-
Seorang wali murid datang dengan penuh amarah ke sekolah. Menemui kepala sekolah dengan murka.
"Kenapa anak saya ditampar, Pak? Ini namanya kekerasan dalam sekolah. Perlu ditindak. Akan saya laporkan kasus ini ke polisi. Masa tenaga pendidik malah kasar ke anak didiknya? Terus kenapa malah anak saya yang diskors? Kan anak saya yang jadi korban."
"Bapak sudah bertanya pada anak Bapak kenapa dia sampai ditampar?" tanya kepala sekolah dengan tenang.
"Katanya dia guyonan sama temannya saat upacara."
"Baik. Sudah jelas ya kalau anak Bapak melakukan kesalahan. Jadi wajar kan kalau guru melakukan tindakan?" kepala sekolah masih tenang.
"Tapi tetap saja, Pak, apa perlu ditampar segala dan diskors pula?"
"Baik. Apa Bapak sudah bertanya sudah berapa kali anak Bapak diberi peringatan?"
Wali murid itu tidak menjawab.
"Mungkin ini yang harus Bapak pahami. Kami, para guru, tidak akan melakukan tindakan lebih bila murid tidak melakukan kesalahan fatal. Upacara adalah saatnya kami bersyukur, mengheningkan cipta, merenung bukan malah bersenda gurau. Kelihatannya sepele. Tapi apa anak Bapak pernah berpikir bahwa hal-hal besar dimulai dari hal kecil? Sepele sekalipun? Oleh sebab itu, saya beri waktu untuk merenungi kesalahannya selama ini, bukan yang kemarin saja. Semoga waktu skors itu bisa membantunya untuk merenung. Kalau ternyata tidak, kami terpaksa akan mengembalikan anak Bapak karena anak yang sulit diatur tidak bisa disekolahkan di sini. Mungkin Bapak bisa pindahkan ke sekolah lain atau membuat sekolah sendiri."
Wali murid itupun bungkam.
-
Wah, kalau murid jaman dulu ditempeleng di sekolah, pas balik rumah ditempeleng lagi sama bapaknya 😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories: Part Two [COMPLETED]
De TodoMari ngopi Akan kuceritakan cerita-cerita yang kudengar dari mereka sekali lagi Sekuel Mini Stories