REUNI

29 3 0
                                    

-

"Halo, Beb. Apa kabar?" Shinta sibuk cipika cipiki dengan teman lamanya semasa SMP, Andini.

"Baik. Kamu gimana? Tambah glowing aja deh meski kita ga ketemu 10 tahun. Apa sih rahasianya?"

"Ah, cuma masker tradisional aja. Bahan-bahannya banyak kok di pasar. Aku kan ga perawatan di salon atau dokter. Mahal."

Hah? Bukannya gosip terbaru kamu jadi bokinan om-om pengusaha kaya. Itu muka pasti hasil oplas deh atau tanam benang. Kulit lu aja tadinya dekil item sekarang bisa tiba-tiba putih glowing gitu. Ya kali lu cuma maskeran di rumah.

"Ah, kamu juga tambah cakep. Stylish. Pasti barang branded ya?" Shinta mengomentari tas jinjing yang dibawa Andini.

"Ah, ini..." Andini mengelus tas Bottega-nya, kentara sekali ingin pamer. "Oleh-oleh suami waktu dari luar negeri tempo hari."

Halah, palingan tas KW 100. Jelas-jelas jelek gitu. Bottega asli ga gitu kali. Gue juga bisa bedain asli apa nggak meski ga punya. Kalaupun asli juga palingan kredit sampe susah payah bayar. Apa? Suaminya dinas ke luar negeri? Helooo emang suaminya kerja apaan sih? Di Instagram aja ga pernah pamer jalan-jalan ke luar negeri kok.

"Aduh, aduh, pada ngomong apaan sih? Nimbrung boleh dong ya?" tiba-tiba Shafa ikut duduk di antara Shinta dan Andini sambil mengibaskan tangannya yang gemerlapan karena memakai gelang, cincin, dan jam tangan penuh berlian.

"Amboooyy! Kamu sukses banget sekarang, Say, bisa punya berlian segitu banyak." Shinta dan Andini mengagumi perhiasan Shafa. Sementara Shafa dengan pongahnya malah memamerkan kunci mobil, dengan grafir logo perusahaan otomotif terkenal, dengan meletakkannya di atas meja.

"Wah, wah, wah. Kamu sih sekarang udah kelas sosialita. Mobil ini kan harganya bisa M-M-an. Iya kan?" Andini begitu takjub.

Gue curiga dia jadi gundik piaraan gadun. Masa katanya kerja di perusahaan jadi sekretaris doang bisa punya mobil mewah, perhiasan dengan berlian, jam tangan mahal. Hari gini kerja halal? Sampe tua juga ga bakal kaya raya.

"Eh, kalian berdua kenapa pada diem? Nanti aku traktir kalian karaoke sama ke bistro abis ini. Gimana?" Shafa menjentikkan jarinya, membuyarkan lamunan Shinta dan Andini yang sibuk bergosip dengan batin mereka sendiri.

Sementara itu...

"Kamu kenapa ga ikut reuni, Ma?" tanyaku pada istriku. "Bukannya kemarin bilang ada undangan reuni SMP? Hari ini kan?"

"Nggak ah. Males," istriku malah sibuk memakai jilbabnya dan memulas lipstik tipis-tipis.

"Lah kok? Kan jarang-jarang ketemu."

"Justru temen-temenku sekarang jadi tipe manusia yang mau aku hindari. Sebenernya mau nagih utang sih ke Andini tapi ogah ah. Kesian, masa lagi hore-hore reunian diingetin utang. Nanti aja di-WA. Lagian aku mau jalan-jalan aja sama suamiku tersayang ke pengajian ustad yang itu loh. Lebih bermanfaat." Istriku mengerling genit.

"Alhamdulillah."

"Ayo," istriku menggamit lenganku sambil mengajakku keluar rumah. Kami pun berboncengan naik motor.

"Bener nih ga mau naik mobil aja?"

"Nggak, biar romantis!"

Akupun tergelak disusul gelak tawa istriku.

-

Mini Stories: Part Two [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang