"Nyet, Nyet, bangun, Nyet, banguuuuuuunn. Emergency ini emergency,"suara gaduh Zidan memaksa Abhi membuka mata.
"Apa … sih?!"
"Banguuun, cepetan banguuuun. Duduk, duduk, yang bener duduknyaaaaa,"Zidan mendudukkan Abhi yang sukmanya masih belum sepenuhnya terkumpul.
Abhi melirik jam dengan mata yang terbuka sedikit. Gila, masih setengah enam pagi, dan Zidan merecoki tidurnya setelah semalam pergi dan entah pulang jam berapa. Ingatkan Abhi kalau semalam dia sudah berjanji akan membunuh Zidan.
"Aah, bunyi lagi,"Zidan melempar gawai ke hadapan Abhi. Sementara dirinya memeluk lutut dengan wajah ketakutan.
"Apa, sih ini? Lo ngapain pagi - pagi-"
"Itu, itu, liat siapa yang telpon mulai tadi,"telunjuk Zidan terarah pada gawai, sementara wajahnya menghadap Abhi dengan raut yang … entah. Tak bisa digambarkan secara detail.
Abhi mengikuti arah telunjuk Zidan.
"Ayra?"gumam Abhi kaget."Ngapain pagi - pagi dia telponin, elo?"
Nama Ayra menghilang dari layar hape. Berganti dengan tulisan sepuluh panggilan tidak terjawab dari Ayra.
Wtf.
"Jadi gini,"Zidan mulai bercerita karena ditatap sedemikian rupa oleh Abhi. Menuntut penjelasannya."Semalem gue story foto temen gue yang dirumah sakit. Gak tau gimana ceritanya-"
Handpohe Zidan kembali berbunyi. Dari Ayra. Abhi menyuruh Zidan untuk mengabaikan dan melanjutkan ceritanya.
"… Gak tau gimana ceritanya, si Ayra pikir dan percaya kalau foto itu adalah elo,"
What?
Ayra menelpon lagi. Abaikan.
"Terus, dah dari tadi dia teror gue pakai telpon sama chat. Gue bingung gak tau harus kek mana. Trus terakhir kali chat dia bilang mau langsung ke rumah sakit. Nah, die nelpon karena mungkin sekarang udah ada di sono,"
Double what???
Ayra masih terus menelpon. Abaikan. Telpon lagi. Abaikan lagi. Telpon lagi. Abaikan lagi. Begitu seterusnya.
"Gimana nih, Monyeeeettt? Gue ngkat aja terus ceritain semuanya, ya. Kasian mungkin dia lagi kebingungan sekarang dirumah sakit,"
"Jangan,"cegah Abhi."Tunggu dulu,"Abhi mengelus dagu. Mulai berfikir. Mulai menyusun sebuah rencana. Entah ini hanya sebuah kebetulan, atau memang sudah takdir, Abhi tidak akan menyia - nyiakan kesempatan ini.
"Aelah, Nyett. Malah diam membisu. Harus apa nih, gue?!"
"Karena lo yang memulai cerita ini, jadi kita lanjutkan saja ceritanya."
"Maksut loh?"
"Angkat telpon itu terus bilang kalau gue sudah pulang dan ada di apartemen lo,"
Perintah Abhi sukses membuat Zidan melongo."Wah, lo bener - bener ya,"
"Ck, udah cepetan angkat!"
Tepat di panggilan ke tiga puluh delapan Ayra, Zidan menggeser layar dan mengaktifkan mode loudspeaker.
"Ha … halo?"sapa Zidan gugup.
Abhi mengangguk disebelahnya, menyuruh Zidan untuk rileks.
"Hallo Zidan? Kamu dari mana mulai tadi? Aku telponin gak diangkat - angkat."
"I … iya maaf, baru bangun tidur,"
Abhi mengangkat jempol untuk Zidan.
"A … ada apa, Ay. Aduh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh tak Bersyarat (End)
RomanceKatanya, Love is blind. Tidak memandang rupa, kasta juga status. Asal hati sudah memilih, dan jika cinta sudah memanggil maka tiga kata diatas itu sudah tak penting lagi. Namun bagaimana jika seorang Abhimanyu, lelaki yang tidak pernah serius dengan...