4. Wedding day

6.3K 473 19
                                    

Maaf ya kalo feel nya kurang di hari yang seharusnya menjadi hari paling sakral ini

Semoga kalian masiy bisa terima

Happy reading

.

.

.

Pagi ini, Raisya dengan seluruh kegugupannya bercampur menjadi satu kesatuan yang utuh.


Menggenggam sebotol obat penenang berharap jantungnya bekerja seperti biasa. Tapi itu hanya bualan, kakinya bergetar hebat dan jantungnya bekerja ekstra saat ini.

Sedangkan Jimin? Dia tengah duduk sambil menunduk. Rasanya sangat panas meski suhu ruangan memang dingin. Jimin memangku wajahnya denga kedua tangan yang dijadikan tumpuan di kedua kakinya. Dia sedang menyiapkan mentalnya yang sedari tadi naik turun.

Jimin merasakan degupan jantungnya yang bekerja lebih cepat dari biasanya. Belum lagi debaran yang timbul dari benaknya membuat Jimin sedikit frustasi.

Ditengah lamunannya, Ibunya datang dan duduk disebelahnya. Mengelus bahu anaknya mencoba menguatkan. "Jimin-ahh, ingat kata-kata eomma. Jangan pernah membuat Raisya menangis! Kau berjanji bukan pada eomma dan appa jika kau akan menjaganya? Dan kau harus ingat, Raisya gadis yang masih kecil dan rapuh. Dibalik sikapnya yang terlihat dewasa, dia tetap seorang gadis kecil seperti dulu. "

Jimin memeluk ibunya. "Aku berjanji eomma, aku akan berusaha menjaganya. Dan aku tidak akan membiarkan Raisya menangis apalagi karena diriku. "

Ibunya mengecup puncak kepala anaknya sayang. Bangga karena Jimin yang memiliki sifat sangat dewasa meski terkadang dia lebih banyak terlihat lebih kekanak-kanakan.

"Berdirilah! siapkan dirimu. Sebentar lagi acara dimulai." kata-kata itu membuat Jimin menghembuskan napasnya dan menyiapkan mentalnya menunggu nyonya muda Park yang sebentar lagi akan datang.

Raisya menarik napasnya dalam, berusaha se rileks mungkin. Pintu ruangan tiba-tiba terbuka menampilkan ibunya yang sekarang menghampirinya.

Raisya tidak siap, dia ingin menggelengpun rasanya tidak bisa. Dia tidak ingin mempermalukan dan menambah beban keluarganya.

"Kau siap? "

Raisya mengangguk lirih. Dia tidak sanggup dan belum siap untuk semuanya. Mencoba menguatkan diri adalah satu-satunya cara agar dia bisa bertahan.

Raisya menggenggam tangan ayahnya erat, "Kau bisa sayang, dan maafkan ayah," ucapnya lirih.

Raisya mengangguk seolah mengatakan aku tidak apa, aku mengerti dan aku baik-baik saja.  Raisya memunculkan senyumnya tepat setelah pintu terbuka.

Raisya dan ayahnya melangkah masuk, kedua pihak keluarga sontak menatap Raisya yang berjalan anggun. Senyumnya memang mengada, tapi dia akan mencoba menerimanya. Menerima kenyataan yang entah pahit atau manis, tapi bagi Raisya semuanya tak memiliki rasa—hambar.

Raisya melihat Jimin yang berdiri tegak dengan senyum yang sangat menawan. Dia tampan hari ini. Dengan balutan jas hitam senada dengan celana katun yang dipakainya serta kemeja putih bersih sebagai dalaman ditambah dasi yang masuk kedalam jas-nya menjadikan Jimin sangat menawan hari ini.

Ayah Raisya menyerahkan tangan anak gadisnya pada Jimin. Jimin menggenggam tangan Raisya, menerimanya dan menggenggamnya lembut.

"Tolong jaga dia dan jangan pernah membuatnya menangis. Dia hanya anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Jadi bimbing dia perlahan dan jangan paksa dia," ucap ayah Raisya sambil menitikkan air matanya. Sejujurnya masih berat memberikan tanggung jawab Raisya pada orang lain. Namun, takdir memang terkadang membuat manusia harus merasakan perasaan tidak enak yang berkecamuk didalam hidupnya.

DREAMS ✴PJM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang