Bagian

125 8 0
                                    

"EH ANJING LO!" Arya berdiri sampai kursi yang didudukinya terpental ke belakang.

Ibu Kantin yang mendengar keributan hanya terdiam bingung mau melakukan apa.

"Lo belain Dia, Ar?!" tanya salah satunya sambil menunjuk Arini.

"Dia itu sama aja! Nganggep kita paling bodoh!"

Arini meringis saat lengannya terkena beberapa pecahan kaca kecil. Ya kecil, tapi sakit ditambah malu.

"Lo gausah kasar sama cewek!" bentak Arya memarahi adik kelasnya.

"Bangsat!" Setelah mereka mengumpat, kedua adik kelas itupun pergi meninggalkan Arya dan Arini.

"Ar, biar gue panggilin petugas UKS," tawar Zidan selaku teman sekelasnya juga yang sama badung.

Arini langsung menolak, "Gak usah, kalian ke Lab langsung."

"Tapi lo—"

"Lo bertiga ke kelas aja," tutur Arini. Ia masih dalam posisi duduk sambil berusaha mencabut serpihan kaca yang melukai lengan tangannya.

Mereka pun meninggalkan Arini dengan raut tak bisa diartikan, kecuali Arya. Arya mengulurkan tangannya tepat didepan wajah Arini, "Cepet berdiri."

Arini mau tak mau menerima uluran tangan itu, "Iya!"
Ia berjalan menduduki kursi yang kosong, sedangkan Arya meminjam sapu Ibu Kantin.

"Bu, minjem sapunya bentar."

Ibu Kantin memberikan sapunya, "Iya, Mas. Hati-hati ya takutnya kena."

"Tuh anak yang udah kena." Arya menunjuk Arini dengan dagunya. Ia memberi Arini tisu untuk mengelap darah yang tidak terlalu banyak keluar, tapi setidaknya mencegah agar tidak infeksi.

Sesekali Arya mendengar ringisan Arini. Sangat tidak tega, lagipula ia mengakui bahwa adik kelasnya sangat tempramental jika menyangkut Arini. Secara Arini selalu dibangga-banggakan guru.

Arini juga ngapain memperdulikannya yang bolos pelajaran memusingkan itu, "Makanya lain kali gak usah nyamperin gue kalo gue lagi mager ke kelas."

Arini menghentikan aktivitasnya lalu melempar tisu ke atas meja, "Gue peduli sama nilai lo. Bukan sama lo," jawabnya ketus.

Arya terkekeh, "Gue juga nolongin lo sebagai bentuk balas budi. Seminggu ini kan lo mau jagain gue."

Arini tidak mau peduli lagi dengan omong kosong pria itu. Dia menyebalkan dari Yudha.

"Tau ah, gelap!"

"Siang bolong gini lo bilang gelap? Buta warna lo?" ledek Arya sambil membuang kaca tersebut ke tempat sampah.

Arini sudah enggan lama-lama disini. Lebih baik kembali ke Lab walaupun tidak membawa Arya, ia akan mencari seribu alasan yang logis agar Yudha tidak curiga.

"Diem lo."

Arya mengikuti Arini sampai Lab untuk ikut pelajaran MYOB. Setidaknya ia menghargai usaha gadis itu untuk mengajak belajar.

Beruntungnya Yudha sedang dibawah mengikuti rapat guru jadi mereka bebas dari pertanyaan-pertanyaan.

"Ehhh Arini.. dulu Pak Dean, Pak Yudha, Guntur, terus sekarang Arya? Selera lo tambah tinggi juga ya," kata Vera yang kebetulan duduk di nomor dua dari samping kiri Arini.

Arini heran, tangan Vera sedang mengetik, tapi kenapa mulutnya itu koar-koar ya? Apa ini ibarat sambil menyelam minum air?

Arini diam. Sedangkan mata Arya tak lepas menatap Arini yang diam saja saat diejek, telinganya panas mendengar ocehan tak bermutu Vera.

ARINI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang