"Selamat ulang tahun!" Mama dan Papa bergantian menciumiku sambil bersorak riang. Mereka bahkan membuka party crackers untuk memeriahkan acara perayaan sederhana ini.
"Kamu sudah besar sekarang," mata Mama berkaca-kaca saat mengucapkan itu.
Oleh sebab itu perayaan ini sebenarnya sudah tidak penting.
"Baiklah. Mari kita potong kuenya. Ayo!" Papa mencairkan suasana haru itu dengan memotong kue ulang tahun berwarna pink cerah dengan hiasan unicorn di atasnya.
"Ma, apa tidak sebaiknya--"
"Tidak! Mama bilang tidak, Pa. Papa pasti mau bilang perayaan ini sudah tidak berguna lagi kan? Seharusnya kita menghentikan tradisi ini kan?"
Papa meneguk ludah. "Ini untuk kebaikanmu sendiri. Ini sudah dua belas tahun--"
"Tapi dia pasti ingin merayakan ulang tahun ini, Pa. Iya kan, Sayang?"
Tidak, Ma.
"Ma, dia pasti sudah bahagia tanpa harus dirayakan ulang tahunnya. Mama lihat, justru Mama yang selalu sedih di setiap perayaan ulang tahunnya. Dia sudah besar sekarang. Perayaan ini, kue ulang tahun unicorn ini, dia bukan bayi kecilmu lagi."
Mama mulai terisak.
"Dia akan tetap jadi bayi kecilku berapapun umurnya sekarang. Mama tak peduli." Mama mulai menangis.
"Mama takkan membiarkanmu merayakan ulang tahun sendirian. Mama dan Papa masih di sini. Kami masih akan terus merayakan ulang tahunmu, Sayang. Kamu melewatkan ulang tahunmu waktu itu dan kami selalu tak pernah melewatkannya sejak saat itu. Dan memangnya ada yang akan merayakan ulang tahun untukmu di sana?"
Tentu tidak, Ma, karena aku tak mau lagi merayakan ulang tahun. Aku tak mau Mama terus sedih di tiap ulang tahunku. Bukankah harusnya Mama bahagia? Ini sudah dua belas tahun, Ma. Dua belas tahun aku pergi meninggalkan Mama dan Papa tepat di hari ulang tahunku yang ke sepuluh.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories: Part Two [COMPLETED]
DiversosMari ngopi Akan kuceritakan cerita-cerita yang kudengar dari mereka sekali lagi Sekuel Mini Stories