30. Insiden

3.5K 377 54
                                    

Belum sampe 100 vote sih, gapapa tapi. Aku mau update lagi buat nemenin malam minggu kalian meski word nya ngga panjang.




📍Harap bijak dalam berkomentar karena saya tidak menerima masukan atau komentar yang menyinggung. Saya baperan soalnya









📌Tokoh dan Visualisasi dalam cerita hanya fiktif dan tidak ada sangkut pautnya dengan real life mereka.
















Happy reading sayang



























Ruangan tiba-tiba saja hening. Namjoon sudah meninggalkan ruangan Jimin beberapa detik yang lalu namun gadis di pangkuannya ini tidak mengangkat bibirnya barang secenti-pun.

Perlahan Jimin membuka kelopak matanya dan terkejut ketika Raisya sudah membuka matanya dengan derai air mata yang membasahi matanya. Jimin nampak gelagapan dan Raisya sedikit mengangkat bibirnya kemudian berkata dengan suara serak dan pelan.

"Kumohon biarkan tetap seperti ini," pinta Raisya kemudian gadis itu kembali menempelkan bibirnya pada Jimin dan kembali menutup matanya. Jimin mengerti perasaan gadis itu. Pikirannya kacau sama seperti hatinya. Ia mengerti.

Jimin memutuskan ciuman mereka dan beralih memeluk Raisya erat. Gadis itu terisak di bahu Jimin seraya menggenggam erat jas kerja Jimin kuat. Sementara Jimin, pria itu mengelus punggung Raisya lembut.

"Sudah-sudah sayang, aku mengerti. Jangan menangis." Jimin berusaha agar Raisya berhenti menangis, namun gadis itu malah semakin terisak dan semakin mengeratkan cengkramannya hingga tubuh mereka semakin menempel.

"Hei, tidak apa-apa. Apa yang kau tangisi? Kau sudah berhasil mengusir Haeya dari sini. Dan apa lagi yang kau tangisi sayang?" tanya Jimin lembut.

"Aa.. Aku ma.. Malu hiks... Aku harusnya tidak... Me... Melakukan itu...Hiks.. Maafkan aku telah.. Me.. Menciummu tanpa izin.. Oppa... Hiks." Raisya berkata parau sementara Jimin malah terkekeh.

Benar dugaannya. Gadisnya itu pasti malu. Ini yang pertama bagi mereka dan Raisya sendiri yang memulai. "Tidak apa-apa. Aku ini milikmu. Semua yang ada padaku itu milikmu. Kau berhak melakukannya. Kau berhak menciumku kapanpun kau mau. Karena aku milikmu."

Raisya berhenti terisak. Ia benar-benar malu sekali sekarang. Jika ada penyihir yang bisa membuang wajahnya, ia akan membuangnya saja sekarang. Jimin perlahan mengendurkan rengkuhannya dan Raisya yang perlahan menjauhkan sedikit tubuhnya dari Jimin. Ia menunduk. Rasanya sangat malu sekali Tuhan!

Jimin menyeka air mata yang bersimbah di pipi Raisya dengan jempolnya. "Hei, jangan menunduk. Aku tidak bisa melihatmu," titah Jimin. Namun Raisya menggeleng dan malah semakin menunduk hingga rasanya bisa saja tulang lehernya patah.

Setelah terkekeh, Jimin menangkup kedua pipi Raisya dengan kedua tangannya hingga pipi gadis itu menggembung dengan bibir mengerucut maju.

"Sudah mau ujian kenaikan kelas saja masih cengeng ya. Sudah-sudah lap air matamu dan aku akan menyelesaikan pekerjaanku. Setelah itu kita beli eskrim yang banyak!" ujar Jimin.

Raisya tersenyum meski matanya masih memerah. Dari pada bangun, Raisya kembali mendudukkan tubuhnya di atas Jimin hingga mereka berhadapan sempurna. Gadis itu lantas menyandarkan dagunya dibahu Jimin dan memeluk Jimin erat.

Jimin yang mengerti lantas menarik kursinya agar lebih dekat dengan meja kemudian membuka laptopnya dan mengetikkan sesuatu di sana dengan Raisya yang menemplok seperti Koala.

Sudah setengah jam dan tidak ada tanda-tanda Raisya terbangun. Gadis itu tertidur beberapa menit yang lalu di atas tubuh Jimin. Jika saja Jimin tidak bisa mengontrol dirinya, ia pastikan ada yang sedang tidak baik-baik saja di bawah sana.

Namjoon masuk ke dalam ruangan dengan beberapa berkas ditangannya. Terkejut dengan posisi Jimin dan Raisya. Awalnya ia akan kembali keluar, namun melihat Jimin yang mengangguk menandakan ia boleh menghampirinya, jadilah Namjoon duduk di kursi di depan Jimin.

"Ini beberapa berkas terakhir. Besok kita ada meeting dengan perusahaan lain yang ingin menginvestasikan sahamnya di perusahaan."

"Oke, jam berapa kita meeting?" tanya Jimin lagi. "Jam sembilan pagi. Kuharap kau datang tepat waktu Jim!" sindir Namjoon.

"Iya, iya besok aku datang tepat waktu. Setelah meeting kau harus kembali menemani istriku lagi!" ucap Jimin.

Namjoon mengangguk sesaat sebelum ia nampak bertanya-tanya tentang posisi Jimin dan Raisya. "Ada apa dengan Raisya, Jim?" tanya Namjoon akhirnya. Jimin menghembuskan napasnya "Ia hanya malu padaku. Dan berakhir seperti ini. Kau tau dia masih sangat remaja," ujar Jimin seraya menandatangi dokumen yang Namjoon berikan setelah membacanya tentu saja.

Namjoon mengangguk-anggukkan kepalanya "Ah satu lagi Jim. Kau tau Raisya sering kali mendapatkan perlakuan tidak baik dari teman-temannya? " tanya Namjoon. Jimin mengangguk "Iya, dia sering menceritakannya padaku. Ada apa memang?" tanya Jimin lagi.

"Kau tau Seorin?" tanya Namjoon lagi. Jimin nampak tengah berpikir sebelum akhirnya ia melebarkan matanya ingat, "Ya, sepupu Jungkook yang juga membunuh ibunya itu? Ada apa?" tanya Jimin terkejut.

"Kau juga tau kan Seorin satu sekolah dengan Jungkook dan Raisya?" tanya Namjoon lagi. Jimin mengangguk lagi. Ia tau jika Seorin juga satu sekolah dengan Jungkook dan Raisya.

"Astaga! Apa yang kau pikirkan sih Jim?! Seorin juga seorang pembunuh namun dia tidak ditangkap karena polisi tidak menemukan bukti apapun hingga Seorin harus dijebloskan kepenjara. Berbeda dengan Jungkook yang memang sudah dipenjara."

Jimin masih terdiam. Pria itu tengah menampung semua informasi dalam otaknya. "Lalu? Ada apa?" astaga! Namjoon harus menyiram air raksa sepertinya di otak Jimin.

"Aku dengar dari Yoongi jika Raisya beberapa kali menciduk Seorin tengah memperhatikan dirinya. Aku khawatir bagaimana jika Seorin malah mengincar Raisya? Kau tau Seorin menyukai Jungkook kan?!"

Jimin terkesiap. Benar! Seorin itu menyukai Jungkook dan sekarang situasinya berbeda.

"Seorin juga membunuh orang tuanya yang tidak lain adalah orang tua Haeya juga karena ia tidak ingin hubungan darah itu ada kendati memang hubungan darah itu tidak bisa dihilangkan!" astaga Namjoon benar-benar tidak habis pikir dengan pola pikir sahabatnya ini.

Setelah Jimin mendengar penuturan dari Namjoon, pria itu tersadar jika gadis yang tengah memeluknya ini dalam bahaya. Harusnya ia tidak memasukkan Raisya di sekolah itu saja dari awal jika berujung seperti ini.

"Kau tau? Saat tadi gadismu diganggu oleh kumpulan wanita tidak jelas aku datang dan mengaku sebagai kakaknya. Raisya memiliki banyak sekali luka Jim. Alat vitalnya sempat ditendang tadi! " jujur Namjoon. Ia melihatnya sendiri saat gadis itu meringis kesakitan.

Jimin melebarkan matanya-terkejut. "Yang benar Hyung?!" Jimin panik. Astaga, kenapa Namjoon tidak berbicara sejak tadi sih. Dengan tergesa, Jimin menggendong Raisya dalam dekapannya dan langsung berlari keluar. Jimin harus membawa gadisnya ke dokter dan mengeceknya.

Raisya yang sudah lelah dan mendengar semua yang Namjoon dan Jimin bicarakan memilih untuk pasrah saja. Sejujurnya hatinya sedikit takut ketika Namjoon kembali membicarakan alat vitalnya yang ditendang tadi. Itu sangat sakit dan tadi sempat mengeluarkan darah bahkan.

Saat tadi Kang Haeya berbicara masalah keturunan-pun Raisya merasa was-was dan takut. Kau tau? Pikiran negatif itu sulit sekali dihilangkan.

Jimin mendudukkan Raisya di samping jok kemudi dan terkejut ketika gadis itu sebenarnya sudah bangun. Jimin berjongkok di samping jok di dekat pintu mobil seraya menggenggam jemari Raisya. "Kita  periksa ke dokter, ya, sayang. Aku takut terjadi apa-apa padamu." ucap Jimin. Raisya hanya mengangguk kemudian menarik sabuk pengaman dan mengenakannya.

Jimin berlari mengitari mobil dan duduk di kursi kemudi. Menyalakan mesin dan langsung menancap gas untuk kerumah sakit Seokjin.

DREAMS ✴PJM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang