13. Desiran aneh (2)

3.5K 230 18
                                    

"Gak kurang?"

Lontran pertanyaan dari Abhi membuat kepala Ayra menoleh. Bibir itu tersenyum, lalu menggeleng.

"Cukup kok. Nini tinggal sendirian. Jadi dibungkusin satu-satu juga pasti udah lebih dari cukup. Malah aku khawatir makanan ini gak akan habis."

Abhi menghela nafas. Wanita dan rahasianya. Ya ya ya, Abhi baru sadar kalau dua kata itu memang benar adanya.

Sebentar senang, sebentar cemberut. Sbentar merajuk, sebentar menangis. Sebentar bahagia, sebentar marah-marah. Sebentar sewot, sebentar sumringah. Lama-lama Abhi bisa gila dibuatnya.

Seperti yang terjadi tiga puluh menit lalu. Saat mood Ayra yang semula baik tiba-tiba berubah jelek dan memasang tampang galak tanpa tahu penyebabnya. Menjawab sewot setiap diajak biacara. Lebih banyak bercanda dan ngobrol dengan Zidan daripada dirinya. Abhi dianggurin gaes.

Namun, semua itu tak bertahan lama kala Abhi mengajaknya untuk mengunjungi rumah nenek Rukmini. Wanita tua yang Abhi tahu sering dikunjungi Ayra untuk membawakannya makanan.

Benar saja, wajah Ayra tak lagi cemberut. Bicaranya pun juga tidak ketus. Matanya berbinar penuh semangat menyambut ajakan Abhi.

Tidak sia-sia selama dua minggu ini ia bekerja keras memperhatikan Ayra. Menacari tahu hal apa yang disuka dan tidak disukanya. Belajar segala hal yang mengangkut tentangnya. Memahami sikap dan tingkah laku gadis itu. Semua tentang Ayra, Abhi rekam dalam memori otaknya.

Terbukti, rayuannya berhasil menghapus raut cemberut dari wajah Ayra. Gadis itu sekarang tak henti-hentinya tersenyum kearahnya. Sampai Abhi keliyengan dibuatnya. Terlalu memabukkan gaes.

"Yuk,"ajak Ayra sambil menenteng satu bungkus kresek hitam berukuran sedang.

"Mau naik motor atau jalan kaki?"

"Jalan kaki aja, rumah nini deket kok dari sini. Sekalian jalan-jalan nyari udara segar sambil liatin bintang."

Abhi tk bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Ide bagus Ay, apalagi dijalan nanti gelap, kita jalannya dempetan ya. Aku takut hantu soalnya.

"Ini beneran gak usah bayar?"tanya Ayra memastikan sebelum benar-benar meninggalkan balai.

"Gak usah. Zidan yang bayar, dia hari ini ulang tahun."

Ayra membuka mulut. Berniat mengoreksi  jawaban Abhi yang tidak sesuai dengan pernyataan Zidan tadi. Tapi malah didului abang penjual nasi goreng.

"Mas, sering-sering ya panggil kita kesini. Bos saya seneng gegara dagangannya diborong sama mas. Saya sampai dikasih bonus segala,"si abang penjual nasi goreng nyengir lebar kearah Abhi.

Abhi hanya membalasnya dengan mengangkat tangan tanda oke. Lalu buru-buru menarik Ayra pergi.

"Kenapa gak jujur aja?"

Abhi yang berjalan beriringan menyusuri jalan setapak menuju rumah nenek Rukmini, menoleh sekilas pada Ayra."Jujur soal apa?"

"Soal abang-abang yang tiba-tiba mangkrak didepan balai itu. Sebenernya itu kamu kan? Bukan Zidan."

"Zidan. Hari ini ulang tahun Zidan, makanya dia bikin acara traktiran."

Ayra tersenyum geli mendengar sangkalan Abhi."Jih, udah ketahuan masih aja ngeles. Susah banget buat jujur,"gumam Ayra.

Langkah Abhi melambat mendengar gumaman Ayra."Penting ya untuk dibuat jujur?"tanyanya yang langsung disambut gelak tawa Ayra.

"Iya pentiiiing. Aku gak suka hal-hal yang gak jelas. Anak-anak bilangnya karena Zidan ulang tahun. Tapi Zidan sendiri malah bilang itu semua kerjaan kamu karena kamu lagi bahagia. Trus yang bener yang mana?"

Jodoh tak Bersyarat (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang