bukan?"

Kali ini rahang Romeo mengatup keras mendengar perkataan Luigene, diamnya membiarkan Luigene melanjutkan ucapannya.

"Kekaisaran ingin meredam berita ini dengan sesuatu yang lebih besar, mereka juga ingin menyingkirkan noda yang merusak citra mereka, dan hal itu dilakukan dengan cara mencelakai Sydney. Seharusnya Sydney tewas di tempat akibat kecelakaan mengerikan itu namun takdir berkata lain, siapa pun dalangnya pasti tidak akan menyangka jika Sydney bertahan dan selamat, lalu apa? Kau akan membiarkan mereka mencoba untuk mencelakai Sydney lagi? Dan kau benar, apa yang sudah terjadi adalah kesalahanku, maka dari itu aku akan bertanggung jawab dan menebusnya selama sisa hidupku, biarkan aku menjaga Sydney."

Luigene membalik tubuhnya menghadap Romeo, pandangan mereka bertemu–saling menusuk satu sama lain.

"Sebelumnya aku tidak mampu menjaga Sydney dan membiarkannya bersamamu, tetapi sekarang kau lah yang tidak mampu menjaganya lagi. Lagi pula keputusanku ini tidak akan merugikan pihak mana pun, termasuk pihakmu. Bukankah itu yang Egor inginkan? Perceraian."

"Kau menguping pembicaraan kami?" Lagi, Romeo menatap Luigene dengan tidak percaya, pria itu bahkan sudah mendengar percakapannya bersama Egor.

Situasi macam apa ini? Sekarang semua orang memegang pisau yang mengarah kepadanya, siap untuk menusuknya serempak. Luigene sangat mengetahui situasinya dengan baik, kemalangan Romeo justru menjadi peluang besar bagi Luigene untuk merebut semuanya kembali.

Romeo hanya diam, bukan karena ia tidak mau melainkan tidak bisa. Semua ucapan Luigene memang benar dan Romeo tidak bisa menyangkalnya.

"Maaf untuk ketidak adilan yang kau dapatkan, Romeo. Tetapi aku harus memperjuangkan keadilan untuk Sydney meski harus menyakitimu."

Luigene, pria itu tengah mengasihi Romeo. Ia benci melihat tatapan Luigene yang menatapnya iba, jelas pria itu tengah mengasihaninya.

"Ayah Sydney adalah seorang putra mahkota, calon raja kebanggaan Inggris. Dia bertunangan dengan ibunya Sydney melalui perjodohan, meski dijodohkan namun Edward sangat mencintai ibunya Sydney tetapi tidak dengan ibunya. Edward bersikeras untuk mempertahankan wanita yang ia cintai sampai akhir, meski itu harus membuat ibunya Sydney menderita. Lalu apa hasil yang ia dapatkan?"

Romeo tidak mengerti maksud dan tujuan mengapa pria itu berbicara panjang lebar tetapi ia diam membiarkannya melanjutkan ucapannya.

"Sebuah akhir yang bahagia? Edward kehilangan keduanya, tahtanya dan perempuan yang ia cintai. Romeo, sejarah seharusnya tidak terulang."

Ternyata ini, pada akhirnya Luigene ingin memaksa Romeo untuk menyerah, mengibarkan bendera putihnya setinggi mungkin di hadapan pria itu.

"Apa kau tetap akan bersikeras memperjuang Anaraya sampai akhir meski aku tidak melepaskannya?" tanya Romeo yang dibalas dengan anggukan mantap oleh Luigene.

"Aku tidak akan membiarkan sejarah terulang kembali. Aku akan bertanggung jawab sampai akhir, memberitahu semua keluargaku tentang kebenarannya dan memastikan jika namamu tetap bersih."

Nama Romeo? Ia tidak peduli jika namanya harus kotor sekalipun jika itu untuk wanita yang ia cintai.

"Kau tau apa yang akan terjadi? Segala gelar dan hak kehormatannya akan dicabut dan Anaraya akan hidup menjadi rakyat biasa."

"Gelar, kekuasaan, dan kehormatan itu bukanlah hal yang Sydney inginkan sejak awal, dia hanya menginginkan kebebasan dan aku pastikan bahwa aku bisa memberikannya. Selama sisa hidupku, aku akan melindunginya."

Saat ini posisi Romeo tidaklah tepat untuk mendebat atau mempertahankan kehadiran Sydney, di saat wanita itu sendiri bahkan tidak ingin bertahan di sisi Romeo. Lalu alasan apa yang membuat Romeo bisa mempertahankannya?

Setidaknya, ada satu hal yang bisa dan harus Romeo perjuangkan. Ya, ada satu hal yang bisa menjadi alasannya untuk tetap bertahan dengan kuat, anaknya.

"Setelah Anaraya, apa kau juga akan membawa putriku?" Tatapan Romeo kembali mengarah pada bayi kecil yang berada di dalam inkubator. Meski Luigene membunuhnya sekalipun, Romeo tetap akan mempertahankannya, memperjuangkan putrinya.

Ya, putrinya dan Sydney. Bayi mungil itu berjenis kelamin perempuan dan sangat cantik. Buah hatinya dan sudah ia tunggu kehadirannya selama ini adalah seorang perempuan. Romeo akan memastikan jika bayi itu yang akan mewarisi tahtanya menggantikan Romeo, bahkan Egor sekalipun tidak akan bisa menghalanginya.

Cinta Romeo kepada putrinya lebih besar terhadap apa pun yang akan menghalanginya.

Untuk beberapa saat keduanya hanya diam, keheningan itu menjadi belenggu yang menyesakkan. Hingga akhirnya Luigene kembali membuka suaranya memecah keheningan, "Lakukanlah tes DNA," pinta pria itu.

Kali ini dengan tegas Romeo mengangguk, menyanggupi permintaan pria itu. "Baik, mari kita lakukan tes DNA. Jika terbukti bahwa itu putriku, maka selamanya kau tidak boleh menemuinya lagi." Romeo terdengar begitu yakin, ia akan mempertahankan anaknya, "Setelah merebut semuanya dariku, setidaknya kau harus meninggalkan sesuatu yang bisa menjadi alasanku untuk bertahan hidup."

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang