Penggalan XLVII.

2.2K 238 20
                                    

          Wanita itu, bisa memutus semua ikatan dan melarikan diri kapan saja ketika ia mau. Dengan egoisnya, wanita itu mencumbunya lalu seperkian detik kemudian mendorongnya menjauh seakan ia adalah hal yang hina.

"Sydney," panggil Luigene menahan kepergian wanita yang baru saja memutus pangutan dan mendorong tubuhnya.

"Lepaskan," ujar Sydney menatap Luigene dengan nyalang. "Lui lepaskan aku," pintanya lagi melunak tatkala Luigene mendekap tubuhnya erat, "Kau sadar siapa yang sedang kau peluk sekarang?"

"Kau yang menciumku terlebih dahulu."

"Maaf untuk itu jadi sekarang tolong lepaskan aku."

"Setelah menciumku begitu saja lalu dengan mudah kau meminta maaf?"

"Bagaimana jika ada yang melihat?" tanya Sydney, suaranya berubah parau saat mata mereka bertemu.

"Biarkan mereka melihat."

"Kau tidak takut pada Romeo?"

Luigene menggeleng mantap. "Kau mau kabur bersamaku? Aku akan membawamu pergi sejauh mungkin, hanya kita berdua, dan aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu."

"Hanya berdua? Lalu bagaimana dengan putriku, aku seorang ibu dan istri, Lui. Aku tidak bisa pergi begitu saja."

Untuk sesaat, diamnya Luigene membuat Sydney berpikir bahwa pria itu telah menyerah. Akan tetapi dugaannya salah tatkala pria itu kembali menarik tangannya, "Bercerailah dengan Romeo," pinta Luigene.

"Apa?" Sydney terngangah mendengar permintaan pria itu.

"Permaisuri," Lagi, seolah tak cukup, Sydney kembali dikejutkan dengan kehadiran seorang pelayan di belakangnya sembari menunduk takut.

Lantas Sydney segera menepis tangan Luigene. "Ada apa?" tanyanya berusaha tampak tenang. Meski jelas, pelayan itu sudah melihat mereka.

"Anda kedatangan tamu dari istana."

"Siapa?" kerut pada dahi Sydney menandakan bahwa ia juga tidak tau siapa tamu yang datang. "Persilahkan saja masuk."

Bertepatan dengan kepergian pelayan itu, suara tangis Kaysca yang beralun membuat Sydney segera berhambur menuju kamar putrinya, menyisahkan Luigene yang masih berdiri pada tempatnya menatap kepergian wanita itu.

Tak berapa lama, pelayan yang sebelumnya menghampiri mereka kembali, kali ini dengan seorang pria cukup tua di belakangnya.

Wajah Luigene berubah dingin, sebelum sempat tamu itu melihatnya, ia lebih dulu pergi untuk bersembunyi.

Masih berusaha mencuri pandang dari tempatnya bersembunyi, Luigene segera menghubungi Romeo.

"Ayahmu sekarang berada di sini, beliau ingin berbicara dengan Sydney."

"Ayahku?"

Dari suara Romeo, jelas pria itu juga tidak mengetahui tentang kehadiran ayahnya.

"Di mana kau?"

"Aku mendapat panggilan kembali ke istana–shit! Apa ayahku baru saja tiba di sana?"

"Ya, baru saja, ada apa?"

"Aku yakin, dia sengaja memancingku keluar agar bisa masuk menemui Anaraya."

"Lalu apa aku harus mengusirnya?"

"Keributan hanya akan memperkeruh segalanya, tetap berada di sisi Anaraya secara diam-diam dan dengarkan percakapan mereka, kau bisa melakukannya? Tolong segera beritahu aku jika sesuatu yang aneh telah terjadi."

"Kau akan kembali ke sini?"

"Aku akan membiarkan rencana ayahku kali ini, aku ingin tau apa yang dia lakukan."

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang