"Hey, tayo. Hey, tayo dia bis kecil ramah,"suara yang lumayan enak untuk didengar mengalun bersama petikan senar gitar."Melaju, melambat, tayo slalu senang,"
Cukup menghibur. Tapi kenapa lagunya harus hey, tayo sih?
"Hey, tayo. Hey, tayo dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, tayo slalu senang,"jreng jreng jreng jreeeeeeng."Jalan menanjak, jalan berbelok, dia selalu berani. Meskipun gelap dia tidak sendiri, dengan teman tak perlu rasa takut. Asseeeekk,"
"Hey, tayo. Hey, tayo, dia bis kecil ramah-"
"Bisa berhenti, gak? Atau mau gue banting itu gitar sampai remuk?"
Zidan cemberut. Menghentikan petikan gitarnya seketika."Gue kan cuma mau hibur lo, nyet. Salah?"
"Ck, berisik,"Abhi menelungkupkan kepala diatas bantal.
"Orang galau mah memang bebas mau ngapa - ngapain,"gumam Zidan."Mau tereak - tereak, mau bentak - bentak, mau nyusahin temen, mau bolos kerja, mau tidur seharian. Bebasssss. Gak ada undang - undangnya, sih!"
"Maaf saja. Galau itu sama sekali gak ada dalam kamus hidup gue."
"Preeettt,"
Abhi melempar bantal hingga mengenai wajah Zidan.
"Brisik lo. Udah sana keluar!""usir Abhi garang.
"Saran gue, yah. Mending lo udahin deh acara kabur - kaburan kayak gini. Gak ada faedahnya. Yang ada malah bikin ribet gue. Giliran susah aja lo ingat gue, giliran senang - senang malah ngilang gak ada kabar,"cibir Zidan. Ngedumel mirip mak - emak panagih uang kos - kosan.
Abhi membalikkan badan dari posisi tengkurep menjadi terlentang."Masih bacot juga,"desisnya sinis."Katanya ada acara mau keluar. Udah sana buruan pergi. Gue lagi pengen sendiri."
Zidan mencibir."Bentar dulu. Lagi gatel nih congor gue pengen binatuin elo,"
Abhi tak bisa menahan senyumnya mendengar Zidan sok melucu dengan mengubah salah satu kata dalam kalimatnya. Abhi menggerakkan tangannya. Mempersilahkan Zidan untuk melakukan pidatonya.
Zidan berdeham sekali. Dengan posisi berdiri di depan tempat tidur, Zidan memulai aksinya."Yang namanya cewek, perempuan, wanita, semuanya sama. Perubahan suasana hati mereka cepat berubah. Kalau mereka bilang nggak, artinya iya. Kalau mereka bilang pergi, artinya jangan pergi. Kalau mereka marah - marah, kek nyokap lo itu contohnya, kemarahan mereka gak serius. Itu cuma esmosi sesaat,"
Abhi menggaruk dahi dengan satu jari. Tanpa diberi tahupun Abhi sudah paham semua itu diluar kepala. Mendengar Zidan mengatakan semua hal itu malah merusak mood Abhi.
"Keluar, gak?"usir Abhi mengarahkan jari telunjuknya keluar.
"Belom selese gue, nyett. Intinya, lo kudu sabar ngadepin mereka. Jangan ikutan emosi. Sabar, tenang, sekarang lo juga harus sabar dan tenaaang,"Zidan melangkah mundur ketika Abhi beringsut bangun dari tempat tidur dengan bantal di tangan.
"Sekarang, lo cepet deh samperin Ayra. Ini tuh udah seminggu, pasti dia juga kangen sama lo. Gak mungkin rasa itu hilang gitu aje, yakin dah sama gue,"Zidan semakin mundur mendekati pintu."Cewek pan emang gitu, nyet. Maunya disamperin duluan dan dikejar - kejar. Atau paling nggak lo hubungi dia, kasih kabar kalau lo masih idup tapi susah buat napas karena terlalu berat nahan rindu sama diiiiiaaaaaa, weeiittss,"Zidan menangkis serangan bantal Abhi.
"Bodo amat. Udah males. Hubungan kita sudah selesai. Pergi gak?!"Abhi menimpuk Zidan dengan bantal yang terus saja menghindar hingga akhirnya makluk mengesalkan itu lari terbirit - birit keluar kamar.
Abhi mendengus. Menutup pintu lalu melempar tubuhnya ke atas kasur.
Haruskah dia bercerita pada Zidan kalau Ayra duluan yang memblokir semua kontaknya? Abhi menggeleng. Janganlah, itu kan aib gue. Lalu di acaknya rambut yang mulai tumbuh memanjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh tak Bersyarat (End)
RomanceKatanya, Love is blind. Tidak memandang rupa, kasta juga status. Asal hati sudah memilih, dan jika cinta sudah memanggil maka tiga kata diatas itu sudah tak penting lagi. Namun bagaimana jika seorang Abhimanyu, lelaki yang tidak pernah serius dengan...