Usaha Guntur

109 5 0
                                    

"I'm hear your problem. Sahabat dengan solidaritas, perjuangan ditengah penderitaan, dan air mata diatas tangisan sahabatnya"

🌈

Sejak pertengkaran di rumah, Arini tinggal sementara waktu di kediaman Guntur karena Johnson dan Frederic enggan meninggalkan rumah itu sampai Arini ikut dengan mereka. Alasan konyol yang tak mungkin membuat Arini kasihan untuk kembali ke rumah. Lagipula ia sudah nyaman hidup sendiri tanpa siapapun.

Alexa tengah mengajak bayinya -Kayra jalan-jalan sekitar komplek. Sedangkan Arini menghabiskan waktu untuk duduk di gazebo halaman belakang rumah Guntur untuk menjernihkan otaknya.

"Woy! Ngelamun mulu lo, ntar ubanan!"

Arini diam membisu. Sedangkan Guntur mengambil duduk disamping Arini untuk menghibur "adiknya" itu.

"Lo masih musuhan sama Dia?"

"Hm.."

"Ini udah 2 minggu, masa gak mau baikan."

"Hm.."

"Ham hem mulu lo ah,ga asik."

"Yaudah sana pergi," usir Arini masih dengan tatapan kosong.

Andai saja ada Andra, pasti beban masalahnya tak seberat ini.

"Niat baik malah diusir. Gini ya, Rin. Arya kan udah bilang gak sengaja, Dia juga emosi, lah lo juga lagi emosi. Jadi bukannya saling menguatkan malah saling melampiaskan. Menurut gue—"

"Gue benci sama orang yang sok tau kehidupan gue, termasuk lo," ketus Arini. Ia berdiri dan memakai sandal untuk ke ruang tamu berharap tidak ada yang mengganggu ketenangannya.

Lagi-lagi Guntur mengelus dada menghadapi Arini. Ia juga tak bisa membiarkan Arini terus terkungkung dalam kebencian yang mungkin akan membawa penyesalan.

Alexa tidak sanggup bicara pada Arini jika gadis itu sudah marah akan hal yang menyangkut keluarganya. Dulu pun ia pernah didiamkan 2 bulan karena tidak sengaja bertanya kenapa orangtuanya cerai. Kejam sih, tapi namanya juga mulut. Tajam.

Guntur tidak akan menyerah sampai Arini melunakkan hatinya.

"Eh, Mak Lampir. Lo gak kasian tuh anak tiap hari kesini cuma mau minta maaf sama lo, hah?" Akhirnya Guntur memakai bahasa lawakannya karena Arini sudah tidak mempan menggunakan bahasa sopan.

"Gak."

"Kejem amat lo emang. Kalo gue ada di posisi lo—"

"Nyatanya lo gak ada di posisi gue kan?"

Iya juga, jawab Guntur dalam hati. Nih anak ngelesnya pinter juga.

"Tapi kan--"

"Udah, Tur. Udah cukup usaha lo biar gue baikan sama Arya. Gue udah maafin Dia, tapi males ketemu!"

"Lo emang gak nyesel ngomong kasar sama Bokap lo?"

Ups!

Emang nih mulut ember bet dah, Guntur memukul mulutnya berkali-kali dan mengucap doa supaya Arini tidak dengar.

Arini menatap Guntur tidak suka, "lo juga gak nyesel nanya gitu?"

Yahh, kan salah lagi.

"Dasar sinting," desis Arini sembari menaiki tangga.

Ia lama-lama tidak betah hidup disini karna ada orang yang merusuhi pikirannya.

"Gimana? Arini udah baikan?" Tanya Alexa usai menidurkan Kayra di ranjang bayinya.

"Nothing. Dia kekeh gak mau percaya siapapun, termasuk gue."

"Lagian sih tuh anak pake segala nyinggung masalah sensitifnya Arini. Jadi gini kan."

"Kan kagak tau tuh bocah.."

"Jadi pusing gue. Gimana caranya ya?" Alexa menepuk-nepuk dahinya untuk berpikir.

Dean Alfianto. Itulah nama yang terlintas dibenak Alexa.

"Eh iya, kenapa gak hubungin Pak Dean aja ya? Biasanya kan mood Arini balik gara-gara Pak Dean."

"Yee, si oncom. Ntar kalo nelpon Pak Dean yang ada guru lo tambah marahin di Arya." Emang dasar suami istri, tapi masih pake logat lo-gue.

"Bilang aja Arini lagi butuh semangat. Gausah ceritain tuh aslinya."

"Nahh, istri gue emang the best lah."

***

Guntur mengetuk pintu kamar Arini yang sudah ia sediakan dari pertama gadis itu datang. "Rin..gue masuk ya."

Cklek

Yang Guntur lihat adalah Arini yang tengah duduk di tepi kasur menghadap jendela yang tirainya dibuka lebar untuk melihat pemandangan kota.

Cukup mengenaskan.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap Arini terang-terangan.

Guntur jadi merinding. Gileeee. Apa karena hawa Arini horor ya?

Guntur pun duduk di kursi jauh dari Arini. "Ngomong apa?"

"Kalo gue loncat dari sini, kira-kira masalah gue ilang gak?"

Guntur terkejut atas pertanyaan bodoh itu. Ia lantas berdiri dan menyentak Arini. "SINTING LO?"

Selama ini walaupun masalahnya berlarut-larut. Arini tidak pernah absen sekolah, nilai mata UAS dan simulasinya juga masih diatas KKM. Jadi dapat disimpulkan Arini tidak gila ya.

"Gue cuma becanda." Arini terkekeh sinis. Ia juga malas bertingkah layaknya tidak punya masa depan.

Guntur berjanji akan mengunci tiap jendela yang ada di rumahnya setelah ini.

"Rin. Abang lo ntar malem ke rumah, lo gak mau pulang?" Guntur menyeret kursi untuk duduk didepan Arini.

Arini hanya diam.

"2 minggu ini gue kehilangan sosok Arini yang gue kenal." Tuturan Guntur membuat Arini mengangkat wajahnya.

Guntur menggenggam kedua tangan Arini, "Percaya, Rin. Semuanya udah ada yang ngatur, lo tinggal pilih mau gimana. Kalo lo mau tetep tinggal di rumah itu gapapa, kalo lo mau tinggal sama abang lo is better."

Alexa yang sedari tadi berdiri di samping pintu hanya bisa menangis. Ia terharu perjuangan suaminya untuk mengembalikan Arini yang dulu, tidak patah semangat. Ia rindu untuk selalu ada disamping Arini saat gadis itu sedih. Tapi permasalahannya saja membuat ia tidak mampu mengatasi emosi sahabatnya, kalau salah bicara sedikitt saja. Maka persahabatan mereka menjadi taruhan ke dua kali.

Alexa tau, Arini tidak suka dengan perceraian orangtuanya. Hanya Dean yang bisa mengatasi ini sebelumnya. Sekarang? Guntur yang berusaha.

"Ntar malem gue bakal anter lo ke bandara buat jemput Kak Andra. Gue yang cerita, lo istirahat aja." Guntur mengusap pundak Arini dengan iba.

"Thanks, Tur."

Arini pun berbaring untuk istirahat kembali. Guntur menutup tirai dan meninggalkan Arini.
Tak sadar air matanya menetes, ia harus banyak bersyukur selalu mendapat keluarga harmonis. Tidak dengan Arini yang justru merasakan bagaimana dikhianati keluarganya sendiri.

Alexa memeluk Guntur.

"Semoga aja masalahnya cepet selesai," ucap Guntur.

"Gue harap begitu."

🌈

REVISI 30 MEI 2020
11.02 WIB

ARINI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang