Penggalan L.

2.2K 244 13
                                    

Sydney terus memandangi kotak cincin yang diberikan oleh Luigene beberapa waktu yang lalu, wanita itu tak kunjung memberikan jawaban. Bukan tidak ingin namun Sydney tidak bisa, ia tidak bisa menolak namun juga tidak bisa menerimanya begitu saja.

Atas permintaan Sydney, pria itu memberikannya waktu untuk berpikir, entah sampai kapan.

Lihatlah Sydney, meski ada cincin lain yang melingkar pada jari manisnya, ia tetap memikirkan lamaran pria lain. Hal ini membuatnya merasa sangat jahat.

Bagaimana dengan Romeo? Hubungannya dengan Romeo menjadi sedikit canggung tatkala pria itu sudah mengetahui bahwa Sydney telah mendapatkan ingatannya kembali.

Sydney sudah memberitahu segalanya, dan setelah itu Romeo tampak menjaga jarak darinya. Mereka hanya akan berbicara jika ada hal yang penting atau jika itu menyangkut Kaysca, bukannya Romeo marah atau kecewa hanya saja kecanggungan itu tercipta dengan sendirinya.

Meski begitu Romeo tau, cepat atau lambat kecanggungan ini harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, sekarang Romeo berada di hadapan Sydney.

"Is everything okay, or is there something ok your mind?" tanya Romeo menghampiri Sydney.

Tanpa berbasa-basi, Sydney langsung menyampaikan keresahannya, "Luigene melamarku."

Romeo tidak tampak terkejut karena memang ia sudah mendengarnya dari Luigene, pria itu memberitahunya bahwa ia telah melamar Sydney.

"Luigene, pria yang baik," Romeo berlutut di hadapan Sydney, "Dia pria yang telah menyelamatkanmu, dia juga yang telah menyelamatkan putri kita."

Dahi Sydney berkerut bingung namun ia membiarkan Romeo untuk melanjutkan ucapannya.

"Orang pertama yang menemukan keberadaanmu adalah Luigene, pria gila itu membuat kekacauan di rumah sakit dan hampir ingin memukul semua dokter di sana."

Sontak tangan Sydney mengepal kotak cincin pemberian Luigene dengan erat, ia baru mengetahui hal itu.

Bahwa orang pertama yang menemukannya adalah Luigene, bagaimana bisa?

"Dia juga yang sudah mendonorkan darahnya untukmu. Lalu sepanjang hari berada di sana menunggumu siuman."

Lagi, Sydney tidak mengetahui tentang itu. Tidak ada yang pernah memberitahunya, bahkan Luigene sekalipun.

"Kau tau, meski ayahmu sudah memukulinya namun dia tidak peduli, keesokan harinya dengan wajah yang dipenuhi lebam ia merangkak ke hadapan ayahmu untuk meminta restu."

Romeo tertawa rendah membayangkan keras kepala Luigene saat itu, Edward bahkan menyerah untuk memukulinya.

"Tentu saja ayahmu tidak langsung merestuinya, tetapi dia tidak menyerah dan terus berusaha. Dia bahkan lebih siaga ketimbang para petugas medis yang ada di sana."

"Dia sangat mencintaimu, lebih dari yang aku kira," sebenarnya berat bagi Romeo untuk mengakui ini, tetapi begitulah faktanya. "Terlepas dari itu semua, dia telah menyelamatkan putriku, aku berhutang besar kepadanya."

"Untuk apa kau mengatakan semua ini?" Mata Sydney tampak berair menatap Romeo, ia tidak bisa mengerti jalan pikiran pria itu. Di satu sisi hatinya merasa sesak mendengar Romeo mengatakannya. Pria yang sama yang selalu mempertahankannya, kini mengorbakan perasaannya sendiri, bersikeras mendorong Sydney untuk bersama pria lain.

"Jika bukan aku, maka tidak ada yang akan memberitahumu, juga kelak tidak ada yang akan mengingat jasanya."

Ya, bagaimana pun Sydney harus mengetahuinya.

Tangan Sydney terulur, menggenggam tangan Romeo, "Di dalam hatimu, apa kau tidak marah atau cemburu?"

"Sebagai seorang suami, tentu ada rasa cemburu tetapi sebagai seorang saudara, aku hanya ingin yang terbaik untukmu." Romeo tersenyum dengan begitu tulus. "Kita sudah tumbuh bersama sejak kecil, sebelum menjadi suamimu, aku sudah menyayangimu layaknya saudariku sendiri."

"Kau tau Anaraya, mengapa aku memilihmu setelah Eleanore?" kini Romeo menggenggam kedua tangan Sydney erat, "Hanya kau orang yang mengenalku, bersamamu mungkin aku tidak harus berpura-pura atau memulai dari awal lagi. Bersamamu, semua menjadi lebih mudah."

"Maafkan aku," kepala Sydney tertunduk, tak bisa membendung air matanya, "Untuk semua kesulitan yang sudah aku berikan kepadamu, dan maaf karena aku tidak bisa membalas perasaanmu."

"Mencintaimu adalah pilihanku, perasaanku untukmu bukan beban yang kau harus tanggung. Maka dari itu kau berhak mencintai pria lain."

Mendengar ucapan Romeo justru membuat Sydney semakin tersedu, hatinya sakit untuk pria setulus Romeo.

"Apa kau masih mencintai Luigene, Anaraya?"

Untuk beberapa saat Sydney hanya menatap dalam ke arah Romeo, keduanya saling bertatapan hingga akhirnya Sydney mengangguk dengan mantap.

"Kalau begitu, tanda tangani ini."

Romeo memberikan sebuah dokumen yang sudah dipersiapkan oleh Egor saat Sydney berada di rumah sakit. Dokumen yang menjadi janji Romeo kepada keluarganya dan keluarga Sydney, dokumen perceraian.

"Bagaimana dengan Kaysca?" Tanpa bisa menahannya lagi, kini air mata Sydney membanjiri wajah cantiknya.

"Selamanya kau tetap akan menjadi satu-satunya Ibu untuk Kaysca, putri kecil kita. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan memisahkan kalian berdua. Yang berubah hanyalah status kita sebagai suami istri. Sebagai orangtua, kita tetap bisa membesarkan Kaysca bersama."

"Bukankah keputusan ini menyakitimu, Romeo?"

Romeo mengangguk. "Tetapi ini yang terbaik untuk semua orang. Aku sudah berjanji pada Jipa untuk menceraikanmu setelah kau mendapatkan kembali ingatanmu."

"Terbaik untuk semua orang, lalu bagaimana denganmu?"

"Selama kau dan Kaysca baik-baik saja, selama kalian bahagia, maka aku akan baik-baik saja. Kalian adalah kebahagiaan terbesarku."

Ini pertama kalinya Romeo mau melepas Sydney, pria yang selama ini menahannya kini benar-benar akan melepasnya. Pria yang sudah mencintainya dengan tulus, kini mengorbankan kebahagiaannya sendiri untuk kebahagiaannya.

"Boleh aku memelukmu, untuk yang terakhir kali?"

"Kau boleh memelukku kapan pun kau mau, tidak ada kata yang terakhir."

Pria itu berhambur memeluk tubuh Sudney, tubuh wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya.

"Romeo," gumam Sydney menangis dalam pelukkan pria itu, membalas pelukkannya tak kalah erat.

Sama seperti Sydney, tidak peduli apa atau siapa Romeo, dia tetaplah seorang pria yang memiliki hati. Pria itu tak mampu membendung air matanya dalam pelukkan Sydney. Melepas seseorang yang ia cintai dengan keadaan yang baik-baik saja seperti ini ternyata jauh lebih menyakitkan.

"Berbahagialah selalu Anaraya, aku mencintaimu," bisik Romeo membenamkan wajahnya pada ceruk leher wanita itu.

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang