Coklat

121 5 0
                                    

"Bedakan. Mana yang kau kagumi dan mana yang kau cintai. Terkadang cinta itu membuat kau terkecoh supaya tidak tetap pada pendirian masing-masing."

🌈

Revisi 29 Mei 2020
09.08 WIB

Menjelang Ujian, Arini semakin giat belajar sampai lupa waktu. Bukan belajar untuk Ujian Akhir Semester, malah banyak menge-print materi Ujian Nasional dari tahun lalu.

Yudha sudah merekrut siswa kelas sebelas untuk meneruskan generasi sekolah yang akan mengikuti lomba LKS berikutnya. Sebenarnya tidak sulit karena sebelumnya Arini sudah memberi penyuluhan dan menyerahkan beberapa soal-soal yang berkaitan dengan lomba.

Yudha juga sudah lama tidak ngobrol berdua dengan Arini karena sibuk membuat soal ujian.

Arini cukup senang karena tidak terbebani dengan lomba-lomba yang sejak dulu mengejarnya. Kini pihak sekolah membebaskan Arini untuk fokus pada Ujian Nasional.

Arini pikir, nilai UN-nya harus bisa tembus 5 besar di tingkat nasional. Tapi... rasanya sulit karena kan ia berpotensinya dimata pelajaran kejuruan, bukan akademis.

"Fi, ntar kalo gue ada yang gak paham sama latihan soal UN. Bantu ya?"

Fiona hanya mengangguk tersenyum, "Sebaliknya. Kalo gue gak paham penjurnalan lo bantu gue."

Mereka berjabat tangan,
"DEAL!"

"Oiya, Rin. Neraca lajur itu gimana sih?" tanya Fiona.

"Lo tinggal masuk-masukin aja angkanya dari penyesuaian sama neraca saldo abis buku besar. Abis itu yg akun 1 sampe 3 lo masukin ke neraca, akun 4 sampe 9 lo masukin ke laba rugi tapi disesuaikan lagi ya saldo normalnya." Arini menjelaskan panjang lebar.

"Hmm-- kapan-kapan gue ke rumah lo aja deh, sekalian bawa soal." Fiona tersenyum tidak paham.

Arini menghembuskan nafasnya kasar. Ia kira akan paham. "Yaudah, terserah aja."

Fiona pun kembali ke kelasnya. Tidak sampai 5 menit, Arya masuk kelas dan duduk disamping Arini.

"Wehh, what's up"

"Diem. Gue lagi pusing," potong Arini.

Arya terkesiap, "Pusing napa lo?"

Sebenarnya Arini tidak menjawab pun Arya sudah tahu. Buktinya banyak soal-soal didepannya. Bahkan mejanya juga sudah tidak muat untuk meletakkan tangan. Kertas-kertas laknat yang bisa membuat Arya ingin membakar semuanya. Kalau bisa dimusnahkan saja beserta rumus-rumusnya supaya generasi selanjutnya tidak menjadi korban stress seperti dirinya.

"Gue saranin nih ya, lo itu harus bisa keluar dari zona menyiksa kek gini," ucap Arya sambil merapihkan kertas-kertas tersebut dalam satu tumpukan.

Arini hanya diam melihat kedepan dengan tatapan kosong.

"Weekend gue mau ke Kebun Raya Bogor," ucap Arya menggeser satu tumpukan yang tadi ia rapihkan ke meja Arini.

"Ngapain? Mau liat Raflessia?"

"Belum waktunya tumbuh," ujar Arya cukup kecewa.

"Trus ngapain? Liat Bunga Bangkai?"

"Mau belajar gue."

Seisi kelas menatap Arya dengan terkejut, sekaligus Arini. Arini bahkan baru mendengar jika Arya ingin belajar selama masuk Tunas Bhakti. Sungguh mengesankan, mengejutkan, dan menakutkan.

Mereka anggap ini menakutkan karena mungkin saja Arya kesurupan setan belakang sekolah.

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Arya.

ARINI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang