-
Dewi tak menyangka bahwa dengan mendengar kata "petak umpet" tanpa sengaja saja membuat salah satu pasiennya bereaksi berlebihan.
Gadis berusia 11 tahun itu tiba-tiba menggigil ketakutan lalu berteriak-teriak histeris.
"JANGAN! JANGAN PUKUL! JANGAN PUKUL EKA!!" begitu yang gadis itu ucapkan berulang-ulang sambil berusaha menutupi dirinya dengan bergelung.
"AMPUUUNN!!" gadis itu berteriak lagi. Kali ini dia bahkan menangis.
"TIDAK. PETAK UMPET. TIDAK!!" gadis pengidap mutism itu justru berbicara banyak meski dengan teriakan dan ucapan yang sama berulang-ulang.
"Tenang, Ka. Eka harus tenang. Eka harus cerita. Eka mau cerita sama Ibu?" gadis itu mengangguk ketika ditanya oleh Dewi. Keadaan gadis itu berangsur tenang.
"Eka... Ga suka... Petak... Umpet..." Gadis itu berkata terbata. Dewi mengangguk.
"Kenapa?" Dewi menyentuh lembut pundak gadis itu.
"Kalo... Ketemu... Dipukul..."
"Sama siapa?"
Eka menggeleng-gelengkan kepalanya. Makin lama makin kencang.
"Eka... Eka..." Dewi memegangi tubuh gadis itu sambil terus menyebut namanya agar gadis itu tidak kehilangan kontrol lagi.
"Dipukul... Sakit..." Eka menunjukkan bekas-bekas luka di sekujur tubuhnya yang selama ini ditutupi baju lengan panjang dan celana panjang.
"Ini..." gadis itu menunjuk sebuah bekas luka di lengannya, "rokok."
"Ini..." dia menunjuk bekas luka lain, "pukul... Sabuk..."
"Ini..."
Dewi terus berusaha menahan tangisnya sambil mendengar Eka berbicara.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories: Part Two [COMPLETED]
De TodoMari ngopi Akan kuceritakan cerita-cerita yang kudengar dari mereka sekali lagi Sekuel Mini Stories