Penggalan XIX.

6.2K 279 12
                                    

Romeo sudah tampak rapi dengan pakaian kebesarannya berwarna maroon. Setelah berhasil mengumpulkan keberaniannya selama 30 menit di depan pintu, akhirnya Romeo berani masuk ke dalam ruangan tempat di mana mempelai wanita tengah bersiap.

Tak dipungkiri, Romeo juga manusia biasa. Ia menjadi cukup gugup di hari pernikahannya sendiri. Ditambah, kemungkinan mempelai wanita melarikan diri sangatlah besar membuat Romeo semakin gugup.

Tatapannya mengarah pada seorang perempuan yang tengah berdiri membelakanginya dengan sebuah gaun putih yang mengembang sempurna. Kepalanya tertutup dengan sebuah veil putih, meski begitu ia masih bisa mengenalinya.

"Kau baik-baik saja?" Dengan cepat Romeo menahan tubuh mempelai wanita yang tampak lunglai seakan ingin terjatuh.

"Mungkin karena tiaranya sedikit berat." Suara yang begitu ia kenali, itu suara Sydney. "Mengapa kau kemari? Mempelai pria dilarang melihat wajah mempelai wanita."

"Veil itu menutupi wajahmu, aku tidak bisa melihatnya." Membantu Sydney untuk duduk. "Mau melepas tiaranya?"

"Kau gila? Ini tiara pemberian nenekmu," tolak Sydney membuat Romeo tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum, setidaknya perempuan itu menghargai warisan keluarga Romeo.

Sebenarnya Sydney diberi pilihan untuk mengenakan tiara milik keluarganya sendiri. Namun perempuan itu lebih memilih untuk mengenakan tiara pemberian nenek Romeo.

"Beliau akan mengerti, lagi pula kenyamananmu adalah yang utama."

"Berada di sini sudah membuatku tidak nyaman."

Ternyata senyum Romeo tak bertahan lama. Akan tetapi ia mulai terbiasa mendengar setiap sarkas yang keluar dari mulut Sydney.

"Berada di sini karena harus menikah denganku atau berada di sini bersamaku?"

"Keduanya."

Sebenarnya itu pertanyaan bodoh yang tak perlu ditanya lagi. Romeo memang sengaja mencari penyakit.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu di altar. Jangan ragu untuk meninggalkanku, jika dia memang datang menjemputmu." Romeo bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

"Kau sengaja ini mempermalukanku, bukan?" tanya Sydney, menyadari betul jika ia memang tidak memiliki pilihan untuk kembali. "Jika aku memang pergi maka itu akan mempermalukanku dan keluargaku."

"Ah, akhirnya kau bisa berpikir waras?" Mungkin berat tiara yang ada di kepala Sydney menekannya untuk berpikir dengan waras. "Tapi Anaraya, apa dengan begitu aku tidak mempermalukan diriku sendiri?"

Tidak ada keuntungan yang Romeo dapatkan jika Sydney melarikan diri. Selain mempermalukan perempuan itu, juga akan mempermalukan dirinya sendiri.

Jika Romeo memang ingin menjebaknya, maka bukan seperti ini caranya. Ia akan melakukan hal lain tanpa harus mengotori namanya sendiri, bukan?

"Kau akan pergi?" tanya Sydney begitu mendengar suara langkah kaki Romeo menjauh.

"Bukankah kau bilang berada di sini bersamaku membuatmu tidak nyaman?"

"Memang tapi aku tidak memintamu untuk pergi."

Huh?

Perempuan memang makhluk yang sulit dipahami.

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang