STALKER

28 3 0
                                    

-

Gadis itu pergi begitu melihatku. Padahal aku hanya ingin memberitahu. Tidak baik untuknya berjalan-jalan di gelap malam dengan pakaian mencolok begitu.

Dia bilang. Pergi. Dasar orang aneh.

Aku bilang. Kau yang aneh. Ini malam di musim dingin. Suhunya -20° di luar sini. Kenapa kau tidak tidur nyenyak saja di rumah, nyalakan perapian, minum coklat panas, nonton channel 9 seperti yang biasa kau lakukan.

Nah kan, kau memang penguntit. Dia menuduhku.

Dasar gila. Kalau kau tidak segera pergi dari hadapanku akan aku panggil polisi. Dia mengacungkan ponselnya, bersiap memencet nomor darurat, berlagak mengancam.

Aku pergi. Memang. Tapi esoknya aku membuntutinya lagi. Kali ini dia pergi bersama seorang pria. Kelihatannya mereka baru keluar minum - minum dari kelab.

Kau lagi. Sudah kubilang aku akan telepon polisi kalau kau masih menguntitku. Dia berteriak histeris. Teman prianya mendekatiku.

Kubilang. Hati-hatilah dengan laki-laki, Nak. Mereka bisa saja tampak baik tapi sebenarnya mereka bisa saja punya maksud tertentu.

Teman prianya mendorongku hingga aku nyaris terjatuh. Apa maksudmu, hah? Kau menuduhku akan menodainya? Kau ini siapa memangnya? Gadis ini kekasihku! Kau tak punya hak apapun.

Aku menyunggingkan senyum. Aku tidak menuduhmu. Apa aku berkata begitu? Apa kau tersinggung karena memang kau punya tujuan itu?

Brengsek. Pria itu memaki lalu memberi bogem mentah tepat di wajahku.

Aku tersenyum lagi. Dia memberi bogem mentah lagi. Aku tersenyum lagi. Dia memberi bogem mentah lagi. Lalu aku tertawa.

Dia sepertinya tak waras. Pria itu mengataiku. Dia nyaris mendaratkan satu pukulan lagi saat gadis itu berteriak hey dengan kencang.

Kau siapa? Tanya gadis itu padaku.

Aku menyeka darah yang mengaliri seluruh wajahku. Ah, gigiku sepertinya tanggal dua atau tiga. Tulang hidungku mungkin juga patah.

Kau siapa? Ulang gadis itu.

Dari mana kau dapat foto ini? Dia bertanya dengan gusar sambil mengacungkan selembar foto usang yang ternyata dia ambil dari dompetku yang jatuh saat perkelahian tadi. Well, itu bukan perkelahian sih.

Apa guru Biologimu tak pernah bercerita bahwa untuk lahir seorang bayi harus melalui seorang laki-laki dan seorang perempuan yang melakukan hubungan intim? Kemudian...

Stop! Kau jangan bercanda! Kau siapa, brengsek? Dia mulai marah.

Apa ibumu tak pernah cerita soal aku?

Dad? Dia bertanya tak percaya. 

Sudahlah, kemarikan fotonya. Aku merebut foto usang itu. Buru-buru memasukkannya kembali ke dompet lusuhku.

Kau, aku menunjuk pria itu, kalau kau tak bisa menjaga gadis itu dengan baik, aku akan mencarimu sampai ketemu.

Kemudian aku pergi. Dan aku masih tetap membuntuti gadis itu diam-diam.

Mini Stories: Part Two [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang