✔️1. Dia Kembali

1.3K 63 4
                                    

Suasana jalanan di sekitar jalur perumahan itu memang agak sedikit menyeramkan, mungkin karena sangat jarang sekali ada kendaraan yang melintas. Adapun dengan keberadaan pohon besar dengan akar yang menggantung di sepanjang tepian jalan membuat penampakannya menjadi terkesan angker. Memang sih tidak pernah ada cerita seram ketika orang melintas pada malam hari sekalipun di sana. Hanya saja, keadaan jalan yang sepi dan terlindung dari sinar matahari itulah yang membuat orang-orang lebih memilih untuk memutar jalan saja.

Tapi lain halnya dengan seorang remaja cewek bertopi baret yang sedang menaiki skateboard  saat ini. Dengan santai tanpa rasa takut ia melintasi jalur tersebut. Telinganya bersumpal earpod yang lagi memutar musik EDM kesukaannya. Ditangan kirinya terdapat sebuah buku novel tebal yang tergenggam erat, sedang ditangan kanannya memegang sebuah tongkat dengan jaring di ujungnya mirip tongkat penangkap ubur-uburnya spongebob. Sepintas dia memang terlihat aneh. Apalagi, dengan wajah dan kulit yang terlalu sangat putih hampir seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya.

Dia berhenti pada sebuah jalan sempit yang akan membawanya ke jalan besar lebih cepat. Sebelum ia masuk, sebuah suara sukses menghentikan langkahnya.

"Ini semua gara-gara lo brengsek?! Kalau lo nggak muncul, nenek lampir itu nggak bakalan nyadar!" suara seorang cewek dengan nada tinggi penuh amarah.

"Ma-maaf, Kak, tapi aku---"

"Nggak ada tapi tapian! Lo harus terima akibatnya!"

Tak ada dialog lagi. Yang ada hanya suara jerit tertahan dan segala sesuatunya yang dipukul kemudian ditendang. Sampai akhirnya suara kaca pecah yang cukup nyaring membuat cewek itu tak tahan lagi untuk tidak mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam jalanan sempit itu.

"Kalian sedang apa?" tanya cewek itu dengan nada polos dan wajahnya yang sangat datar. Pada saat itu, ia melihat dua orang cewek kira-kira seumuran dengannya sedang merundung satu anak berseragam smp yang sepertinya baru pulang sekolah. Keadaan anak smp itu begitu memprihatinkan. Wajahnya sangat kotor entah terkena noda apa hingga mengenai seragamnya. Bau busuk juga menguar.

"Kalau lo mau lewat lewat aja! Nggak usah ikut campur urusan orang!" sahut salah satu anak yang memakai jersey juventus dengan satu tangannya menyambak rambut anak smp itu.

"Kalian ngalangin jalan gue." sahut si cewek bertopi baret itu dengan tenangnya.

"Lo nantangin kita, ya?! Atau lo mau kita buat kayak bocah ini, hah?!" satu anak dengan wajah penuh minyak mengampiri cewek itu. Sepertinya anak itu tidak sabar lagi untuk melanjutkan aksinya.

Cewek itu menggeleng pelan dengan wajah yang kalem. "Gue bakal lewat begitu saja kalau anak itu juga gue bawa." tunjuknya pada anak smp yang terduduk ditanah dengan kepala menunduk.

Tak perlu aba-aba, anak yang memakai jersey itu sontak memukul si cewek topi baret dengan menggunakan balok kayu yang tak jauh darinya berdiri hingga tersungkur. Ia tak sempat menghindar. Tanpa menunggu waktu lama lagi, temannya dengan wajah penuh minyak itupun turut menendangi si cewek itu sampai hampir mengenai tubuh anak smp yang berada disampingnya. Mendapati serangan bertubi-tubi itu tidak membuat si cewek topi baret bergerak untuk melawan. Ia hanya diam membiarkan sampai akhirnya dua cewek itu kelelahan melampiaskan kemarahan padanya. Ia sangat yakin kalau dua anak itu pasti masih seumurannya. Tapi sayangnya, tingkahnya sudah mirip berandalan yang tidak pernah duduk dibangku sekolah. Atau memang mereka adalah berandalan? Sungguh disayangkan karena mereka perempuan. Setelah puas melampiaskan kekesalannya, dua anak perempuan tadi pun pergi begitu saja setelah dengan sekali lagi menendang perut si cewek itu.

Wajahnya tak lagi mulus, karena kini ada beberapa goresan darah yang menghiasi dahi dan rahangnya. Skateboardnya patah karena dipakai orang tadi untuk memukul punggungnya. Buku novelnya juga terlempar dalam kubangan. Tongkat jaringnya tak berbentuk lagi. Keadaannya kini lebih tragis dibandingkan anak smp itu.

"Maaf, gara-gara aku Kakak jadi seperti ini," gumam anak smp itu begitu pelan merasa bersalah atas keadaan si cewek itu.

Cewek itu tidak menyahut. Ia bangun sambil meringis. Mengambil patahan skateboard dan bukunya yang basah tanpa memungut serpihan tongkat jaringnya lagi.

"Besok jangan lewat jalan ini lagi." ujarnya pada anak smp itu. Kemudian berjalan menjauh dengan kakinya yang pincang.

"Ma-makasih, Kak... Jeyar." Ia mengecilkan suaranya pada kata terakhir.

Everything is nothing [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang