"Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Jaksel Nomor 1073/Pdt.G/2019/PA.Jaksel tanggal 14 Februari 2019 yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, telah terjadi perceraian antara Akmal Wijaya, Umur 34 tahun dengan Ayra Jenna Mehrunisa, Umur 24 tahun dengan Cerai Gugat. Maka dari putusan tersebut, hakim memutuskan bahwa sidang perceraian hari ini telah selesai dan ditandangani oleh Panitera Pengadilan Agama Jaksel."Kemudian hakim mengetok palu sebanyak tiga kali. Wanita yang duduk sendiri dikursi coklat itu menghela nafas berat. Kini semua sudah benar-benar berakhir. Akhir untuk perjalanan rumah tangga yang diarunginya selama hampir enam tahun, tapi babak baru dalam hidupnya dengan menyandang status yang pasti akan mengubah hidupnya 90•.
Gurat kesedihan nampak jelas terlihat di wajah kusutnya. Namun tak ada air mata menetes ketika hakim membaca putusan final semenit lalu. Entahlah, air matanya sudah kering atau hatinya sudah terlalu lelah untuk menangis.
Wanita itu maju, menyalami satu persatu hakim dimeja biru sebgai salam perpisahan dan ucapan terimkasih karena sudah membantu jalannya persidangan tanpa hambatan apapun. Lancar dan berjalan mulus, persis seperti rencana mereka.
Bibir itu tersenyum getir ketika hakim yang disalaminya kompak memberikan nasehat untuk sabar dan tidak bersedih menjalani hidup. Harus semangat. Harus bisa legowo menerima suratan takdir yang sudah Tuhan berikan. Meski takdir itu merajam hatinya dengan tusukan belati tanpa ampun. Sakit. Terkoyak.
Sesampainya diluar, saat menunggu ojol menjemputnya, mata itu menangkap sosok yang begitu familiar sedang berjalan menggandeng anak kecil.
"Mas Akmal,"gumamnya. Sedang apa disini? Dan siapa anak kecil itu?
Panik menghampiri. Kenapa tiba-tiba harus melihatnya disini? Padahal selama sidang berlangsung, mulai dari tahap awal sampai putusan resmi diberikan, lelaki itu sama sekali tidak datang. Hanya pengacara saja yang mewakili.
Saat sosok itu kian menjauh, wanita itu semakin panik. Tidak ingin kehilangan sosok yang amat dirindukannya, yang selalu ditunggu kedatangannya meski hanya di alam mimpi sekalipun. Sungguh, ia ingin berlari menghampirinya, memeluknya, merasakan hangatnya dekapannya, mendengar jantungnya yang berdebar, mencium aroma tubuhnya yang memabukkan, membisikkan kata cinta yang masih sama seperti dulu, juga rindu yang tersimpan rapat dan membuatnya gila.
Namun, kakinya terasa berat untuk digerakkan. Suaranya tak bisa keluar untuk memanggil namanya. Seluruh badan seperti tersegel oleh sesuatu, tak bisa bergerak sama sekali.
Didepan sana, sosok itu semakin berjalan menjauh. Semakin jauh sehingga nama yang ia panggil tanpa suara akan segera menghilang dari pandangan. Wanita itu menggeleng cepat, tidak rela jika harus kehilangan sosok itu lagi.
Tidak sampai hitungan menit, yang ditakutkan terjadi. Lelaki itu benar menghilang. Sebuah truk melaju kencang dan menabrak kedua tubuh itu lalu melemparkannya ke udara sebelum akhirnya menghantam aspal dengan suara bhuukk nyaring.
"Mas Akmal!!"
Teriak Ayra. Bangun dengan keringat membajiri sekujur tubuh. Nafasnya memburu dengan tempo cepat. Kedua tangannya mencengkram kuat seprei sampai kusut.
Ayra melirik ke samping kanan. Gelap. Dingin dan hanya ada suara jarum jam weker di nakas sebelah tempat tidur. Tidak ada mas Akmal. Tidak ada truk. Tidak ada jalan. Tidak ada darah. Ayra memejamkan mata, menghela nafas lega.
Bersyukur, kalau itu semua hanya mimpi. Mimpi yang sangat buruk sekali. Ayra menekan skakel lampu. Seketika kamar dengan cat warna purple itu terang oleh cahaya berwarna putih. Diliriknya jam waker, tiga dini hari. Masih ada waktu sebelum adzan subuh berkumandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh tak Bersyarat (End)
RomanceKatanya, Love is blind. Tidak memandang rupa, kasta juga status. Asal hati sudah memilih, dan jika cinta sudah memanggil maka tiga kata diatas itu sudah tak penting lagi. Namun bagaimana jika seorang Abhimanyu, lelaki yang tidak pernah serius dengan...