51. Datang

3.1K 321 32
                                    

Semuanya duduk di meja makan. Jimin terus melirik Raisya yang nampak tidak berselera sama sekali. Orang tua mereka tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, hanya Jimin, Raisya dan teman-temannya saja yang tahu masalah ini.

Mereka juga nampak terdiam. Suasana jadi mendadak hening dan hanya suara dentingan sumpit dan alat makan lainnya yang saling berbenturan.

"Kalian ini kenapa? Kenapa jadi terus diam seperti ini?" tanya Juhyun yang akhirnya membuka suara. Merasa aneh saja karena situasi mendadak hening.

"Tidak ada apa-apa appa-nim. Kami hanya lapar karena baru pulang bekerja," ucap Seokjin. Juhyun hanya mengangguk mengerti, padahal ia tahu ada yang tidak beres disini.

"Jungkook-ah? Kau kemana saja? Sudah lama sekali tidak pernah kemari. Sudah besar saja ya sekarang?" tanya Juhyun pada Jungkook. Terakhir kali anak itu kemari saat usianya 8 tahun dan setelah itu menghilang entah kemana.

"Aku tinggal di luar negeri appa-nim. Makanya, aku tidak kemari, " ucap Jungkook seraya mematri senyumannya.

Sedari tadi, Jungkook terus melirik Raisya yang nampak terus terdiam. Jimin juga mendadak jadi diam.

"Berapa usiamu?" tanya Minji.

"19 eomma-nim. Aku seusia dengan Raisya. Dulu kami teman sekelas," ucap Jungkook santai. Kali ini Raisya mendongakkan kepalanya dan menatap Jungkook. Entahlah, hanya saja Raisya merasa sedikit tidak nyaman sekarang. Apalagi melihat senyuman Jungkook yang sempat hilang saat itu.

"Ah? Benarkah? Kalian teman lama juga ya berarti," tebak Yuna. Jungkook mengangguk-anggukkan kepalanya.

Jimin kembali melirik Raisya. Gadis itu tak bergeming dan mengunyah makanannya lamat. Jimin tahu jika Raisya sedang dalam keadaan tidak nyaman saat ini.

Maka dari itu, Jimin meletakkan tangannya di tas paha Raisya yang tertutup oleh dress berwarna maroon. Mengelusnya pelan seolah berkata jika semuanya baik-baik saja.

Semuanya berakhir tepat pukul 10 malam. Raisya tengah melipat kakinya dengan tangan yang memeluk lutut juga dagu yang diletakkan di atasnya. Menatap bulan yang sedikit tertutup awan kumulonimbus.

Gorden dan juga jendela yang ia buka lebar-lebar membuat angin malam masuk menusuk kulit dan menerbangkan helaian rambutnya.

Ia rindu Jungkook, hanya saja kehadiran Jungkook sendiri membuat dirinya tak nyaman. Ia jadi merasa sedikit asing dengan pria yang pernah menjadi sahabatnya sendiri.

Ia ingin sekali bertanya bagaimana dengan terapi yang pria itu lakukan. Ia ingin bertanya bagaimana kabarnya detelah 4 tahun menghilang. Ia ingin mendengar ceritanya yang pasti menyenangkan. Hanya saja, Raisya merasa tidak nyaman dengan semuanya.

Tiba-tiba saja, Jimin memeluk tubuhnya dari belakang. Meletakkan dagunya di bahu Raisya dengan kedua tangannya yang ikut melingkar di lutut Raisya. Keduanya menatap langit yang kosong. Tidak ada bintang dan hanya ada bulan yang sedikit lagi akan tertutup oleh awan.

"Ada apa? Apa yang kau pikirkan?" tanya Jimin. Ia cukup merasa risau juga tak kala Raisya jadi lebih banyak diam sejak menemukan presensi Jungkook.

"Aku hanya tengah berpikir tentang Jungkook. Jangan salah paham, aku hanya bingung bagaimana bisa dia kembali," ucap Raisya. Ia ingin mengatakan hal yang sebenarnya pada Jimin, tanpa ditutupi secuil pun. Ia tidak mau hidup dalam kebohongan. Mau sekecil apapun kebohongan itu, akan menjadi masalah besar jika terus ditutup dengan kebohongan lainnya.

"Apa yang kau pikirkan tentangnya?"

"Tidak banyak, hanya berpikir bagaimana bisa dia kembali, berpikir bagaimana dengan terapinya, dan berpikir kenapa dia kembali."

DREAMS ✴PJM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang