-
"Ih, jangan make bahasa Jawa deh kalo ngomong," pekik salah satu muridku pada temannya saat jam istirahat.
Aku yang sedang berdiri tak jauh dari si anak berusaha menguping. Apa memangnya yang salah dengan bahasa Jawa, salah satu bahasa daerah di Indonesia? Bahasa ini lazim digunakan di sini, di kota tempatku tinggal, karena memang letaknya masih di Pulau Jawa. Ini bahasa yang sehari-hari digunakan orang-orang. Bahkan memang ada beberapa orang yang kurang mahir berbahasa Indonesia dibandingkan bahasa Jawa karena bahasa Jawa adalah bahasa pertama kami.
"Lha nangopo?" tanya si teman, masih dengan bahasa Jawa.
"Ih, dibilangin!" muridku itu memutar bola matanya. Tingkahnya dewasa untuk ukuran anak kelas 3 SD. "Aku nggak suka pake bahasa Jawa. Bahasa Jawa itu norak. Kampungan. Tau nggak?"
Si teman hanya melihat sekilas, lalu berbalik meninggalkan muridku itu.
"Hey, mau kemana?" tanya muridku sambil mengejar temannya. Tapi temannya justru semakin cepat berjalan alih-alih berhenti dan menjawab pertanyaan muridku.
Aku yang melihat pemandangan itu geleng-geleng kepala. Bagaimana bahasa daerah bisa lestari kalau generasi mudanya bahkan menganggap bahasa daerah itu norak dan kampungan? Bagaimana generasi muda bisa mencintai ragam budaya daerah mereka sendiri kalau mereka justru lebih tertarik belajar bahasa asing yang mereka anggap lebih keren?
-
A/N
• Lha nangopo = lha kenapa
Ini beneran terjadi sama murid kakak saya yg notabene guru SD. Iya, murid kakak saya beneran ngomong begini sama temennya. Pas saya diceritain begini rasanya sedih.
😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories: Part Two [COMPLETED]
De TodoMari ngopi Akan kuceritakan cerita-cerita yang kudengar dari mereka sekali lagi Sekuel Mini Stories