Penggalan XLIII.

2.6K 259 18
                                    

"Luigene Edsel Jo, senang bisa mengenalmu."

Luigene?

Nama itu terdengar unik dan cukup familiar untuknya, barangkali Sydney pernah mendengarnya di suatu tempat atau dari seseorang. Akan tetapi di satu sisi, ia juga merasa asing dengan nama itu.

Meski terdengar cukup unik, namun rasanya Sydney tidak menyukai nama itu.

Belum sempat Sydney memikirkan sebuah jawaban untuk membalas pria itu, suara tangisan Kaysca lebih dulu membuatnya bergegas kembali ke dalam kamar.

Tanpa menyelesaikan makanannya, ia segera menggendong Kaysca yang sudah berada dalam pelukan pengasuhnya.

"Tidak apa biar aku saja, mungkin dia lapar, lagi pula ini sudah waktunya untuk menyusu."

Dan benar saja dugaan Sydney, putrinya itu langsung berhenti menangis tatkala ia menyusuinya. Mulut kecilnya tampak aktif menyedot puting susu sang ibu, membuat Sydney tersenyum merasa senang dan bangga, ia bahkan tidak memikirkan makan malamnya yang ia tinggalkan di atas meja.

Begitulah seorang ibu, ia egois dengan terus mementingkan anaknya. Seorang ibu, ketulusannya tiada tanding bahkan rela mengorbankan dirinya sendiri demi sang anak.

Dalam lamunannya sembari menyusui Kaysca, Sydney justru kembali memikirkan pria aneh yang memperkenalkan dirinya sendiri sebagai Luigene.

Ia tidak memikirkan pria itu karena menyukainya, ia bahkan tidak tau mengapa dirinya memikirkan pria itu, semuanya muncul begitu saja dalam benaknya.

Satu hal yang pasti, hatinya merasa sangat ganjal ketika memikirkan pria itu, Luigene.

⊱ ────── ⋆ Dear, Luigene ⋆ ────── ⊰


"Sampai kapan kau akan menyembunyikan wanita itu? Kau pikir aku tidak bisa menemukannya?" Pertanyaan pertama yang menyambut kehadiran Romeo adalah pertanyaan yang selalu ia hindari saat bertemu dengan Egor, ayahnya.

"Papa sudah berjanji untuk memberikannya waktu."

"Seharusnya sejak awal aku tidak menjanjikan apa pun kepadamu. Cepat atau lambat, jika kau tidak bisa mengurusnya maka terpaksa aku harus ikut campur."

Romeo tau jika hari itu akan tiba, cepat atau lambat. Maka dari itu ia selalu berusaha membantu Sydney mendapat ingatannya kembali, dengan begitu semua akan terdengar masuk akal bagi Sydney jika mereka bercerai.

Tak bisa Romeo pungkiri, ia sangat bahagia dengan keluarga kecilnya saat ini. Jauh di lubuk hati, ia ingin menjadi egois dan hidup seperti ini selamanya, bersama wanita yang ia cintai dan putri mereka, selamanya.

Akan tetapi, hasrat itu harus ia kubur sedalam mungkin demi putri dan wanita yang ia cintai. Mungkin ini adalah godaan yang berusaha menggoyangkan hati Romeo, jika hal itu sampai terjadi maka akan banyak kerugian yang harus ditanggung oleh orang di sekitarnya.

Dan Romeo, tidak ingin itu terjadi. Mengorbankan perasaannya untuk kebahagiaan bersama bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, ia sudah sering melakukannya.

"Usia Kaysca sudah dua bulan, apa papa tidak ingin melihatnya? Dia sangat cantik," ucap Romeo berusaha menghentikan langkah Egor. Pria itu sempat terhenti namun tak berapa lama melanjutkan langkahnya membuat Romeo kembali membuka suaranya, "Dia putri kandungku, darah dagingku, dan cucumu. Kaysca membawa darah kekaisaran yang akan meneruskan tahtaku."

Ada satu hal lagi yang harus Romeo perjuangkan sampai titik darah penghabisan, yaitu putrinya, Kaysca.

Egor boleh membenci Sydney sebanyak yang pria itu mau tetapi Kaysca sama sekali tidak bersalah, putrinya adalah korban dari keegoisan orang dewasa. Suka atau pun tidak, Egor harus menerima kehadiran Kaysca.

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang