EXP . Dua Garis Biru

5.8K 265 37
                                    

Ada yang rindu?
Maaf, baru muncul
😁😘

Abhi merasa separuh tubuhnya akan membeku kalau tangannya tidak dengan cepat menarik selimut dan menutupi bagian atas tubuhnya. Sementara kedua matanya terpejam rapat terbuai lelap.

Suara isakan terputus - putus  memaksa Abhi membuka suara.

"Ay, mimpi nangis lagi?"Abhi bertanya dengan suara serak."Kan cuma mimpi, gak usah nangis beneran, lah. Cup, cup, cup,"tangan Abhi meraba kasur sebelahnya. Tubuhnya ikut berbalik ke arah serupa berniat memeluk tubuh mungil yang sudah satu bulan ini selalu menempati tempat kosong disebelah tempatnya berbaring.

Kosong.

Abhi membuka mata. Isterinya tidak ada disana.  Kemana? Abhi celingukan sampai netranya terhenti pada jarum jam weker diatas nakas. Masih jam lima pagi, tumben sekali sudah bangun. Biasanya juga paling pagi bangun jam delapan. Dan setiap kali bangun pagi selalu saja ada hal - hal aneh yang diminta.

Minta dipijat - pijat dari kaki sampai paha. Terasa pegal dan sakit seperti ditusuk - tusuk. Padahal baru bangun tidur. Minta sarapan satu telor ceplok diatas kasur. Minta buah kedondong dikupas kecil - kecil lalu diulek pakai bumbu cabe, garam dan penyedap rasa.

Bukan hanya itu, isterinya juga minta digendong ke kamar mandi. Minta dimandikan lah. Minta di gosokkan gigi lah. Minta mandi berdua lah. Nah kalau yang terakhir itu, favorit Abhi. Sudah pasti dia tidak akan menolak. Rutinitas aneh pagi itu sudah berlangsung selama seminggu. Entah harus dibilang rutinitas aneh atau rutinitas wajar sebagai pengantin baru.

Yang jelas, Abhi merasa geli dan lucu sendiri melihat isterinya itu bersikap sangat manja padanya. Seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dengan sikapnya semasa mereka baru kenal berlanjut dengan pendekatan kemudian pacaran. Sikap isterinya seperti wanita tangguh yang tidak pernah butuh bantuan siapapun. Bisa melakukan semuanya sendiri. Bisa mengatasi semua masalahnya sendiri.

"Kenapa?"tanya Abhi setelah menemukan Ayra duduk diatas kloset sambil memeluk kedua lututnya. "Kenapa nangis disini?"Abhi berjalan mendekat dengan langkah diseret. Masih sangat ngantuk setelah olahraga malam mereka dengan Abhi yang tentu saja selalu minta tambah.

"Jangan pegang - pegang, ish,"

"Kenapa?"

"Jangan pegang - pegang! Singkirin tangan kamu dari aku."

"Iya, tapi kenapa dulu? Masih pagi, Ay. Gak usah ngedrama dulu hari ini, bisa?"

"Gara - gara kam, nih. Gara - gara kamu,"Kaki Ayra menerjang - nerjang kecil Abhi. Sementara tangannya terulur dengan satu benda pipih panjang berwarna putih dalam genggaman.

Air mata menggantung di pelupuk mata. Ayra menengadah, menunggu reaksi Abhi setelah sepersekian menit meneliti benda pipih panjang itu yang kini sudah berada ditangannya dalam diam.

Menit berlalu. Suaminya itu masih bungkam. Tidak ada reaksi berlebihan dari seorang Abhimanyu. Ayra pikir, suaminya itu akan berteriak histeris, bersalto kegirangan atau mungkin menangis terharu. Ekspektasinya terlalu berlebihan kali ini.

Abhi hanya menggoyang - goyangkan benda yang diapit dengan ibu jari dan jari telunjuknya pada Ayra. Lalu dengan sedikit tarikan diujung bibir bagian atas, dia mengajukan pertanyaan konyol yang berhasil membuat Ayra gregget ingin membenamkan kepala suaminya ke dalam kloset.

"Ini termometer? Kamu demam, sayang? Tapi disini kenapa bukan tulisan angka yang keluar? Yang keluar malah…"Abhi menjeda. Mendekatkan benda panjang itu tepat kedepan netranya."… dua garis merah. Ini maksudnya apa?"

"Gak lucu,"sewot Ayra."Kamu gak cocok berlagak sok bego kayak gitu,"Ayra menekan hidung. Mengeluarkan ingus yang menghambat jalur pernafasannya lalu mengusapkannya sembarang pada piyamanya, Abhi buru - buru menahan tangan Ayra sambil berdecak. 

Jodoh tak Bersyarat (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang